Lembaga Pemberitaan
Bisnis media cetak di Indonesia sampai sekarang masih menggiurkan. Masih banyak koran-koran lama nan tetap eksis dan mampu mengeruk keuntungan. Berbeda dengan di Amerika Serikat, nan beberapa korannya termasuk koran-koran tua, harus gulung tikar, dampak serbuan internet.
Salah satu koran nan sudah cukup lama beredar dan masih tetap bertahan ialah harian Bisnis Indonesia . Padahal, sejumlah koran baru nan membidik segmen serupa dengan koran ini, terus mengepungnya. Dengan sangat elegan, media bisnin ini tetap eksis memberikan pemberitaan nan berkualitas buat pembaca setianya.
Tradisi Bisnis
Kehadiran Bisnis Indonesia, mendukung kondisi perekomian Indonesia nan sedang melakukan pembangunan di berbagai sektor. Harian ini sejak awal berdirinya pada 1985, lekat dengan urusan ekonomi dan bisnis. Pendirinya saat itu, yaitu Sukamdani Sahid Gitosardjono ialah pengusaha nan sangat peduli terhadap perkembangan ekonomi bangsa.
Selain mendirikan harian Bisnis Indonesia, Sahid juga termasuk penggagas berdirinya beberapa organisasi pengusaha seperti KADIN dan HIPMI. Apalagi, Sukamdani berkongsi dengan tiga pengusaha hebat lainnya, yaitu Ciputra (property), Anthony Salim (grup Salim) dan Eric Samola (pengusaha media).
Tradisi bisnis inheren kuat pada harian bisnis ini, sehingga mereka tahu betul siapa pasarnya. Jaringan nan luas nan dimiliki para pengelolanya menjadi salah satu penopang kesuksesan harian ini. Sehingga dengan jaringan nan luas itu, kita dapat mendapatkan banyak informasi krusial dan up to date setiap harinya.
Setiap hari mereka menyajikan perkembangan ekonomi dan bisnis, nan memang sangat dibutuhkan oleh kalangan pengusaha saat itu. Alhasil, pertumbuhannya berjalan dengan sangat positif. Mereka juga nisbi kondusif dari teguran penguasa, nan saat itu cukup galak terhadap media cetak.
Strategi Tepat
Meski tidak sebesar grup media massa lainnya, Bisnis Indonesia boleh berbangga sebab tetap eksis sampai sekarang di tengah berbagai tantangan nan makin berat. Saingan tidak terelakkan, dengan hadirnya koran baru bersegmen bisnis, seperti dari grup Lippo, Investor Daily dan dari grup Kompas yaitu harian Kontan.
Keberasilan harian nan bertemakan global bisnis ini tidak lepas dari taktik mereka dalam sirkulasi. Mereka tak mengandalkan eceran melainkan langsung ke berbagai korporasi, dengan sistem langganan. Lebih dari 90 % pembaca koran ini ialah pelanggan, sisanya ialah eceran. Taktik ini sangat cocok, mengingat sebagian besar pangsa pasarnya ialah kalangan pebisnis dan korporasi.
Sejak tahun 1992, perusahaan ini juga meluncurkan beberapa media baru, seperti Indonesia Business Weekly (majalah nan kemudian tutup), Solopos, Monitor Depok sampai Harian Yogya. Mereka juga meluncurkan harian berbahasa Mandarin Indonesia Shang Bao , tapi kemudian koran ini dijual kepada grup Gajah Tunggal.
Tidak hanya sampai di situ, harian nan bertemakan global bisnis dan ekonomi ini kembali menerbitkan dua tabloid nan sinkron dengan karakteristik khas mereka, yaitu tabloid Tren Digital dan tabloid Bisnis Uang. dengan diterbitkannya dua tabloid ini semakin luas saja cakupan global bisnis nan dirambahnya buat pembaca setianya.
Lembaga Pemberitaan
Secara bisnis, harian ini juga sangat cerdas dalam memanfaatkan peluang. Mereka menjadi mensuplai warta bisnis di Indonesia buat komunitas internasional, seperti Xinhua (China), Bloomberg , dan Newsnet Asia serta beberapa forum pemberitaan internasional lainnya.
Dengan langkah tersebut menjadikan Bisnis Indonesia sebagai sumber surat keterangan terpercaya urusan ekonomi dan bisnis di Indonesia. Tentu saja, kondisi ini sangat menguntungkan sebab pangsa pasar mereka di Indonesia, yaitu para praktisi, pengamat, dan pemerhati bisnis akan semakin percaya terhadap keberadaan harian ini.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyetujui defisit aturan Bank Indonesia (BI) dalam Aturan Tahunan Bank Indonesia (ATBI) 2011 sebesar Rp45 triliun. Defisit aturan itu dianggap rawan goncangan derasnya arus capital inflow bisnis Indonesia.
Sebagai catatan, bank sentral mengusulkan defisit aturan kebijakan pada 2011 sebesar Rp45 triliun. Angka itu menunjukkan ada peningkatan 32,4% jika dibandingkan dengan defisit aturan kebijakan bank sentral di 2010 nan sebesar Rp37 triliun.
Sementara aturan Operasional, bank sentral mengungkapkan di 2011 akan mencatat surplus sebesar Rp17,35 triliun. Di mana planning penerimaan aturan operasional sebesar Rp22,6 triliun dan pengeluaran sebesar Rp5,2 triliun.
Rencana pengeluaran aturan operasional di 2011, yakni aturan pengelolaan gaji dan penghasilan lain nan naik 2,46% sebesar Rp47,6 miliar dari tahun 2010 menjadi sebesar Rp1,98 triliun.
Hal tersebut dinilai pengamat pasar kapital Farial Anwar sebagai langkah nan sangat riskan. Jika terjadi bersamaan maka akan berdampak negatif bagi perekonomian Indonesia. “Goncangan terhadap pelemahan rupiah nan tak terukur, pasar kapital menurun tajam, pelarian dalam jumlah besar ke dollar,” ujar Farial.
Menurut Direktur Currency Management Group ini, jika 2012 kapital BI ada di titik dua triliun rupiah, kondisi tersebut membebani pemerintah sebab harus menginjeksi aturan besar. Dari alasan itu, cukup sulit membendung arus deras capital inflow.
“Kita (Indonesia) bodoh, tak belajar dari pengalaman, dan tidak berdaya menghadapi gempuran hot money dari asing,” kata dia. Sejak awal kemunculan capital inflow lebih banyak merugikan daripada menghadirkan kegunaan di negara-negara nan sedang berkembang.
Tetapi, seharunya Indonesia menyadari bahwa pada 1997 pernah krisis ekonomi, ironisnya kesulitan itu hanya dikendalikan oleh beberapa spekulator di pasar kapital “Kita ini seolah-olah sangat mengagungkan asing, padahal uang panas begini tak ada manfaatnya,” cetus Farial.
Faktanya, para investor spekulan itu tak pernah berniat serius membangun pabrik di Indonesia. Negara juga tidak diuntungkan oleh laba profit penjualan produk kerjasama. "Thailand dan Malaysia tegas tidak mau membiarkan diserbu hot money , karena mereka tahu untung ruginya,” cetus Farial. Beda dengan Indoneia nan pola pikir ( mindset ) seolah-olah menghamba orang asing.
Lantas, bagaimana kebijakan efektif buat BI agar tidak banyak menggerus aturan pemerintah sekaligus menangkis agresi “uang panas”. Farial pesimis menaruh kepercayaan kepada kekhawatiran capital flow itu. Masalahnya, Indonesia selama ini memiliki Undang-undang No. 24 Tahun 1999 tengang lalu lintas devisa bebas.
“Intinya, para pemegang kebijakan itu punya keberanian atau tak buat tegas membatasi anggaran main di pasar modal?” Tuturnya. Paling tidak, nan dilakukan jangka pendek ialah merevisi Undang-undang No. 24 tahun 1999 dan terus tak bosan mensosialisasi masyarakat. Misalnya, di dalam UU itu nanti tercantum ketentuan investasi berapa lama, satu tahunkah, seperti nan diterapkan Singapura.
Masih banyak lagi perkembangan global bisnis nan dapat pantau dari harian bisnis ini, tak hanya sampai pada informasi di atas. Bagaimana menurut pendapat Anda dengan informasi tersebut? Sangat krusial bukan? Selain memberitakan fakta nan ada, melalui harian ini kita dapat melihat sekaligus belajar buat mengoreksi kesalahan dalam pertumbuhan bisnisn di Indonesia pada khususnya.
Informasi Tanpa Batas dari Bisnis Indonesia Online
Untuk memudahkan pembaca setianya memantau perkembangan global bisnis, harian ini membuat format warta dalam bentuk online. Hal ini dilakukan mengingat betapa banyaknya informasi dan fakta krusial nan akan disebarluaskan buat pembaca setianya. Sistem online memungkinkan semua orang dapat meng-up date warta nan ada dalam harian ini setiap saat.
Jika Anda ingin membaca dalam bentuk online , Anda dapat mengunjungi web Bisnis.com. Di sana Anda dapat mendapatkan aneka informasi seputar dunai bisnis seperti layaknya dalam surat kabarnya. Bahkan dengan harian online ini, Anda dapat mendapatkan lebih banyak informasi krusial baru lainnya dibanding dengan harian cetaknya. Di sini Anda pun dapat membaca pemberitaan seputar dunai bisnis buat edisi sebelumnya, sebab disediakan halaman spesifik buat edisi nan lalu. Jadi, jika Anda sempat ketinggalan berita, dapat membuka di hamalan spesifik edisi lalu ini. Dengan kata lain, di harian ini tak ada kata ketinggalan informasi.
Satu lagi kemudahan nan diberikan oleh harian bisnis terbesar di Indonesia ini, yaitu fasilitas epaper . Epaper merupakan surat kabar nan dibuat dalam bentuk digital. Anda dapat membaca harian ini di web tetapi formatnya digital dengan mirip seratus persen dengan tampilan cetaknya. Anda seperti membaca koran seperti biasanya, hanya saja dalam bentuk digital. Untuk materinya jangan sangsi, sebab tetap mengedepankan kualitas berita.
Kemudahan ini tentu saja memberikan input nan baik buat harian bisnis terbesar di Indonesia ini. Pembaca semakin percaya dengan kredibilitasnya sebagai harian bisnis terbesar. Selain itu, pembaca akan sangat dihargai sebab harian ini selalu memberikan informasi nan sangat berimbang tanpa takut ada campur tangan dari penguasa. Penasaran? Baca saja di epaper.bisnis.com. Selamat membaca!