Para Korban Disiksa?

Para Korban Disiksa?

Sekian banyak peristiwa dan konflik nan terjadi sejak Indonesia merdeka hingga saat ini. Peristiwa lubang buaya atau G30S/PKI merupakan peristiwa nan paling menarik sekaligus misterius. Mengapa disebut mieterius? Karena peristiwa G30S/PKI nan terjadi pada 1965 ini tak diketahui siap dalangnya hingga saat ini.

Kita sebagai orang awam mungkin memandang peristiwa G30S/PKI nan memakan korban hingga ratusan ribu jiwa ini ialah sebuah revolusi buat menuju bangsa nan lebih baik dan dewasa. Namun, di sisi lain, peristiwa G30S/PKI ini dapat disebut sebagai awal jatuhnya pemerintahan orde lama nan dipimpin oleh Presiden Soekarno dan setelah jatuh digantikan dengan pemerintahan orde baru nan dipimpin oleh Presiden Soeharto. Peristiwa pemberontakan G30S/PKI ini seperti sebuah puzzle nan beberapa bagiannya telah hilang atau sengaja dihilangkan sehingga apa nan sebenarnya terjadi tidak terungkap.

Apa saja puzzle-puzzle nan hilang dalam rententan peristiwa krusial terkait peristiwa G30S/PKI? Surat Perintah Sebelas Maret atau nan sering dikenal dengan Supersemar ialah salah satu contoh puzzle nan hilang buat mengungkap apa nan sebenarnya terjadi. Selain itu, beberapa tokoh nan juga terlibat dalam peristiwa itu juga enggan memberikan keterangan atau kesaksian semasa hayati hingga meninggal.

Banyaknya tokoh nan terlibat dalam peristiwa G30S/PKI ini nan enggan memberikan keterangan atau kesaksian ini membuat apa nan terjadi pada peristiwa tersebut semakin tak jelas. Hal ini banyak memicu timbulnya pelbagai kisah pemberontakan G30S/PKI dengan pelbagai versi nan tidak sporadis dikait-kaitkan dengan teori persekongkolan di dalamnya.

Banyak bukuyang mengulas tentang terjadinya pemberontakan G30S/PKI pada tahun 1965 lalu, tapi tetap saja banyak informasi nan tidak terungkap dari peristiwa tersebut. Lalu, bagaimana sebenarnya posisi Indonesia sebelum terjadinya peristiwa pemberontakan G30S/PKI?



Posisi dan Keadaan Indonesia

Sebelum peristiwa pemberontakan G30S/PKI ini terjadi, Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno sedang gencar-gencarnya mengkampanyekan “Ganyang Malaysia” melalui Dwikora atau Dwi Komando Rakyat. Malaysia nan saat itu masih dalam termin pembentukan nan saat itu dianggap oleh Presidek Soekarno sebagai proyek NEKOLIM (Neo Kolonialisme) protesis Inggris.

Sejak peristiwa Trikora, negara Indonesia memang tidak lagi berkiblat dengan negara-negara Barat dan lebih condong dengan blok Timur seperti Uni Soviet dan China. Hal ini terlihat saat persiapan perebutan Irian Barat melalui Trikora (Tri Komando Rakyat). Pada peristiwa tersebut, Indonesia membeli senjata dan alutsista besar-besaran dari Uni Soviet.

Alutsista nan dibeli oleh Indonesia saat itu termasuk canggih dan bahkan negara-negara blok Timur saja ada nan belum menggunakannya. Indonesia saat ini membeli jet tempur Mig-19, Mig-17, dan nan paling canggih ialah Mig-21. Tak hanya itu, Indonesia juga mendapatkan sebuah kapal penjelajah berukuran besar nan disebut dengan KRI Irian.

Setelah Trikora selesai, Presiden Soekarno melanjutkannya dengan Dwikora buat memerangi Malaysia. Tak seperti Trikora, Dwikora ini kurang mendapat sambutan dari kalangan pemimpin TNI AD. Selain itu, saat itu partai nan terbesar saat itu ialah PKI (Partai Komunis Indonesia) nan mengaku dirinya ialah pendukung primer Presiden Soekarno.

Dominasi PKI ini sebenarnya tidak disukai oleh TNI khususnya dari Angkatan Darat. Hal ini diperparah dengan usulan PKI pada Presiden Soekarno buat membentuk Angkatan Kelima nan terdiri dari para buruh dan dan petani nan dipersenjatai. Terang saja ide atau usulan PKI ini mendapat protes keras dari TNI AD sebab hal tersebut dianggap berbahaya bagi kestabilan keamanan di negara Indonesia.

Tak hanya itu, usulan tersebut mendapat dukungan dari Republik Rakyat China (RRC) nan juga berhaluan komunis dengan memberikan donasi berupa 100.000 pucuk senjata buat pembentukan Angkatan Kelima.



Peristiwa Lubang Buaya

Konflik dan gesekan antara PKI dan TNI AD pun tidak terelakkan. Sebelum terjadinya peristiwa G30S/PKI , telah berembus isu terbentuknya Dewan Jenderal nan dipimpin oleh Jenderal Ahmad Yani. Dewan Jenderal ini kabarnya dibentuk dengan tujuan buat menggulingkan ata mengadakan perebutan kekuasaan atas kekuasaan Presiden Soekarno. Lalu, siapakah penyebar isu Dewan Jenderal ini? Sampai saat ini memang belum ada informasi nan jelas terkait siapa nan menyebarkan isu Dewan Jenderal tersebut.

Namun, banyak pendapat nan mengatakan bahwa isu Dewan Jenderal ini sengaja dihembuskan oleh PKI buat memfitnah dan menjatuhkan nama TNI AD di mata Presiden Soekarno. Seperti nan dijelaskan sebelumnya, TNI AD dianggap sebagai satu-satunya ancaman bagi PKI. Isu ini sengaja dihembuskan agar pihak PKI bisa mengambil tindakan buat mengeksekusi nama-nama petinggi TNI Angkatan Darat nan dicurigai terkait dengan Dewan Jenderal.

Gerakan penculikan oleh G30S/PKI menggunakan pasukan Cakrabirawa nan saat itu ialah pasukan pengawal Presiden dipimpin oleh Letkol Untung. Menurut informasi nan ditulis di buku karangan Julius Pour, awalnya operasi penculikan ini memang bertujuan buat menculik para Jenderal dalam keadaan hayati buat dimintai keterangan, tapi sebab pelaku operasi tak profesional dan perencanaan nan tak matang, berakibat beberpa Jenderal tewas ditempat.

Beberapa Jenderal nan diculik dalam keadaan hayati juga akhirnya dibunuh dan mayatnya dibuang di sebuah sumur tua di kawasan Lubang Buaya. Para Jenderal nan menjadi koraban peristiwa ini ialah Letjen TNI Ahmad Yani, Mayjen TNI R. Suprapto, Mayjen TNI M.T Haryono, Mayjen TNI Siswondo Parman, Brigjen TNI DI Pandjaitan, Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo, dan Jenderal A.H. Nasution.

Namun, Jenderal A.H. Nasution ini sukses selamat, tapi ajudannya nan berwajah mirip dengan sang Jenderal, yakni Lettu Pierre Tendean menjadi korban. Putri dari Jenderal A.H. Nasution nan bernama Ade irma Suryani juga turut menjadi korban. Selain nama-nama di atas, juga terdapat tiga nama nan menjadi korban pembunuhan pada gerakan tersebut, yakni AIP Karel Satsui Tubun, Brigjen Katamso Darmokusumo, dan Kolonel Sugiono.



Para Korban Disiksa?

Sempat beredar kabar bahwa para korban penculikan tersebut disiksa terlebih dahulu sebelum dibunuh. Namun, kabar ini sama sekali tak sahih sebab berdasarkan hasil laporan dokter dan kesaksian wartawan mengatakan bahwa tidak ada luka bekas siksaan atau sayatan di tubuh para korban dan nan ada hanyalah bekas luka tembak.

Memang beberapa sumber sejarah nan berasal dari orde baru memang mengatakan bahwa para korban penculikan pada peristiwa Lubang Buaya ini mengalami siksaan nan pedih sebelum dibunuh, yakni disayat-sayat dengan silet, dipukuli, diludahi, bahkan dicungkil bola matanya. Penyiksaan ini sebenarnya tak terjadi, sebab korban hanya mengalami luka tembak saja nan menyebabkan kematian.



Misteri Pemberontakan G30S/PKI

Sampai saat ini, peristiwa G30S/PKI ini memang masih misterius dan terlalu banyak versi cerita nan beredar mengenai peristiwa tersebut. Hal ini juga diperparah dengan pelbagai kabar nan menyebutkan adanya keterlibatan CIA dan munculnya dokumen Gilchrist nan menyebut “Our local army is friends”. Di luar rahasia peristiwa pemberontakan nan belum terpecahkan hingga sekarang dan belum diketahui siap dalangnya, peristiwa ini telah memakan banyak korban jiwa.

Seperti nan kita ketahui, setelah terjadi gerakan penculikan dan pembunuhan pada para Jenderal muncul tindakan pembersihan G30S/PKI oleh pasukan RPKAD dan pasukan TNI Angkatan Darat lainnya dibawah pimpinan Kolonel Sarwo Edhy Wibowo dibawah perintah Mayjen Soeharto.

Gerakan pembersihan G30S/PKI oleh TNI AD ini memakan ratusan ribu jiwa. Setelah peristiwa G30S/PKI, akhirnya kekuasaan orde lama nan dipimpin oleh Presiden Soekarno jatuh dan digantikan dengan pemerintah orde baru nan dipimpin oleh Presiden Soeharto.