Harapan Latif dari Pandangan Absurdisme

Harapan Latif dari Pandangan Absurdisme

Pernahkah Anda membayangkan sebuah asa indah? Di sebuah sudut kamar nan gelap, saya pernah berpikir mengenai sesuatu nan sederhana, namun cukup rumit menurutku. Sesuatu nan tak pernah kita ketahui keabsahannya. Manusia sebagai makhluk nan berakal hanya dapat berpikir, namun tidak dapat membuktikannya. Hal itu ialah harapan.

Berbagai pertanyaan mengenai asa muncul menyerang otakku. Adakah puncak dari sebuah harapan? Apakah puncak itu suatu keindahan? Benarkah asa bukanlah sesuatu nan semu? Kenapa kita harus memiliki harapan? Adakah harapan indah nan masih tersisa buat sebuah negeri nan memiliki penyakit kronis (korupsi)?



Harapan Latif Bukanlah Sesuatu nan Jatuh dari Langit

Seorang sastrawan Tiongkok, Lu Xun, pernah melukiskan “harapan” di dalam sajaknya, ia berkata bahwa “Harapan itu seperti sebuah jalan setapak di tengah hutan. Sebelumnya, jalan itu tak pernah ada. Namun, ketika orang sudah sering melewatinya, maka terbentanglah jalan itu di hadapan mereka”.

Dengan demiikian, asa itu bukanlah sesuatu nan jatuh dari langit. Asa tidaklah sama dengan anugerah nan datang tidak terduga. Untuk menggapai sebuah asa indah, kita perlu sebuah keberanian, tekad dan ketekunan.

Kalau perlu kita harus menjadi orang pertama nan melewati hutan tidak berjalan tadi. Melalui ketekunan dan keberanian tersebut buat melakukan sesuatu nan baru, maka sebuah jalan (harapan) akan terbentang.

Sebuah asa latif masih dapat dibentangkan. Namun, sebuah asa latif tersebut tak dapat terbentang tanpa adanya “tangan-tangan” nan membentangkannya. Asa ialah sesuatu nan tak akan pernah ada apabila tak ada manusia sebagai pembuat harapan. Asa merupakan bagian dari kehidupan manusia. Manusia selalu dikelilingi oleh harapan-harapan masa depan. Asa mengenai kesuksesan dan eksistensinya di masa depan.

Pada dasarnya semua asa itu mengacu pada keindahan, sehingga tak perlu dibedakan ada asa latif atau asa nan lain. Pernahkah Anda mendengar mengenai sebuah asa seseorang mengenai sesuatu hal nan buruk? Niscaya Anda pernah mendengar.

Banyak orang-orang miskin atau orang nan sudah putus harapan dengan kehidupan di global mengharapkan dirinya wafat saja. Menurut orang lain nan mendengar asa tersebut, asa itu merupakan sesuatu nan konyol dan buruk. Namun, bukankah sesungguhnya bagi mereka harapannya buat wafat tersebut merupakan asa indah?

Berkaitan dengan asa latif nan buat sebuah negeri nan memiliki penyakit kronis (korupsi), apakah masih ada?. Untuk memunculkan asa tersebut dibutuhkan seseorang nan mampu membuka atau menggagas jalan di tengah hutan.

Dalam arti begini, dibutuhkan seorang pemimpin nan tegas dan berani mengambil tindakan berdasarkan prinsip kebenaran, kejujuran dan keadilan. Tindakan tersebut mungkin akan mendapat pertentangan. Hal ini sebab prinsip kebenaran, kejujuran dan keadilan mungkin sudah bukan menjadi prinsip nan dianut sehingga wajar apabila akan muncul pertentangan.

Di situlah dibutuhkan seorang pemimpin nan tegas dan berani. Lalu bersama-sama didukung oleh seluruh masyarakat. Dukungan ini dapat kita berikan dengan berbondong-bondong melewati “jalan” nan sudah dibentangkan tadi.

Harapan indah merupakan sebuah jalan buat mencapai puncak estetika nan kita tuju. Maka, buat mencapai estetika nan kita harapkan tersebut, “jalan” nan kita untuk dan lewati haruslah jalan nan benar. Sebuah kebenaran dengan berbagai bentuknya niscaya bisa membawa kita menuju puncak keindahan.



Harapan Latif dari Pandangan Absurdisme

Adakah puncak dari sebuah harapan? Benarkah asa bukan merupakan sebuah bayang-bayang semu? Absurdisme memandang sebuah asa sebagai sesuatu nan sangat berharga. Bahkan mereka mengatakan bawa ketika seseorang tak lagi memiliki harapan-harapan, maka sebenarnya orang itu telah mati.

Albert Camus, pencetus absurdisme, mengatakan bahwa kehidupan ini absurd. Dalam artian kacau, tak masuk akal. Manusia hayati hanya buat mati, tanpa ada sebuah tujuan nan jelas. Lalu apakah makna sebuah asa tersebut? Masih adakah asa buat asa latif manusia?

Menurut Camus asa merupakan sebuah energi nan dibutuhkan oleh manusia buat bagkit dari keterpurukan dan menghadapi kehidupan nan janggal ini. Dapat dikatakan bahwa asa ialah penyambung kehidupan manusia. Hal ini ia lukiskan dalam esai panjangya “Mitos Sisifus”.

Ia menggambarkan absurditas dan asa pada perjuangan Sisifus nan dikenai sanksi buat mendorong batu besar ke puncak gunung. Namun, ketika hampir sampai di puncak, tiba-tiba batu itu jatuh lagi ke bawah.

Ketika itu Sisifus hampir putus-asa, namun sebab adanya suatu asa buat bisa mendorong kembali batu itu ke atas akhirnya Sisifus bangkit dan mendorong kembali batu tersebut. Lagi-lagi ketika hampir sampai di puncak, batu tersebut menggelinding lagi ke bawah. Ketika Sisifus hampir putus harapan datanglah sebuah asa buat mendorong kembali batu tersebut ke atas dan begitulah seterusnya.

Dari ilustrasi di atas, bisa disimpulkan bahwa asa merupakan suatu energi nan dibutuhkan oleh manusia buat menghadapi kehidupan. Namun, asa tersebut terbatas pada energi nan bisa memotivasi manusia.

Harapan tersebut tak akan pernah tercapai. Asa ialah sebuah gunung dengan jalannya nan berliku-liku dan penuh pemandangan indah. Jalan nan dikelilingi pemandangan latif tersebut membuat manusia tak akan pernah berhenti buat melewatinya.

Manusia juga akan berusaha mencapai puncak gunung, namun tanpa disadarinya jalan tersebut ternyata tidak berujung. Itu merupakan intisari absurdisme. Untuk memberikan tanggapan aktif pada kehidupan nan janggal ini, manusia hanya perlu dengan menikmati keabsurdan ini.

Sebuah konsep mengenai asa ini, juga muncul dalam karya-karya penulis besar lainnya, seperti Fyodor Dostoyevsky. Asa itu muncul melalui penderitaan. Dapat juga dikatakan bahwa asa itu akan tercipta dengan tak adanya sebuah harapan. Asa nan muncul secara langsung justru akan menimbulkan sesuatu nan lebih jelek apabila tak tercapai.

Dalam salah satu karyanya, Kejahatan dan Hukuman, Dostoyevsky mengatakan bahwa penderitaan dapat mengantarkan pada sebuah pembebasan. Sebelum meraih sebuah pembebasan, nan muncul ialah asa buat mendapatakan pembebasan diri dalam kehidupan dan inilah nan dinamakan asa indah.

Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa konsep asa (indah) dari Dostoyevsky ialah penederitaan tersebut. Melalui penderitaan manusia akan mendapat pembebasan hidup. Kebahagiaan dan kemewahan nan ada hanyalah sebuah bayangan nan akan membawa pada penderitaan nan lebih dalam.

Di luar semu atau tidaknya sebuah harapan, nan perlu digaris bawahi ialah bahwa asa memiliki suatu energi nan dibutuhkan manusia buat menghadapi kehidupan nan rumit ini. Dari sebuah asa itu juga manusia bereksistensi dalam kehidupan. Asa latif nan ingin dicapai, entah tercapai atau tidak, membuat manusia lebih bisa bermakna dan memaknai kehidupan.

Dengan begitu, jangan takut buat membuat sebuah harapan. Tercapai atau tidaknya sebuah asa tersebut, itu hanya masalah pencapaian. Dalam hakekat sebuah kehidupan bukankah proses lebih diunggulkan daripada sebuah hasil?

Kehidupan merupakan sebuah proses dan hasilnya akan ditentukan di luar kewenangan manusia. Mengenai pandangan absurditas nan berasumsi bahwa asa merupakan sesuatu semu nan tak akan tercapai bisa dibenarkan.

Jika berdasar pada sifat manusia nan tak akan pernah puas dengan pencapaiannya. Maka, setiap harapan indah akan muncul silih berganti. Namun, mereka juga mengatakan bahwa buat menghadapi absurditas kehidupan ini, hanya perlu menikmati keabsurdan itu saja.