Si Kancil dan Buaya
Siapa nan tahu dongeng Si Kancil dan Buaya ? Bagi masyarakat Melayu dan Jawa, cerita rakyat kancil tak begitu asing. Akar budaya lesan nan inheren pada masyarakatnya masih dapat mempertahankan cerita rakyat itu hingga sekarang.
Cerita rakyat ini biasanya digunakan sebagai pengantar tidur bagi anak-anak. Orang tua menceritakan sebuah dongeng sambil menyisipkan pesan moral ke dalam isi cerita.
Tujuannya, orang tua berharap pada anaknya agar dapat menjadi orang nan memiliki kepribadian baik, berbudi luhur, berani, cerdas, dan bijaksana. Salah satu cerita rakyat nan biasa disampaikan yakni dongeng Si Kancil dan Buaya.
Si Kancil dan Buaya
Ceritanya, hari itu suasana hutan begitu ceria. Pancaran sinar matahari pagi nan menembus di antara tajuk-tajuk pohon laksana sorotan lampu pada suatu panggung.
Malah cahaya nan terlihat lebih latif sebab adanya refleksi alami dari uap-uap air nan terbang ke udara. Kadang terlihat ada seberkas pelangi kecil terbentuk. Dan kadang terbentuk lingkaran pelangi di antara tajuk-tajuk pohon.
Terlihat sosok nan sedang berjalan-jalan di antara pepohonan. Ia terlihat selalu ceria dan cerah. Dia ialah si Kancil. Dia terlihat berjalan sambil bermain-main dengan riang gembira.
Hingga tidak terasa, matahari telah tepat berada di atas kepala. Hawa di dalam hutan terasa panas. Lelah dan haus setelah banyak berjalan dan bermain-main, ia ingin mencari sungai dan beristirahat sejenak.
Ia menemukan sungai besar, airnya terlihat tenang dan sangat jernih. Ia berpikir, sungai ini niscaya sangat dalam. Ia pun melepaskan dahaga dengan meminum air sungai tersebut.
Di seberang sungai besar ini, tampak ada kebun sayur milik Pak Petani. Ia berpikir, mungkin ada juga makanan kesukaanya, ‘ketimun’. Karena ia memikirkan makanan, terasalah perutnya nan belum terisi sejak pagi.
Ia merasakan lapar di perutnya. Ia tahu kebun sayur itu niscaya ada makanan kesukaannya. Tapi, bagaimana caranya, ia dapat sampai ke seberang sungai besar ini. Ia pun berpikir keras buat memecahkan persoalan ini.
Bukankah sungai ini ialah loka tinggal para buaya-buaya itu. Sebenarnya ia merinding takut dengan buaya, sebab buaya bahagia memakan daging.
Jika ia langsung meminta tolong buat diseberangkan, bukannya ditolong oleh mereka. Malahan ia sendiri nan jadi santapan mereka. Si kancil sudah tahu watak dari buaya-buaya ini.
Sampai di sini, si pencerita dongeng Si Kancil dan Buaya biasanya memberikan pesan moral kepada anak-anaknya. Dari penggalan cerita di atas pesan moral nan disampaikan, yakni supaya anak-anaknya berpikir dulu sebelum bertindak.
Setiap ada masalah hendaknya dicari dulu karena dan akibatnya. Dicari potensi sumber daya nan ada di sekitar kita buat memanfaatkannya. Hal ini dimaksudkan agar tujuan kita dapat tercapai.
Kita lanjutkan ceritanya.
Si kancil menyusuri sungai besar itu. Barangkali ada jembatan nan dapat dilaluinya. Ternyata ia tak menemukan apa pun. Ia pun berpikir keras. Baiklah! Ini mungkin hanya jalan satu-satunya. Semoga berhasil.
Ia memutuskan buat memanggil para buaya-buaya penghuni sungai besar ini. Ditepuk-tepuknya air sungai nan tenang dan jernih itu sehingga ada buaya nan terusik.
Ia pun berteriak-teriak, "Buaya…. Ayo buaya… keluar…! Aku punya makanan lezat untuk kalian".
Tepukan kaki ke permukaan air sungai nan berulang-ulang sambil berteriak-teriak membuat buaya-buaya penasaran dan ingin tahu ada apa.
Dalam hati, si Kancil sebenarnya ngeri dengan adanya buaya-buaya nan berdatangan. Apalagi melihat tampang seramnya, bergigi tajam, kulit keras bagai baja.
Seandainya ia nan jadi santapan, tentu tidak kurang dari lima belas menit tubuh kecil ini tinggal nama. Tapi, ia sudah bertekad bulat buat menghadapi semuanya.
Salah satu buaya membalas teriakan si Kancil, "Huahahaa.... Siapa ini nan mengganggu ketenangan aku? Woh, ternyata kau makhluk lemah. Teriak-teriak sekali lagi… kau kucincang jadi santapan makan siang aku."
Si kancil harus dapat mengatasi rasa takutnya. Ia tampak tetap tenang dan membalas pertanyaan buaya itu dengan lantang, "Langkah nan tepat, sobat buaya terbaikku! Tapi sayang, kenapa nan datang cuma dua, teman? Ayolah panggil mereka semua. Daging nan kubawa akan tersisa banyak jika hanya dimakan buat kalian berdua."
Buaya itu pun merasa girang dan besar kepala, "Huahaha… Baiklah makhluk lemah, akan kupanggil kawan-kawan kami semua."
Si pencerita biasanya menyisipkan pesan moral nan ingin disampaikan kepada anak dari penggalan dongeng Si Kancil dan Buaya . Pesan moral dari penggalan cerita di atas yakni, kita harus berani mengambil risiko dari suatu keputusan nan telah dibuat.
Buat dirimu tenang dalam menghadapi orang dalam situasi apa pun. Walaupun orang tersebut tampak garang dan menakutkan. Versus kita tampak merendahkan diri kita sendiri, baik dengan sikap maupun perkataan. Tetaplah berpegang teguh pada planning semula. Jangan mudah goyah.
Selesai memberi pesan moral, si pencerita meneruskan kembali lanjutan dongengnya.
Buaya-buaya lain nan mendengar kabar kalau kancil akan memberi makanan gratis, tentu girang bukan main. Mereka berduyun-duyun berdatangan ke loka si Kancil berada.
Riuhlah suasana loka itu. Si kancil pun puas dengan keadaan ini, "Karena kalian sudah berdatangan semua. Agar tak terjadi keributan dan ada sebagian nan tak kebagian. Kalian akan kuhitung satu persatu supaya pembagian merata."
Mulailah ia mengatur para buaya itu buat berbaris. Mulai dari loka di mana kancil berada hingga mencapai seberang sungai. "Saya akan menghitung kalian satu per satu sambil meloncati punggung kalian, kalian tak berkeberatan, kan?"
Sontak para buaya itu menyahut, "Tidak berkeberatan, silahkan!"
"Saya hitung ya. Satu… dua… tiga… dan seterusnya." Si kancil meloncati punggung buaya sambil menghitung dengan riang gembira. Dalam hati, 'ia bersorak, gampang sekali memperdayai mereka’.
Sesampainya di daratan, ia pun berteriak kepada para buaya itu. "Hai, dasar buaya bodoh. Coba amati diriku ini. Apakah saya membawa daging seperti nan kalian inginkan? Aku tak membawa apa-apa, kecuali badan lemah ini. Dan saya ingin menyeberangi sungai besar ini sebab tak tersedia jembatan."
"Tapi saya mengucapkan terima kasih kepada kalian dan meminta maaf pada buaya-buaya sekalian," lanjut si Kancil.
Tentu saja para buaya berang bukan main. Mereka memaki-maki si Kancil dan siap membalas perbuatannya. Si Kancil pun segera kabur dan menyelinap masuk ke dalam kebun pak petani. Ia pun mencari makanan kesukaannya ‘ketimun’.
Pesan moral dari dongeng Si Kancil dan Buaya ini yakni kekuatan fisik, keseraman fisik, dan badan besar dapat dikalahkan oleh kecerdasan. Jangan pernah menyepelekan seseorang dari indikator fisiknya saja.
Semua perbuatan nan kita lakukan niscaya akan mendapat balasannya. Demikian pula dengan si kancil nan telah membuat tipu makar kepada para buaya. Para buaya marah dan siap membalaskan dendam . Siapa nan menabur biji, ia juga nan akan memanen hasilnya.
Pesan dari dongeng Si Kancil dan Buaya ini mirip dengan pesan moral dari negara Tiongkok, nan berjudul Perdayai Bintang buat Menyeberangi Samudera.
Artinya, buat mengalahkan musuh sebaiknya jangan langsung menggunakan strategi perang terbuka, tapi lakukan dengan infiltrasi ke dalam hingga menemukan titik-titik kelemahannya.
Pepatah antik dari Negeri Tirai Bambu ini masih relevan dipakai sampai sekarang. Demikian pula dengan cerita kecerdikan dari si Kancil.
Demikianlah sedikit ulasan mengenai dongeng Si Kancil dan Buaya. Semoga bermanfaat.