Pandangan Islam tentang Gangguan Jiwa

Pandangan Islam tentang Gangguan Jiwa

Apa itu gangguan jiwa? Gangguan jiwa ialah keadaan di saat jiwa seseorang tak dalam kondisi normal dan rentan terhadap kelainan konduite seperti menangis tiada henti, tertawa sepanjang hari, menari di segala kondisi, menyanyi tanpa peduli situasi, dan masih banyak contoh lainnya.

Tapi, apa sahih hanya sebatas itu maka seseorang diberi predikat gila sebab mengalami gangguan kejiwaan nan berperilaku di luar Norma normal? Lagipula, apa sahih gangguan jiwa selalu identik dengan gila? Mari kita bahas satu per satu.



Sekilas tentang Gangguan Jiwa

Bagi masyarakat awam, gangguan jiwa sudah sangat identik dengan orang gila. Ya, setiap orang nan mengalami gangguan kejiwaan niscaya dengan cepat disimpulkan sebagai orang gila. Sangat kental di ingatan banyak orang tentang olok-olok para bocah nakal ketika melihat ada orang gila berjalan keliling kampung. Dengan sepenuh hati mereka akan bertepuk tangan meriah mengiringi si orang gila sambil berteriak meledek.

Kemudian, mereka akan tertawa nyaring ketika melihat si orang gila berteriak-teriak sambil menggerutu gak jelas. Miris sekali memang membayangkan realita gangguan jiwa nan terjadi di lingkungan, tidak terbayangkan kalau seandainya penderita gangguan jiwa itu ialah saudara kita.

Definisi gangguan mental itu sendiri sebenarnya memiliki makna nan luas. Berdasarkan kajian psikologi klinis oleh seorang psikolog Jerman mengatakan bahwa orang nan berakal sehat pun banyak nan mengalami ketidakwarasan. Ini sebab bentuk gangguan jiwa itu tak selalu berupa kelainan mental nan tak dapat mengingat apa pun selain bertingkah aneh seperti orang hilang akal, seperti tertawa sepanjang waktu, menangis tiada henti, dan sejenisnya. Tapi juga ada bentuk gangguan mental ringan, yaitu gangguan jiwa nan masih dalam kategori normal dan lebih dikenal sebagai gangguan nekrotik atau neurotis dalam ilmu psikologi.

Sementara gangguan jiwa berat seperti nan kita sering lihat pada orang gila secara awam, gangguan jiwa ini disebut skizofrenik atau skizoprenia. Di dalam kondisi ini, si penderita telah sepenuhnya berada di dalam dunianya sendiri dan tak memiliki hubungan normal dengan lingkungan. Klarifikasi sederhana nan mudah dimengerti, yaitu si penderita ini udah out of control, atau sudah tak malu lagi kalau telanjang di jalanan.

Sementara itu, bentuk gangguan jiwa nan ringan contohnya berupa paranoid atau mudah curiga dengan orang lain, hobi mencuri barang-barang ( kleptomania) , kelainan seksual terhadap anak-anak ( pedofilia ), memiliki taraf kekhawatiran dan rasa cemas nan hiperbola ( anxiety ), ada lagi nan berupa rasa bangga nan berlebihan, contohnya jika berbicara merasa orang nan paling hebat ( megalomania ). Selain itu, ada juga nan berupa rasa takut nan di luar kontrol jika berada di loka tinggi (fobia dengan ketinggian), fobia dengan gelap, bahkan ada nan lucunya lagi fobia dengan rambutan.



Penyebab Gangguan Jiwa

Sebagian anak kecil nan memiliki rasa penasaran nan tinggi niscaya akan bertanya kepada orangtuanya atau saudara terdekat mengenai kenapa seseorang dapat menjadi gila. Secara umum, gangguan mental disebabkan oleh dua hal, yaitu sebab faktor keturunan ( genonip ) dan lingkungan ( fenotip ).

Secara genotip, gangguan mental terjadi sebab keturunan darah dari keluarga, dapat jadi keturunan langsung dari orangtua atau dari kakek-nenek. Seseorang berpeluang besar mengalami gangguan jiwa jika salah satu orangtuanya mengidap sakit jiwa. Sementara itu, dari faktor lingkungan secara generik disebabkan oleh tekanan hidup. Contohnya terjadi dampak masalah pribadi, gagalnya meraih impian dalam hal pendidikan atau pun cita-cita nan ingin dicapai, patah hati, kebangkrutan sebuah bisnis, kegagalan dalam karir, dan lain sebagainya.

Kenyataan ini menjadi faktor pemicu terjadinya gangguan mental terutama bagi orang nan imannya sangat rapuh. Sahih sekali, seorang nan kurang iman akan mudah stres dan depresi lalu mengambil jalan pintas bunuh diri. Fenomena ini kita dapati dalam kehidupan masyarakat modern nan tak lepas dari persaingan dalam banyak bidang, seperti dalam global politik nan identik dengan sistem kapitalis, liberalis dan demokrasi. Itulah beberapa hal nan menjadi pemicu munculnya stres dan depresi sosial hingga berlanjut pada kegilaan pada segelintir pejabat.

Dalam global hiburan nan menomorsatukan popularitas dan persaingan, tak sedikit seniman nan mengalami stres dan depresi dalam memenuhi tuntutan buat tampil paripurna di dalam segi penampilan, juga dalam hal pergaulan dan lifestyle . Namun, nan perlu diketahui bahwa satu hal nan membedakan gangguan mental dari faktor keturunan dengan faktor lingkungan yaitu gangguan jenis keturunan akan muncul pada usia eksklusif dan gangguan ini sangat sulit disembuhkan.

Tetapi, gangguan nan disebabkan oleh faktor lingkungan pada umumnya dapat disembuhkan, yaitu dengan terapi dan perhatian penuh dari keluarga dan dengan mengingat Allah. Karena umumnya penderita gangguan sebab faktor fenotip ini menimpa orang-orang nan sudah sangat ringkih imannya dan jauh dari mengingat Allah.



Pandangan Islam tentang Gangguan Jiwa

Tidak jauh berbeda dengan definisi dari segi psikologi, di dalam pandangan Islam, gangguan mental juga dinilai sebagai keadaan dimana seseorang atau penderita sudah tak bisa berinteraksi dengan lingkungan. Berdasarkan sebuah hadis nan diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Ali bin Abu Thalib, bahwa Nabi Muhammad Saw bersabda:

"Telah diangkat pena (beban hukum) dari tiga golongan: dari orang gila hingga sembuh, dari orang nan tidur hingga ia bangun, dari anak-anak hingga balig".

Hadis di atas menjelaskan bahwa seseorang nan mengalami gangguan mental akan terlepas dari beban hukum dalam artian, perbuatannya tak dicatat sebagai dosa sebab apa nan ia perbuat itu dalam keadaan tak sadar. Karena di dalam Islam, suatu perbuatan nan dilakukan dalam keadaan sadar maka akan mendapatkan balasan sinkron dengan jenis amalannya.

Untuk amalan baik dan kebajikan maka akan berbuah pahala, sedangkan buat amalan jelek akan berbunga dosa. Jadi, kalau buat kasus seseorang nan mengalami gangguan ringan seperti kleptomania nan suka mengutil barang-barang milik orang lain, perbuatannya tersebut dicatat sebagai dosa sebab pelaku ialah seorang nan normal dan melakukan aksi mengutil tersebut dalam keadaan sadar.

Senada halnya dengan maraknya kasus korupsi nan banyak dipraktikkan oleh pejabat negeri. Hal ini sudah sangat jelas bukan bagian dari gangguan jiwa, tapi gangguan nurani alias menzalimi diri sendiri serta rakyat kecil nan mereka pimpin. Di dalam Al-Qur'an, Allah berfirman nan artinya:

"Demi jiwa dan kesempurnaan (ciptaan)-Nya. Allah menghilangkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaan. Sesungguhnya beruntunglah orang nan melakukan proses tazkiyah (pembinaan takwa) dalam dirinya, sebaliknya merugilah orang-orang nan mengotori jiwa (mengikuti hawa nafsu dalam pembinaan jiwanya) atau tadsiyat al nafs."

(Q.S.Asy Syamsu: 7-10).

Berdasarkan ayat tersebut, Allah menekankan kepada kaum muslim agar mengisi jiwa dengan iman dan takwa. Karena di dalam Islam, pembinaan dan pengembangan jiwa nan sahih akan mewujudkan kondisi kesehatan jiwa nan baik. Jiwa nan higienis dari hawa nafsu sejatinya akan terisi oleh iman dan takwa nan akan berbuah kesehatan secara mental. Iman dan takwa memiliki relevansi nan sangat erat dengan masalah kejiwaan.

Di dalam Islam, definisi psikologi itu ialah iman dan takwa nan merupakan kunci kesehatan mental nan sesungguhnya bagi manusia. Sekarang nan menjadi pertanyaan bagi kita, apakah pernah ditemukan seorang nan beriman dan ibadahnya baik tapi gila?

Justru sebaliknya, seorang nan imannya ringkih dan jauh dari petunjuk Allah-lah nan lebih banyak mengalami tekanan mental serta kegilaan. Sudah sangat banyak contohnya nan dapat kita lihat di dalam kehidupan sehari-hari. Tidak dapat dipungkiri, masalah ekonomi atau bisnis nan bangkrut menjadi penyebab generik munculnya depresi, stres, dan pada akhirnya berujung dengan gangguan kejiwaan sebab tak siap menerima takdir dan ujian hayati nan Allah berikan.

Semoga kita termasuk ke dalam golongan orang nan senantiasa mengingat Allah, semoga rahmat-Nya menjauhkan kita dari hal-hal jelek nan berdampak pada kesehatan mental. Hormatil dan bantulah penderita gangguan jiwa. Teguhkan iman dan takwa, itulah kuncinya.