Kartun Muslim Tinjauan Politis
Kartun muslim dapat Anda pahami sebagai, kartun nan dibuat oleh kaum Muslim, atau kartun nan berkaitan dengan global muslim. Menjelaskan keberadaan simbol Islam dan lebih tegas lagi membidik cara pandang sang kartunis tentang agama Islam, dalam hal ini kita dapat kategorikan bahwa kartun muslim merupakan wilayah budaya. Wilayah khazanah nan memperkaya umat Islam, atau bahkan menjadi masalah dalam global Islam.
Kartun muslim akan selalu menjadi hal kontroversial. Tidak bermasalah di satu sisi, akan dipermasalahkan pada sisi lainnya. Maka perhatikanlah mana nan lebih reasonable . Kartun muslim mana nan lebih beralasan dan Anda dapat pahami, tak hanya dengan pikiran Anda nan merupakan anugerah Allah SWT, melainkan juga hati Anda, nan juga anugerah Allah SWT.
Secara dogmatis Islam itu merupakan agama nan mengarahkan pemeluknya terhadap banyak hal detail dalam hayati manusia, berkaitan tentang moralitas antar sesamanya, maupun moralitas pribadi. Moralitas pribadi itu diharapkan suatu perasaan kondusif dan nyaman dari diri manusianya, terjaga dari maksiat, terhindar dari keburukan, dan atau agresi aura negatif nan muncul dari perasaan insecure . Karena tujuan manusia beriman ialah ber-Islam, sedang tujuan orang ber-Islam ialah berihsan, dan tujuan ihsan ialah insan kamil nan muthmainah, manusia paripurna nan tenang jiwanya. Apakah gambar kartun muslim itu akan menjadi penghalang dari tujuan dien Islam? Dari sinilah kita berupaya memahami banyak hal.
Pertama dengan menyimak pada qiyas hadis nan dijadikan sandaran pelarangan gambar, termasuk gambar kartun muslim, sebagai berikut:
Seorang laki-laki datang kepada Ibnu ‘Abbas, lalu katanya, “Sesungguhnya saya menggambar gambar-gambar ini dan saya menyukainya”. Ibnu ‘Abbas segera berkata kepada orang itu, “Mendekatlah kepadaku”. Lalu, orang itu segera mendekat kepadanya. Selanjutnya, Ibnu ‘Abbas mengulang-ulang perkataannya itu, dan orang itu mendekat kepadanya. Setelah dekat, Ibnu ‘Abbas meletakkan tangannya di atas kepala orang tersebut dan berkata, “Aku beritahukan kepadamu apa nan pernah saya dengar. Aku pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda, ‘Setiap orang nan menggambar akan dimasukkan ke neraka, dan dijadikan baginya buat setiap gambarnya itu nyawa, lalu gambar itu akan menyiksanya di dalam neraka Jahanam”. Ibnu ‘Abbas berkata lagi, “Bila engkau tetap hendak menggambar, maka gambarlah pohon dan apa nan tak bernyawa” (HR Muslim).
Dua Pihak Antagonis Terkait Kartun Muslim
Tidak ada konsekuensi sosial dari hadis di atas, dalam artian konsekuensinya kelak di hari akhir. Namun perlu di cermati pula jawaban dari hadis tersebut ternyata terbagi dua, dan membelah antara mereka nan membolehkan gambar kartun muslim dengan nan meniadakan gambar kartun muslim. berikut kedua pihak nan antagonis dalam memahami kartun muslim:
Pihak pertama mereka nan disebut sebagai tekstulist . Pihak pertama ini dengan tegas mengharamkan semua bentuk gambar, apa pun jenisnya. Gambar kartun muslim nan seperti apa nan diharamkan? Gambar kartun muslim seperti komik, ilustrasi, kartun, wayang, fotografi, sketsa, denah, peta, dan semua nan dikategorikan sebagai gambar protesis manusia. Bahkan sebagian anggota pihak pertama ini ada nan beranggapan lebih ekstrim lagi. Mereka berpendapat bahwa foto nan didapatkan dari jepretan kamera merupakan sesuatu nan najis dan haram. Berdasarkan dari asumsi tersebut, otomatis gambar nan ada dalam televisi, video player, kamera video, dan alat forografi lainnya nan menghasilkan gambar juga haram hukumnya.
Pihak kedua, sangat bertolak belakang dari pendapat pihak pertama, sebab justru memanfaatkan pesona gambar termasuk kartun muslim sebagai bagian dari kekayaan intelektual manusia nan tak harus dipandang sebagai ancaman pada iman. Bahkan jika perlu dimanfaatkan baik, hingga muncul seni semacam kartun muslim. Malah mereka berpandangan lain bahwa gambar termasuk bentuk patung tiga dimensi. Sehingga dalam pandangan mereka, hadis ini diterjemahkan menjadi:
“ Siapa nan membuat patung dari makhluk bernyawa di global ini, maka dia akan diminta buat meniupkan ruhnya kepada patung itu di hari akhir ”
Sehingga jelas nan dimaksud gambar dalam hal ini ialah berhala nan waktu itu memang sesembahan orang nan tak beriman kepada Allah Swt, alias orang Kafir. Bahkan ada pandangan bahwa, hukum itu berlaku pada konteks masanya, nan disebut dengan maqoshid syariah, serta tak terikat pada masa mendatang, ini di dasarkan pada hadis:
Dari ‘Ali ra, ia berkata, “ Rasulullah Saw sedang melawat jenazah, lalu beliau berkata, ‘Siapakah di antara kamu nan mau pergi ke Madinah, maka janganlah ia membiarkan satu berhala pun kecuali dia menghancurkannya, tak satupun kuburan kecuali dia ratakan dengan tanah, dan tak satupun gambar kecuali dia melumurinya?’ Seorang laki-laki berkata, ‘Saya, wahai Rasulullah.’ ‘Ali berkata, “Penduduk Madinah merasa takut dan orang itu berangkat, kemudian kembali lagi. Lelaki itu berkata, ‘Wahai Rasulullah, tak saya biarkan satu berhala pun kecuali saya hancurkan, tak satupun kuburan kecuali saya ratakan, dan tak satu pun gambar kecuali saya lumuri’. Rasulullah bersabda, ‘Barangsiapa kembali lagi membuat sesuatu dari nan demikian ini, maka berarti dia telah kafir terhadap apa nan diturunkan kepada Muhammad Saw ’” (HR Ahmad dengan isnad hasan).
Secara kontekstual hadis pelarangan gambar atau patung ditujukan kepada sesembahan orang kafir pada masa Arab Jahiliyah. Konteks kekafiran itulah nan coba dijelaskan dengan hadis nan tak berimplikasi pada hukum sosial di atas. Dalam arti tak ada sanksi bagi mereka nan menyimpan gambar atau menjual gambar diantara orang muslim termasuk membuat kartun muslim, selain sanksi psikologis akan adanya sanksi berat di hari akhir.
Tidak pernah dicontohkan dalam sejarah seseorang diajukan pada pengadilan Islam sebab menggambar kartun muslim. Bahkan bila disimak hadis ini akan semakin jelas, mengapa kartun muslim itu boleh saja, sebab ada konteks ‘medium karya’ nan pemanfaatannya berbeda dengan apa nan telah disampaikan sebagai media nan dilarang. Dari Aisyah radhiallahu ‘anha beliau r.a berkata:
“ Aku pernah bermain dengan (boneka) anak-anak perempuan di dekat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dan saya mempunyai teman-teman nan biasa bermain denganku. Apabila Rasulullah shallaallahu’alaihi wa sallam masuk, mereka bersembunyi dari beliau. Sehingga beliau memanggil mereka supaya bermain bersamaku” (HR. Al-Bukhari no. 5665 dan Muslim no. 4470)
Konteks boneka nan merupakan mainan anak-anak tak dipandang sebagai berhala. Oleh sebab itulah, segala macam karya seni termasuk kartun muslim pun tak semestinya dilarang, berdasarkan pemahaman konstektual di atas. Lalu bagaimana dengan konteks patung Landmarkyang diruntuhkan di Purwakarta? Jelas itu tindakan nan berlebihan. Jika konteks Landmark dilarang, maka setidaknya bagi mereka nan menghancurkan patung itu perlu pula menghancurkan semua gambar-gambar kartun muslim nan tersebar di pelbagai media muslim, jika dihitungi dari sisi adilnya.
Kartun Muslim Tinjauan Politis
Sesuatu nan menjadikan masalah kontemporer, bukanlah perkara gambar atau kartun muslim itu sendiri. Tapi betapa kartun muslim dengan label muslim di gunakan buat permasalahan pemihakan politis terhadap suatu kubu dan kaum. Kartun muslim memang seni, kartun muslim nan selaiknya menampilkan seni berkhazanahkan nilai-nilai Islam sebagaimana karya para ulama pendakwah Islam, semisal wayangnya para Wali Songo di Jawa. Malah digunakan buat alat legitimasi politik, tentu saja kartun muslim pun juga dapat demikian.
Orang muslim ialah mereka nan berat sebelah kepada suatu kelompok kepentingan eksklusif nan disebut sebagai kelompok harokah muslim fulan, dan kelompok harokah fulan nan lain. Simbol muslim terdapat dalam kartun muslim, semisal sajadah, jilbab, sorban, kopiah, namun berkontekskan kudeta politik, semisal nan terdapat dalam kartun muslim di media massa terbitan Arab. Membuat para pemikir Islam perlu merumuskan apakah kartun muslim itu cukup disebut kartun wal muslim wal muslimat saja, yakni kartun nan dibuat orang Islam.
Tanpa harus dilabeli oleh bebanan muslim. Agar terhindar dari penyelewengan nilai-nilai kebaikan demi tujuan politis nan sesaat. Memang orang Islam bebas dan halal buat berpolitik, namun jangan membawa dan merendahkan dan mengklaim paling Islam satu dari nan lain. Karena semua sama-sama belajar, berusaha, dan berlomba dalam kebaikan. Perkara evaluasi muslim atau tidak, termasuk diharamkannya atau tak kartun muslim, kita sama-sama simak kelak di hari Mashyar sambil khauf dan rajaa, wallahu a’lam.