Raja-Raja dalam Silsilah Kerajaan Pajajaran

Raja-Raja dalam Silsilah Kerajaan Pajajaran

Untuk mengenal sejarah Kerajaan Pajajaran, sebaiknya dimulai dengan memahami silsilah Kerajaan Pajajaran . Mulai dari kerajaan tersebut berdiri hingga mengalami keruntuhan. Sebagai bangsa Indonesia patutlah sekiranya kita mengetahui sejarah kehidupan berbangsa di negara ini ratusan tahun nan lalu. Di mana, keadaan kehidupan bermasyarakatnya masih dalam sistem kerajaan.

Tiap-tiap pulau niscaya memiliki kerajaan dengan raja-raja nan berwenang memerintah daerah-daerah kekuasaannya. Contohnya ialah kerajaan di Jawa Barat, dalam hal ini Kerajaan Pajajaran .



Sejarah Berdirinya Kerajaan Pajajaran

Kerajaan Pajajaran ialah satu kerajaan dari silsilah kerajaan nan pernah ada di Jawa Barat setelah runtuhnya Kerajaan Sunda, Kerajaan Galuh, Kerajaan Kawali, dan Kerajaan Tarumanegara. Kerajaan Pajajaran sendiri ialah kerajaan Hindu nan pusat pemerintahannya diperkirakan beribukota di Pakuan (Bogor), Jawa Barat.

Dalam peninggalan naskah-naskah kuno, Kerajaan Pajajaran disebut juga dengan Negeri Sunda, Kerajaan Pasundan, atau disebut juga dengan nama Kerajaan Pakuan Pajajaran sinkron nama lokasi kerajaan ini berada. Berdasarkan prasasti Shangyang Tapak, silsilah Kerajaan Pajajaran dimulai pada tahun 923 nan didirikan oleh Sri Jayabhupati.

Lambang kerajaan ini disimbolkan dengan gambar harimau putih. Nama Pakuan Pajajaran sendiri memiliki sejarah awal mulanya, di antaranya sinkron dengan nan tersebut dalam naskah antik Waruga Guru (1750-an) nan menyebutkan bahwa di sekitar lokasi Kerajaan Pajajaran terdapat banyak pohon paku jajar.

Kemudian, K.F Holle De Batoe Toelis Te Buitenzorg menyebutkan bahwa di dekat Kota Bogor terdapat kampung dan sungai nan bernama Cipaku. Di sekitarnya banyak ditumbuhi tanaman pohon paku nan tumbuh berjejeran. Jadi, nama Pakuan tersebut tak terlepas dari adanya kampung dan sungai Cipaku serta tanaman pohon paku tersebut.

Selanjutnya, G.P Rouffaer dalam Encyclopedie Van Niederlandsche Indi , edisi Stibbie tahun 1919 menyebutkan bahwa kata Pakuan mengandung makna ‘paku’. Namun bukan paku dalam arti benda pertukangan melainkan paku nan diartikan sebagai paku jagat nan melambangkan pribadi raja .

Pakuan menurut Rouffaer berarti maha raja, sedangkan pajajaran artinya berdiri sejajar atau seimbang. Berdiri sejajar atau seimbang di sini maksudnya ialah berdiri sejajar dengan Kerajaan Majapahit. Jadi bisa ditarik konklusi bahwa maharaja berdiri sejajar dengan maharaja Majapahit.

Lain halnya dengan R.Ng. Poerbatjaraka dalam De Batoe Toelis bij Buitenzorg menyebutkan bahwa kata pakuan berasal dari kosakata Jawa, ‘pakwan’ nan artinya kemah atau istana. Namun lidah orang Sunda menyebutnya dengan kata pakuan. Arti dari pakwan atau pakuan itu sendiri ialah kemah atau istana. Jadi, bila dirangkai maka pakuan pajajaran berarti istana nan berdiri berjajar.

Terakhir, Hantendam dalam Verkenningen Rondom Pajajaran menyebutkan bahwa pengertian pakuan ada hubungannya dengan tonggak nan terpasang di sebelah Prasasti Batu Tulis sebagai tanda kekuasaan. Menurut Hantendam, pakuan bukanlah nama melainkan kata benda generik nan berarti ibu kota dan harus dibedakan dari keraton.

Sedangkan kata pajajaran diadaptasi dari keadaan topografi Kerajaan Pajajaran, di mana tidak jauh dari lokasi kerajaan terdapat Sungai Ciliwung dan Cisadane nan mengalir sejajar.

Silsilah Kerajaan Pajajaran tak terlepas dari prasasti-prasasti nan membuktikan keberadaan Kerajaan Pajajaran di Indonesia. Di antara Prasasti nan ditemukan antara lain sebagai berikut.



Prasasti Rakryan Juru Pangambat (923 M)

Prasasti ini menggunakan bahasa Jawa antik bercampur dengan bahasa Melayu. Prasasti Rakryan Juru Pangambat ini memuat tentang pengembalian kekuasaan Raja Pajajaran (Prediksi para pakar mengatakan bahwa kemungkinan besar Kerajaan Pajajaran pernah dikuasai oleh kerajaan-kerajaan di Jawa Timur atau Sriwijaya).



Prasasti Horen (berasal dari Majapahit)

Prasasti ini menyebutkan bahwa penduduk di Kampung Horen sering terganggu oleh gangguan musuh dari arah barat. Musuh nan dimaksud dalam prasasti ini disinyalir ialah Kerajaan Pajajaran.



Prasasti Citasih (1030 M)

Prasasti ini dibuat berdasarkan perintah Raja Maharaja Jayabhupati. Tujuannya buat memperingati bangunan Sang Hyang Tapak sebagai tanda terima kasih kepada rakyat nan telah memenangkan perang melawan Swarnabhumi.



Prasasti Astanagede (di Kawali, Ciamis)

Prasasti ini diketahui sebagai pernyataan perpindahan pusat pemerintahan dari Pakwan (Pakuan) Pajajaran ke Kawali.



Raja-Raja dalam Silsilah Kerajaan Pajajaran

Dalam sejarahnya, Kerajaan Pajajaran memiliki beberapa orang raja nan sempat bertahta. Urutan raja-raja nan memimpin mulai dari awal hingga runtuhnya kerajaan ini ialah sebagai berikut.



Prabu Siliwangi (1482-1521)

Prabu Siliwangi diangkat sebagai raja Kerajaan Pajajaran ketika usianya tak muda lagi yaitu ketika usianya 81 tahun. Penobatan dirinya sebagai raja dilakukan dua kali. Yang pertama ia dinobatkan sebagai penguasa Galuh dan diberi gelar kehormatan Ratu Purana Prebu Guru Dewaparanata.

Sedangkan buat penobatan nan kedua ia diberi gelar kehormatan Sri Baduga Maharaja Ratu Haji di Pakuan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata. Dari pernikahannya, diketahui bahwa ia mewariskan 13 orang anak nan rata-rata keseluruhannya menjadi raja di tanah Pasundan .

Di saat pemerintahannya, Kerajaan Pajajaran mengalami kejayaan. Kehidupan sosial ekonomi rakyatnya cukup sejahtera sehingga Pakuan sebagai ibukota pemerintahannya mengalami perkembangan dari waktu ke waktu.

Sebagai seorang raja nan bertahta pertama kali di Kerajaan Pajajaran, ia mengeluarkan kebijakan nan bertujuan buat melindungi Kerajaan Pajajaran dari agresi musuh. Caranya, ia membangun parit sepanjang 3 kilometer di sekitar kerajaan. Lalu tanah residu galian parit dijadikan bahan buat membuat benteng.

Ia juga membangun sebuah telaga besar di hulu Sungai Ciliwung nan dinamakan Sang Hyang Telaga Rena Mahawijaya. Karena prestasi kepemimpinan Prabu Siliwangi nan memberi pengaruh positif buat rakyatnya, ia menjadi sosok raja nan dicintai dan dikagumi rakyatnya. Prabu Siliwangi mengakhiri masa pemerintahannya sebab meninggal global pada 15 Desember 1521 dalam usia 120 tahun.



Prabu Suriwisesa (1521-1535)

Sepeninggal Prabu Siliwangi, pemerintahan Kerajaan Pajajaran digantikan oleh Prabu Suriwisesa nan tak lain ialah salah satu putra Prabu Siliwangi. Acara penobatan Suriwisesa sebagai raja dihadiri oleh utusan Portugis dari Malaka yaitu Hedrique de Leme. Kedatangan de Leme ialah buat menyerahkan hadiah titipan Alfonso d’ Albuqueque sebagai tanda persahabatan.

Seperti Ayahnya, Prabu Suriwisesa ialah raja nan sangat berani. Untuk kesekian kalinya Kerajaan Pajajaran menjalin kerjasama dalam bidang perdagangan dengan Portugis. Hal ini memancing kecemasan Sultan Trengganu (Sultan Demak III) sehingga pada tahun 1526 interaksi Pajajaran dan Cirebon memanas dan kerap berperang demi merebut kekuasaan wilayah di barat Jawa.

Namun, pada tahun 29 Juni 1531 tercapai kesepakatan perdamaian antara keduanya dengan ketentuan pelabuhan Kalapa dan Muara Jati diakui sebagai daerah kekuasaan Cirebon.



Prabu Ratu Dewata (1535-1543)

Setelah masa pemerintahan Prabu Suriwisesa berakhir, selanjutnya tahta diambil alih oleh Prabu Ratu Dewata nan merupakan anak dari Prabu Suriwisesa. Prabu Ratu Dewata terkenal sebagai panglima perang nan religius tapi kurang memahami seluk beluk politik. Karena itu, pada masa pemerintahannya, musuh semakin banyak berdatangan dan Kerajaan Pajajaran mulai terdesak.



Sang Ratu Saksi Sang Mangabatan (1543-1551)

Pemerintahan selanjutnya dilakukan oleh Sang Ratu Saksi Sang Mangabatan. Ia memerintah dengan kejam dan lalim. Pada masa pemerintahannya itulah nama baik Kerajaan Pajajaran tercoreng dengan ulah buruknya seperti merampas harta rakyat, menghina pendeta, dan melakukan skandal dengan ibu tirinya sendiri.



Prabu Nilakendra (1551-1567) dan Prabu Seda/Raga Mulya (1567-1579)

Pada masa pemerintahan dua raja inilah Kerajaan Pajajaran mengalami keterpurukan. Berulang kali kalah dan akhirnya runtuh.

Itulah silsilah Kerajaan Pajajaran nan dapat kita pelajari. Semoga menjadi surat keterangan nan bermanfaat.