Hidup di Luar Angkasa, Solusi Ketika Bumi Binasa
Para pencinta film fiksi futuristik seperti Star Wars atau Star Trek , niscaya familiar dengan adegan ketika manusia dapat hayati di luar angkasa. Bercakap-cakap dan beraktivitas layaknya di Bumi tanpa menemukan kendala. Seakan-akan film tersebut menyampaikan pesan bahwa luar angkasa dengan jutaan planetnya bisa jadi loka hayati bagi manusia, suatu hari nanti.
Hidup di Luar Angkasa, Perburuan Tanpa Henti
Memang, film mengenai manusia nan dapat hidup di luar angkasa, semuanya murni bersifat fiksi. Hasil khayalan pembuat film atau penggagas ceritanya, dan belum jadi kenyataan. Teknologi nan ada kini masih sangat jauh kemampuannya buat melacak jejak kemungkinan manusia dapat hayati di luar angkasa.
Namun, hasrat manusia agar dapat hayati di luar angkasa tidak pernah padam. Sejak keberhasilan Apollo 11 mendaratkan tiga astronot berkebangsaan Amerika yaitu Neil Armstrong, Edwin Aldrin, dan Michael Collins di bulan, manusia semakin konfiden bahwa hayati di luar angkasa bukan lagi jadi impian. Tidak sekarang, tapi beberapa dasa warsa ke depan, impian itu dapat jadi nyata.
Amerika dengan NASA-nya pun jadi pionir dalam merentas impian besar umat manusia tersebut. Impian buat dapat hayati di luar angkasa. Tanggal 16 Juli 1969 (tanggal Apollo 11 mendarat di bulan) jadi tonggak krusial bagi perburuan berbagai bangsa buat mencari planet lain nan mana manusia dapat hayati di sana. Nyaman dan kondusif bagi kelangsungan spesies homo sapiens .
Perburuan nan merangsang berbagai negara seperti Rusia, negara-negara maju di Eropa, Cina dan Jepang buat rembug serta. Bukan hanya menempa para astronot mereka agar semakin mahir buat hayati di luar angkasa, tapi juga mengembangkan penelitian canggih nan memungkinkan manusia membuat pesawat jelajah. Pesawat nan bisa mengantarkan manusia mencari dan menemukan planet layak hayati seperti bumi.
Tempat Hayati Manusia di Luar Angkasa
Lalu, dari penelitian nan telah dilakukan selama ini, apa saja loka hayati nan layak bagi manusia di luar angkasa? Dan seberapa besar kemungkinan manusia dapat membangun koloninya?
Kiranya, Planet Mars nan dianggap punya syarat paling lengkap bagi kelangsungan hayati manusia. Karenanya, sangat beralasan jika NASA selama beberapa dasa warsa ini memfokuskan penelitiannya ke planet merah ini. Walau mayoritas permukaannya ialah padang gersang nan tandus, tetapi beberapa inovasi terbaru memberikan asa akan adanya tanda-tanda makhluk hayati atau kehidupan di Mars.
Bukti-bukti itu ialah adanya jalur sungai kering, es di kutub, dan gunung berapi serta mineral. Bahkan pada 2008, Phoenix Mars Lander, robot nan dikirim ke Mars mengirimkan foto-foto nan diperkirakan merupakan unsur-unsur tanah, bahan primer bagi kehidupan makhluk hidup. Sedangkan di atmosfer Mars, juga ditemukan metana, salah satu unsur krusial di udara nan memungkinkan makhluk hayati dapat berdiam di sana.
Semua bukti ini meyakinkan para ilmuwan luar angkasa buat terus menemukan makhluk hayati nan mungkin bersembunyi di sana. Atau menemukan suatu wilayah nan ramah terhadap kelangsungan makhluk hidup. Mars jadi incaran primer planet masa depan kehidupan manusia. Hanya saja, krusial buat diingat bahwa menjadikan Mars sebagai hunian kedua setelah Bumi, masih jauh dari kenyataan.
Secara umum, planet ini bukankah loka ideal bagi kehidupan. Selain belum ditemukannya air dalam jumlah nan cukup bagi kelangsungan makhluk hayati seperti manusia, suhu ekstrem pun jadi faktor penghalang. Siang hari di Mars, udaranya begitu panas. Berkali lipat taraf teriknya daripada gurun di Bumi, sedangkan pada malam hari, suhu nan dingin mengalahkan kutub utara dan selatan Bumi.
Kondisi ini membuat sebagian ilmuwan mengemukan pandangan pesimis. Mars bukanlah planet hayati seperti Bumi. Kalau pun ditemukan tanda-tanda kehidupan, mereka menilai itu hanyalah sisa-sisa dari kehidupan masa lalu. Kehidupan tingkah rendah (mikroorganisme). Sederhananya, mereka menyimpulkan bahwa Planet Mars telah mati.
Selain Mars, ada berapa planet atau benda angkasa lain nan punya peluang jadi loka hayati manusia masa depan. Di antaranya ialah Europa dan Callisto (kedua-duanya merupakan bulan dari Planet Jupiter), Titan dan Enceladus (bulan-bulan di Planet Saturnus), Exoplanet (planet nan berada di luar galaksi Bima Sakti), dan Nebula Orion (bibit bintang di galaksi Bima Sakti).
Tempat-tempat nan diperkirakan memiliki kehidupan atau layak bagi hidup manusia tersebut, sifatnya masih di atas kertas (asumsi). Para ilmuan hanya memperkirakan dari data-data nan diperoleh melalui pencitraan pesawat spesifik atau teropong bintang. Tentu saja, data-data ini masih jauh taraf akurasi kebenarannya. Teknologi luar angkasa nan saat ini ada, belum mampu menyajikan data hasil dari observasi langsung.
Secara teoritis, planet atau benda angkasa nan dapat jadi loka hayati manusia haruslah mengandung senyawa organik, air, metana dan karbondioksida di atmosfernya. Ini ialah elemen kunci bagi terselenggaranya kehidupan seperti di Bumi. Meskipun perburuan menemukan loka hayati selain Bumi masih sangat panjang, tapi semangat itu tak hilang. Para fisikawan terbaik global terus melakukan penelitian dan menemukan berbagai teori dan teknologi nan mampu mengantarkan manusia agar leluasa menjelajahi ruang angkasa ini.
Hidup di Luar Angkasa, Solusi Ketika Bumi Binasa
Menekuni upaya mencari loka hayati selain Bumi, tentunya menimbulkan pertanyaan, buat apa semua itu dilakukan? Apakah hanya sekadar ego dari negeri Paman Sam (Amerika Serikat) dalam menunjukkan superioritasnya di antara negara-negara lain di dunia? Atau sebab Bumi suatu saat nanti diperkirakan akan binasa sehingga perlu mencari loka hayati bagi manusia sebelum Bumi ini musnah?
Kemungkinan jawaban pertama, yaitu menunjukkan superioritas Amerika Serikat, ada benarnya. Terutama ketika Presiden Amerika Serikat, Ronald Reagan pada 23 Maret 1983 menyetujui berlangsungnya proyek Strategic Defense Initiative (SDI). Proyek ini kemudian memicu perlombaan senjata sistem antirudal di angkasa antara Amerika Perkumpulan dan Rusia, hingga melahirkan istilah Perang Bintang ( Star War ). Jadi, tujuan utamanya bukan pada usaha mencari loka hayati selain Bumi, tetapi lebih sebab kepentingan politik.
Namun, semenjak keruntuhan Uni Soviet pada 25 Desember 1991, NASA sebagai forum antariksa Amerika Perkumpulan masih terus melakukan riset mencari loka hayati selain Bumi. Kira-kira apa nan menyebabkan forum antariksa tercanggih di global itu terus bekerja? Kali ini, kemungkinan alasannya ialah murni darma bagi ilmu pengetahuan ( science ).
Melihat kerusakan ekosistem di Bumi nan makin hari makin memprihatinkan, tak menutup kemungkinan loka hayati manusia ini suatu saat akan binasa. Bumi nan ramah bagi kelangsungan hayati manusia, cepat atau lambat akan jadi musuh nan kejam.
Perubahan cuaca nan tidak menentu, naiknya air bahari secara signifikan tiap tahunnya, dan bala alam nan makin sering terjadi, ialah tanda-tanda Bumi sudah sakit. Jika tidak diantisipasi dengan mencari loka lain nan memungkinkan manusia dapat hayati seperti di Bumi, maka spesies manusia akan musnah.
Selain itu, ada alasan lain nan termasuk kontroversial. Dibantah oleh para ilmuan, tapi diyakini sebagian masyarakat dunia. Alasan itu ialah Bumi akan mengalami kerusakan parah dan hayati umat manusia terancam kelangsungannya. Itu sebab kehadiran dari Planet Nibiru (Planet X), yakni planet nan digembar-gemborkan pada 21 Desember 2012 akan memasuki lintasan orbit Bumi dan saling 'bertabrakan'.
Walaupun 'tabrakan' ini tak memusnahkan seluruh manusia, tapi diperkirakan hanya menyisakan 1/3 umat manusia nan hidup. Ini sebab ketika Nibiru memasuki Planet Bumi, maka akan menimbulkan gempa bumi terdahsyat dalam sejarah manusia modern, menciptakan gelombang tsunami raksasa, dan menenggelamkan banyak loka di dunia. Inikah akhir dari dunia? Dan sebab itukah NASA keukeuh mencari planet lain bagi loka hayati manusia?
Tidak ada nan tahu niscaya jawabannya dalam hayati ini. Tapi, jika dikatakan bahwa Bumi sudah semakin rusak, itu ada benarnya. Pencerahan dan tindakan menjaga Bumi dari kerusakan nan lebih parah, jauh lebih penting. Save our planet ! Inilah nan harus dilakukan umat manusia, daripada sibuk mempersoalkan urusan 'kiamat' sebab kehadiran Planet Nibiru.