Langkah-Langkah Membuat Resensi Karya Nonfiksi
Pengetahuan nan Banyak
Resensi non fiksi itu tentu berbeda dengan resensi karya fiksi. Format resensi mungkin sama, tetapi isi berbeda. Pada resensi fiksi, terkadang isinya malah seperti sinopsis karya fiksi tersebut. Tetapi kalau resensi karya non fiksi ini terkait erat dengan topik nan berarti bidang keilmuan nan dibahas di karya tersebut. Apapun ditelaah termasuk layout, gambar sampul, jenis kertas, dan bahkan editing juga dicermati. Terutama buat keilmuan nan dibahas, kritik dapat sangat tajam.
Adanya disparitas pandangan dan teknik analisis suatu bidang, membuat resensi karya non fiksi ini menjadi sangat dinamis. Terkadang peresensi hingga memberikan catatan spesifik bagi siapa nan seharusnya membaca karya tersebut. Kalau dikira cukup membahayakan khalayak awam, maka catatannya ialah kalau karya tersebut sebaiknya dibaca orang orang nan telah mempunyai latar belakang keilmuan nan seperti ini dan nan seperti itu. Atau dapat juga peresensi menyarankan agar karya itu hanya dibaca oleh orang-orang dengan usia tertentu.
Bila dalam satu karya itu ada bahaya nan sangat vulgar, maka peresensi juga dapat mengungkapkannya. Hal ini dilakukan dengan asa bahwa calon pembeli tak akan kecolongan ketika benar-benar telah membeli buku tersebut. Jangan sampai mereka hanya terpesona oleh sampul nan menawan dan sinopsis nan padat berisi serta pernyataan orang terkenal mengenai buku tersebut. Bagaimanapun, suatu karya itu bukan hanya buat dinikmati namun sebagai bagian dari surat keterangan nan penting.
Kalau surat keterangan nan disajikan malah tak memberikan informasi nan benar, buat apa membacanya. Kalau dirasa banyak informasi nan mengada-ada dan malah tak ada rujukannya, orang akan mulai berpikir jangan-jangan sang penulisnya bukan orang nan sangat paham dengan ilmu nan ada di dalam bukunya. Ada kejadian malah nama penulis merupakan nama pena dan penulis sesungguhnya ialah pihak penerbit sendiri.
Isi buku hanyalah hasil dari comotan dari satu sumber ke sumber lainnya. Lalu buku seperti ini dijual dengan harga miring dan diharapkan hanya memberikan laba secara finansial saja. Sungguh tak dapat dipertanggungjawabkan buku seperti ini. Lebih menyedihkan lagi kalau ternyata ada resensi tentang buku ini nan dibuat oleh penulisnya sendiri dengan nama nan lain lagi. Tidak ada nan tak mungkin di global bisnis.
Buku nan tertampang menjadi best seller pun terkadnag bukan sebab dibeli oleh banyak orang, melainkan sebab penulisnya sendiri nan membeli buku tersebut di toko buku besar. Lalu dengan jumlah penjualan tertentu, buku tersebut dikategorikan sebagai buku laris. Penulis dengan santainya mengatakan bahwa hal tersebut merupakan startegi pasar. Ia akan mendapatkan diskon 20% dari toko ditambah diskon lagi sebagai pelanggan tetap toko tersebut.
Dengan potongan 30% ia menjual lagi buku itu ke kalangannya sendiri. Lalu kata ‘laris’ akan disematkan ke buku nan dibelinya sendiri itu. Bagi sebagian orang, taktik seperti ini hanyalah manipulasi nan tak perlu diikuti. Bagi sebagian orang nan lainnya, mereka berpendapat bahwa barang bagus itu harus banyak dibaca orang. Tidak sporadis orang tergoda membeli buku sebab dianggap sebagai buku laris atau buku best seller.
Akasi seperti ini memang banyak terjadi dan bukan misteri lagi. Namun, tak sedikit penulis nan menyerahkan penjualan bukunya kepada prosedur pasar saja. Mereka tak mau bukunya dimanipulasi dengan berbagai caara walaupun tak ada salahnya berbuat seperti itu. Kini tergantung dari mana memandang hal seperti ini. Mau menjual atau mau menunggu dan tak berbuat apa-apa. Untuk itulah resensi nan dilakukan oleh orang lain akan memberikan pandangan objektif terhadap buku tersebut.
Kualitas Peresensi
Peresensi nan juga seorang penulis buku dan novel, akan membuat satu resensi nan cukup berbobot. Ia tahu bagaimana menulis buku nan baik dan ia jug atahu bagaimana membuat novel nan menghibur namun masih memberikan nilai-nilai karakter nan baik. Pengetahuannya inilah nan akan memberikan satu pertimbangan nan sangat bagus terhadap suatu karya non fiksi nan diresensinya. Tidak banyak peresensi nan juga merupakan penulis serba bisa. Kalaupun ada, mungkin ia tak banyak menulis resensi.
Apakah tak hiperbola jika menganalogikan resensi dengan alat penimbang? Tentu saja tidak, Karena resensi sebagai ulasan dari sebuah buku bisa menunjukkan kekurangan sekaligus kelebihan kualitas buku tersebut. Pembaca menajdi tahu bagaimana menilai sebuah karya. Kalau hanya melihat dari satu sudut, terkadang ada hal-hal nan luput dari pandangan sehingga tak memberikan kesadaran pada pikiran dan jiwa.
Membuat resensi sebuah karya non fiksi itu lebih membutuhkan daya juang dari pada membuat resensi fiksi. Itu sebab resensi karya non fiksi mengulas sesuatu nan obyektif. Selain itu, komponen nan berada dalam resensi karya non fksi lebih kompleks ketimbang resensi fiksi. Sudut pandang keilmuan sangat kental. Itulah mengapa tak banyak orang nan mampu membuat resensi karya non fiksi. Kalau peresensi tak mempunyai latar keilmuan tentang bahan nan diulas, maka ia tidak dapat memberikan pandangan nan objektif terhadap karya itu.
Langkah-Langkah Membuat Resensi Karya Nonfiksi
Sebelum membuat resensi karya non fiksi, ada beberapa langkah nan dapat dilakukan sebagai bahan pertimbangan.
1. Baca dan pahami buku nan akan Anda resensi.
Memahami buku nan akan Anda resensi secara utuh terlebih dahulu ialah absolut sebelum membuat resensi karya nonfiksi. Jika resensi Anda didasarkan pada pemahaman nan sepenggal tentang buku tersebut, maka dengan mudah resensi nan Anda untuk akan terbantahkan.
2. Paparkan bukti diri fisik buku.
Bagian fisik buku nan perlu dicantumkan di antaranya ialah judul buku (Jika buku tersebut merupakan buku tejemahan. Lebih baik Anda cantumkan pula judul aslinya), penulis buku (Jika buku tersebut merupakan buku terjemahan, Anda harus mencantumkan penulis orisinil sekaligus penerjemahnya).
Jenis buku (buku fiksi berupa novel, puisi, kumpulan cerpen dan jenis karya tulis sastra lainnya ataukah buku nonfiksi berupa buku ilmiah, ilmu pengetahuan, dan buku umum), penerbit, cetakan dan tahun terbit, dan terakhir ialah tebal buku atau jumlah halaman.
3. Gambarkan isi buku secara holistik namun dengan sesederhana mungkin. Citra generik holistik buku meliputi maksud dan tujuan penulisan buku nan bisa Anda lihat pada halaman kata pengantar serta isi generik buku nan bisa Anda lihat sekilas dalam daftar isinya.
4. Kritisi bukti diri fisik buku.
Lakukanlah evaluasi buku tersebut secara fisik. Anda bisa memulainya dari desain grafis sampul, lay out atau format buku, redaksional atau penulisannya, kemudian pada lembar buku. Siapa tahu Anda menemukan salah cetak nan parah atau lay out buku nan memprihatinkan betul, maka stigma tersebut layak buat dimasukkan dalam resensi nonfiksi ini.
5. Ulas dan timbanglah kekurangan dan kelebihan kualitas isi buku.
Ulas beberapa unsur nan menonjol atau ingin Anda tonjolkan dalam buku tersebut. Unsur-unsur nan bisa Anda tilik dari buku tersebut semisal ialah keaslian gagasan, kebenaran, kebermanfaatan, kelangkaan pembahasan, gaya penyajian, kelihaian diksi, kelancaran pengungkapan, keandalan, kebaruan, kepaduan, kelogisan, keruntutan penyampaian, dan masih banyak lagi termasuk unsur ekstrinsik nan mempengaruhi Si Pengarang itu sendiri.
6. Ajaklah pembaca buat membaca atau tak membaca buku tersebut.
Di sinilah sebenarnya penyimpulan dari sebuah resensi karya nonfiksi, yakni menghimbau pembaca buat membaca atau tak membaca buku tersebut sekaligus memaparkan kepada mereka tentang kebermanfaatan dan argumentasinya.
Untuk membuat resensi non fiksi, ataupun resensi fiksi, Anda tak perlu mengkonfirmasi atau meminta perizinan pada penerbit maupun penulis buku nan bersangkutan. Biasanya penerbit atau penulis akan dengan bahagia hati mempersilahkan Anda buat melakukan hal tersebut. Hitung-hitung membantu promosi mereka juga dan Anda pun mendapat laba jika hasil resensi Anda dimuat di media.