Pesan Moral nan Disampaikan Dalam Cerita Film Garuda di Dadaku
Film Garuda Didadaku merupakan salah satu judul film nan menceritakan tentang perjuangan seorang anak buat dapat meraih cita-citanya menjadi pemain sepak bola kebanggaan Indonesia. Dia ingin menyematkan logo garuda dibajunya. Kebanggaan itupun nan terus menerus memotivasinya buat selalu berlatih, berlatih dan berlatih sepak bola.
Namun seperti film-film perjuangan lainnya, nan namanya perjuangan tak selalu mulus buat dijalani. Adakalanya seorang pejuang merasa letih dan putus harapan sebab Ia hanya anak kampung nan tak punya apa buat dibuktikan selain semangatnya nan menggebu-gebu.
Ia bersemangat menyumbang tenaganya pada global persepakbolaan Indonesia. Namun juga ada waktunya dia, dengan dukungan sahabat-sahabatnya tanpa kenal lelah terus mengasah kemampuannya mengolah sikulit bundar, hingga impiannya kelak akan jadi kenyataan.
Garuda Didadaku - Sebuah Film Karya Anak Bangsa
'Garuda Didadaku', begitulah judul film ini. Film ini pertama kali tayang pada pertengahan tahun 2009. Disutradarai Ifa Ifansyah ,film tentang perjuangan seorang anak dalam mewujudkan cita-citanya menjadi pemain sepak bola ini menjadi "gandrung" ditengah-tengah himpitan film horor nan kurang mendidik.
Film ini dibintangi oleh Emir Mahira, seorang anak berusia 13 tahun nan rambutnya mirip dengan rambutnya Beckham waktu masih bermain di Manchester United. Film ini sendiri diproduseri oleh Shanty Hamayn. Pengisi soundtrack nya sendiri ialah grup musik netral.
Ada nan fenomenal menurut aku terhadap lagu ini. Entah siapa nan pertama sekali mecetuskan judul film tersebut. Apakah lebih dulu judul film dibuat atau soundtrack lagunya nan lebih dulu ada. Namun nan jelas sejak lagu ini dipopulerkan, ada gaung kecenderungan antara suporter pendukung Indonesia nan memadati setiap stadion-stadion nan menyelenggarakan pertandingan Timnas Indonesia.
Yel-yel "Garuda didadaku. Garuda Kebanggaanku. Kuyakin hari ini niscaya Menang" membahana diseantero negeri. Munculnya yel-yel dukungan buat Timnas ini sedikit banyak telah mengingatkan kita semua akan halnya nan tejadi pada klub-klub di Eropa nan banyak menciptakan yel-yel dukungan pada klub kesayangannya. Mereka para pendukung mengambil beberapa lirik lagu dari penyanyi-penyanyi atau grup band kenamaan Eropa.
Fenomena ini terus berlanjut hingga sekarang. Kendati film nya sendiri sudah hampir 3 tahun berlalu sejak penayangan perdananya dibioskop-bioskop Indonesia, hingga sekarang yel yel itu terus dinyanyikan oleh suporter Indonesia. Lagu tersebut seolah menjadi lagu wajib para pendukung tim sepakbola Indonesia.
Kembali kefilm nan dibuat oleh sineas Indonesia. Film itu merupakan sebuah film nan mengetengahkan potret kehidupan bangsa nan getol bermain sepak bola. Sebagai sebuah olahraga terpopuler di Indonesia, kegiatan bermain sepak bola mengisi hari-hari masyarakat Indonesia. Dari mulai gang-gang sempit hingga lapangan luas sejauh mata memandang, ditiap pojok kampung dan kota selalu saja ramai orang bermain sepak bola.
Karena fenomena inilah mungkin dibuatlah film Garuda Didadaku. Buat nan belum menonton, buruan dah tonton film nan satu ini. Dijamin Anda tak akan menyesal menyaksikannya.
Sinopsis Film Garuda Didadaku - Citra Perjuangan Menjadi Pemain Tim Nasional Indonesia
Film ini dibuat genrenya sebagai film keluarga nan bisa ditonton oleh siapapun,baik itu orang dewasa maupun anak-anak. Seperti nan sudah aku jabarkan pada pengantar artikel ini diatas, film ini bercerita tentang Bayu, seorang anak SD, nan mempunyai impian menjadi seorang pemain bola. Dia berharap bisa membela Tim Nasional Indonesia.
Bayu nan diperankan oleh Emir Mahira sudah mempunyai talenta bermain sepak bola dari ayahnya,yang dulu juga merupakan seorang pemain bola. Sayangnya, cita-cita Bayu menjadi pemain sepak bola itu ditentang oleh sang kakek. Kakek Bayu nan diperankan oleh Ikranagara lebih menginginkan cucunya mengikuti berbagai macam kursus dan fokus kependidikan demi masa depannya.
Hal ini kemudian diketahui bahwa sang kakek berlaku demikian kepada Bayu dengan alasan-alasan tertentu. Dulunya Ayah Bayu ialah seorang pemain sepak bola nan hebat. Namun ketika bermain, belaiu mengalami cedera berat hingga akhirnya tak mampu lagi bermain bola dan hanya memiliki masa depan sebagai seorang supir taksi. Impian menjadi seorang pesepakbola nan suksespun lenyap.
Oleh sebab itulah sang kakek melarang Bayu buat menjadi pemain bola. Kakek Bayu tak mau nasib nan sama menimpa Bayu, sang cucu nan Ia sayangi. Namun kendatipun telah mendengar cerita tentang ayahnya nan gagal jadi pemain bola, Bayu nan benar-benar mencintai sepak bola tak mau begitu saja menuruti apa kata kakeknya.
Ceritapun berlajut dengan 'pembangkangan-pembangkangan" nan dilakukan Bayu terhadap embargo kakeknya. Karena bakatnya sepak bolanya itu, Ia secara tiba-tiba mendapat tawaran beasiswa di sebuah sekolah sepak bola terkenal di Jakarta nan bisa membantunya masuk ke Tim Nasional Indonesia. Ia kemudian pada akhirnya harus memilih ikut pelatihan atau mengikuti kemauan kakeknya.
Dibantu oleh sahabatnya, Heri, Bayu dan Heri harus menyembunyikan hal ini dari kakek Bayu dan berlatih sepak bola secara diam-diam.
Heri merupakan tokok pemeran pembantu dalam film ini. Tokoh ini diperankan oleh Aldo Tansani.
Heri di film ini ialah seorang anak orang kaya nan begitu menggilai sepak bola tetapi sayangnya ia tak dapat bermain bola sebab ia ialah penyandang stigma nan setiap hari menghabiskan waktunya duduk di kursi roda.
Obsesi heri terhadap sepak bola kemudian Ia aplikasikan dalam bentuk lain. Ia kemudian menjadikan dirinya sebagai manajer Bayu nan memfasilitasi Bayu demi mewujudkan cita-cita Bayu. Secara tak sengaja mereka berjumpa dan bergaul dengan Zahra, seorang anak perempuan penjaga kuburan.
Zahra kemudian mengizinkan Bayu buat menjadi huma kuburan nan masih kosong sebagai tempatnya berlatih.Walau kemudian perjuangan 3 orang sahabat ini tetap saja menuai kendala dihari-hari selanjutnya.
Masalah kemudian muncul ketika Bayu membohongi kakeknya demi berlatih sepak bola. Sang kakek nan memunyai penyakit jantung itu secara tak diduga mendatangi Bayu di sekolah sepak bolanya. Dampak kekecewaan nan mendalam melihat Bayu disekolah itu, penyakit jantungnya kambuh. Ia terpaksa dilarikan ke rumah sakit.
Bayu merasa bersalah dan menyesal telah membohongi kakeknya. Akhirnya ia memutuskan buat berhenti berlatih sepak bola. Bukan itu saja, Ia juga memutuskan tak akan bergaul lagi dengan Heri sebab ia menyesal telah mengikuti nasihat temannya itu.
Namun kemudian kakek Bayu tersadar bahwa ia salah sebab tak mendukung cita-cita cucunya tersebut. Akhirnya Bayu nan kali ini dengan izin dari kakeknya kembali ikut seleksi tim demi impiannya menjadi pemain sepak bola. Ia juga kembali bersahabat dengan Heri. Dan dengan dukungan ibu, kakek, Heri dan Zahra, akhirnya Bayu sukses lolos seleksi masuk Tim Nasional Indonesia dan menggapai cita-citanya selama ini.
Pesan Moral nan Disampaikan Dalam Cerita Film Garuda di Dadaku
Ada beberapa pesan moral nan sukses aku tangkap setelah menyaksikan film ini, di antaranya :
- Sebagai tokoh primer difilm ini, Bayu, telah memberikan kita satu bukti bahwa impian itu haruslah besar,tinggi,seolah-olah tak mungkin. Dengan perjuangannya nan tak kenal lelah, Ia terus berlatih sepak bola walau keluarga tak mendukung impian tersebut.
- Heri menjalankan tugasnya sebagai pemeran pembantu dengan baik difilm ini. Pesan moral nan coba disampaikan dalam tokoh ini ialah keterbatasan fisiknya nan cacat,tidak membuatnya mengurangi kecintaannya terhadap sepak bola. Walau tak akan pernah dapat bermain bola, namun Ia sukses membantu mewujudkan cita-cita temannya, Bayu, buat menjadi pemain Tim Nasional Indonesia. Wujud bantuannya tersebut Ia laksanakan dengan menjadi manajer "dadakan" Bayu, sekaligus motivator Bayu.
- Tokoh Zahra menyampaikan pesan kepada kita semua bahwa kekurangannya tak serta merta membuatnya tak dapa berkontribusi dalam membantu Bayu. Ia nan kemudian mengizinkan Bayu berlatih dikuburan pada akhirnya dapat kembali melanjutkan sekolahnya.
- Tokoh kakek Bayu kendati hampir sepanjang film tak mendukung impian cucunya menjadi pemain sepak bola, namun sebenarnya menginginkan masa depan nan niscaya buat cucunya tersebut. Pesan moral nan dapat kita ambil dari peran sang kakek ini ialah sebagai orang tua kita memang berhak buat memastikan masa depan nan cerah buat anak atau cucu kita, namun nan paling krusial ialah membebaskan mereka berkreasi dan turut menyemangati segala upaya nan mereka tempuh demi cita-cita dan asa nan mereka nilai dapat jadi nan terbaik buat mereka.
Demikianlah klarifikasi aku tentang film Garuda Didadaku. Sebuah film nan menurut aku menjadi realita hayati nan ada di Indonesia. Film ini seperti kebanyakan film keluarga lainnya nan mengangkat usaha seorang anak dalam meraih mimpinya. Saya menyukai film ini sebab ini bukan film tentang horor nan kadang membosankan dan cenderung vulgar.
Film ini juga bisa ditonton oleh semua umur dan kalangan sebab tak mengandung unsur pornografi dan kekerasan. Selain tentunya film ini juga bisa membangkitkan rasa cinta dan nasionalisme bangsa terhadap Indonesia.Yakinlah bahwa global sepak bola Indonesia suatu saat akan mencapai kemajuannya.Selamat menyaksikan.