Komik Indonesia Dari Masa Ke Masa
Komik Indonesia seperti juga karya seni lainnya, memiliki sejarah cukup panjang. Dua kali berada pada masa penjajah - Belanda dan Jepang - juga menorehkan catatan sendiri pada perkembangan komik Indonesia . Komik Indonesia sebagai sebuah cara bertutur melalui gambar bahkan jauh melampaui perkembangan cerita pendek dan prosa lainnya.
Ini kalau disepakati bahwa komik sebagai karya cipta tak saja dikategorikan kepada seni rupa melainkan sebagai karya tutur atau prosa. Karena di dalamnya selain gambar nan bicara juga menggunakan bahasa atau kata-kata buat bertuturnya. Dari perjalanan panjang itulah kita mendapat citra bagaimana perkembangan komik Indonesia dari era 30-an sampai dengan era mutakhir nan dalam torehan gambarnya lebih banyak dipengaruhi oleh gaya manga Jepang.
Dalam khasanah komik Indonesia kita mengenal beberapa nama komikus nan menonjol seperti R.A Kosasih, Ganes TH dan Jan Mintaraga. Ketiga komikus tersebut memiliki karakteristik tersendiri dalam torehan gambar maupun bertutur lewat kata-kata.
R. A Kosasih misalnya nan kemudian dinobatkan sebagai bapak komikus Indonesia, terkenal dengan sentuhan lokal nan pekat namun tetap mengangkat tema-tema nan lebih global. Sementara Jan Mintaraga lebih khas dengan tuturan kata-kata nan irit dan torehan gambar nan lincah. Pada beberapa generasi awal, komik Indonesia lebih banyak mengetengahkan cerita-cerita silat.
Tema cerita tentang persilatan dalam komik Indonesia atau rendezvous jagoan dan penjahat memang memberi kesempatan kepada para komikus buat mengekploitasi gambar nan bergerak aktif sehingga tampak lebih hidup.
Namun demikian torehan gambar nan mengangkat tema di luar silat atau perkelahian seperti nan dilakukan Dwi Kundoro, tetap saja memikat penggemar komik Indonesia terutama sebab kemampuan Dwi Kundoro dalam hal detail mobilitas dan mimic paras para tokohnya.
Perkembangan komik Indonesia memang terjadi pasang surut. Bahkan pada periode 90-an perkembangan komik Indonesia seperti wafat suri. Berbeda dengan perkembangan komik di negara lain semisal Jepang atau Amerika. Perkembangan komik mereka tetap semarak dan selalu beriringan dengan perkembangan seni bertutur lainnya. Kemunculan komik manga dari Jepang, menjadi berkah tersendiri bagi para komikus Indonesia, sebab mereka memiliki ruang kembali buat berkreasi dan pasar pun merespon dengan antusias.
Aliran dalam Komik Indonesia
Perkembangan komik Indonesia takbisa dipisahkan dari perkembangan komik Indonesia di negara lain, baik secara langsung ataupun tidak. Seperti halnya karya seni lain, komik Indonesia mengalami pergesekan dengan budaya dan tradisi dari luar. Tentu saja sepanjang tetap dapat mengedepankan karakteristik sendiri, pengaruh komik luar tidaklah perlu dipertentangkan.
Amerika termasuk salah satu genre dalam perkembangan komik Indonesia. Genre Amerika ini digeluti mereka nan secara langsung menjadikan komik Amerika sebagai salah satu referensinya. Torehan khas komik Amerika ini dengan segala kelebihan dan kekurangannya diadopsi buat mengeksploitasi tuturan khas Indonesia.
Para komikus Indonesia nan mengambil genre Amerika dalam komik Indonesia, bahkan beberapa di antaranya ada nan secara langsung bekerja buat produsen komik Amerika. Sebut saja misalnya komikus Alfa Roby dan Donny Kurniawan. Keduanya tak saja mengambil corak khas Amerika dalam membuat komiknya, tapi mereka bahkan bekerja buat produsen komik di negeri Paman Sam tersebut.
Selain genre Amerika, tradisi komik nan turut mewarnai perkembangan komik Indonesia ialah Jepang. Jepang memang termasuk salah satu negara nan tradisi komiknya sangat kuat. Pengaruh komik Jepang terhadap perkembangan komik Indonesia terutama sangat terasa ketika telah bersinggungan dengan global internet.
Belakangan ketika perkembangan Jepang lebih mengerucut kepada cara penorehan gambar manga, komik Indonesia pun dengan gampang mengikutinya. Apalagi di global internet sendiri terdapat beberapa laman nan membahas tuntas bagaimana cara menggambar komik manga ini.
Para komikus Indonesia, nan berdiri di belakang hadirnya komik Indonesia nan mengikuti genre komik manga ini memang belum tercatat secara resmi. Barangkali komikus pendahulu maupun komunitas nan membina para komikus muda tak berkepentingan apakah mereka akan mengikuti genre manga atau benar-benar mengembangkan komik dengan sentuhan dan torehan gambar khas Indonesia.
Sampai dengan paruh waktu 2007, komikus nan secara konsisten menjadikan komik manga sebagai acuannya dalam setiap berkarya memang takbanyak. Dari jumlah itu kita dapat menyebut Anzu Hizawa (ini nama samaran), kemudian ada Anthony Ann, John G Reinhart dan Is Yuniarto. Mereka inilah nan secara serius menjadikan Jepang dengan komik manga-nya sebagai kiblat dalam berkarya menghasilkan komik-komik Indonesia.
Aliran dalam komik Indonesia lain nan takkalah menariknya buat dikedepankan ialah komunitas nan secara independen ingin menjauhi dari pengaruh dan hiruk-piruk komik dari kedua negara tadi. Mereka menamakan dirinya sebagai genre independen. Independensi mereka tidak anya dalam menciptakan torehan gambar, dalam penggandaan dan pendistribusianyapun benar-benar dilakukan secara independen.
Namun, komunitas komikus independen ini terus berkarya, ada atau tak ada permintaan dari pasar. Mereka secara tekun mengolah dan meningkatkan teknik-teknik menggambar komik secara independen pula. Mereka ialah individu komikus nan jengah dengan intervensi negara lain dalam perkembangan komik Indonesia.
Kita boleh berharap, justru dari tangan-tangan kreatif mereka inilah diharapkan muncul komik-komik khas Indonesia, nan digali dari khasanah kehidupan Indonesia secara khas Indonesia pula.
Komik Indonesia Dari Masa Ke Masa
Penandaan perkembangan komik Indonesia dimulai sejak 1930. Untuk pertama kalinya pada tahun 30-an ini komik Indonesia dipublikasikan di media Belanda D'orient dan De Java Bode. Begitu pula komik Indonesia dapat ditemukan pada koran Sin Po nan mengetengahkan komik tentang peranakan Tionghoa bernama Put On karya Kho Wan Gie.
Kehadiran komik Put On di koran Sin Po ini ternyata banyak menginspirasi komikus lain. Di Solo misalnya Nasroen A.S melalui majalah Ratu Timur menciptakan komik Indonesia berjudul Mentjari Poetri Hidjaoe. Sementara pada paruh 1940-1950 muncul R. A Kosasih nan melahirkan komik bernama Sri Asih nan tidak lain mengadaptasi superwoman dengan selera lokal.
Hal ini terjadi mengingat pada paruh waktu tersebut, global penerbitan Indonesia dibanjiri sisipan komik dari Amerika seperti Tarzan, Phantomand Johny Hazard dan nan lainnya. Kiprah R. A Kosasih ini mendapat respon positif terbukti banyak superwoman lain nan berkarakter lokal seperti Puteri Bintang, Garuda Putih dan Siti Gahara. Komik Indonesia superwoman ini tidak lain terinspirasi dari cerita komik Flash Gordon.
Pada era berikutnya pengaruh komik Amerika dan Tiongkok tetap mendominasi pasar. Namun komikus Indonesia tidak kalah kreatif. Global pewayangan dan cerita kerajaan di nusantara menjadi ide cerita buat ditampilkan dalam bentuk komik Indonesia. Pada erat ini R. A Kosasih tetap masih menjadi idola bahkan beberapa karyanya telah dibukukkan.
Artinya apa nan dilakukan R. A Kosasih ini telah selangkah lebih maju. Era 1960-1980 merupakan era tersubur dalam perkembangan komik Indonesia, tak saja dalam karya tapi juga munculnya komikus-komikus baru. Para komikus nan lahir pada era ini selain R. A Kosasih antara lain Ganes TH, Abdillah, Hasmi, Jan Mintaraga, Budijanto Suhardiman, Sim Kim Toh, Zaldy Armendaris, John Lo, Jeffry dan Dwi Kundoro.
Dari para komikus tersebut masing-masing memiliki karakteristik baik dari cara menorehkan gambar maupun tema cerita nan diambil. Jan Mintaraga dan Ganes TH lebih sering menggarap cerita silat, sementara Dwi Koendoro lebih sering menggarap komik Indonesia dengan cerita sempalan zaman kerajaan tertentu.
Dari tangan-tangan para komikus Indonesia tersebut selain beberapa cerita nan melegenda seperti telah disebutkan di atas, beberapa cerita lainnya misalnya sempat menjadi karakteristik tersendiri pada pekembangan komik Indonesia, sebuat saja misalnya Godam (1970), Robot Penakluk (1972), Bocah Atlantis (1975) dan Sang Kolektor (1978). Popularitas cerita komik Indonesia tersebut belum tersaingi oleh para komikus generasi selanjutnya.