Cara Pemeliharaan Udang Windu

Cara Pemeliharaan Udang Windu

:

Apakah Anda tertarik berbisnis atau memelihara udang? Jika memang Anda tertarik, berarti Anda perlu mengetahui bagaimana cara memelihara udang nan sahih agar dapat menghasilkan laba buat Anda. Artikel ini akan membantu Anda sedikit memahami bagaimana cara pemeliharaan udang.

Indonesia selain sebagai negara agraris juga disebut sebagai maritim . Beberapa produk air, baik bahari maupun air tawar tersebar di penjuru daerah, bahkan telah diekspor buat negara–negara lain di dunia. Mulai dari aneka ikan, perhiasan (mutiara), hingga rumput bahari menjadi komoditas nan menggiurkan. Hal tersebut juga mengundang “tamu tidak diundang” buat berkunjung menikmati produk perairan Indonesia nan selalu ada setiap tahunnya dari negara tetangga. Bahkan, ada nan tertangkap oleh petugas wilayah perbatasan.

Salah satu komoditas nan masih memiliki potensi besar buat dikembangkan ialah udang. Udang memiliki jenis nan bermacam–macam. Ada udang air tawar, ada pula udang air asin/ tambak. Jenisnya pun cukup banyak, dari udang galah, udang vaname, udang windu, dan sebagainya. Bahkan, kini ada udang nan dibudidayakan buat digunakan sebagai udang hias.

Salah satu jenis udang dengan potensi nan baik ialah udang galah dan udang windu. Udang windu mulai mengalami geliat pada tahun 1986. Peningkatan produksi udang windu banyak terjadi pada tahun sekitar itu. Banyak nan membudidayakan udang windu di daerah pesisir pantai Jawa (kawasan Pantura) secara intensif. Bahkan, investor–investor dari kota besar menanamkan kapital pada usaha tersebut. Ada pula nan menyewa tambak secara khusus. Hal tersebut menyebabkan pembuatan tambak–tambak baru marak terjadi. Sehingga, harga udang pun meninggi.

Pembukaan huma baru buat usaha budidaya udang windu sering tanpa melihat dan mempertimbangkan kondisi lingkungan. Investor dengan dana nan besar banyak nan menyerbu daerah pesisir. Sehingga, akhirnya huma baru buat tambak menjadi banyak, bahkan menggerus lahan–lahan kritis di tepian pantai dan melahap daerah perlindungan hutan mangrove (hutan bakau) sebagai penjaga ekosistem laut.

Semakin banyaknya peminat nan bergelut di bidang ini menyebabkan penumpukan pestisida pada tambak–tambak juga pemberian pakan udang nan berlebih, menyebabkan dasar tambak menjadi tak berfungsi dengan baik, serta mengeras dan mematikan mikroorganisme pengurai.

Akhirnya, tak jauh dari jangka waktu sejak hangatnya usaha budidaya udang windu (sekitar lima tahun), budidaya udang windu kandas dan memudar. Kini, di daerah pesisir pantai utara sporadis ditemukan nelayan nan membudidayakan udang windu. Kematian budidaya udang nan besar ini menimbulkan kerugian nan cukup besar pula bagi nelayan.

Setelah keterpurukan tersebut, pada sepuluh tahun terakhir ini, geliat usaha budidaya udang windu kembali bangkit. Pada tahun 80 – 90an, Indonesia memang pernah menyandang produsen udang terbesar di dunia, nan kemudian kandas tersebut. Namun, kementrian kelautan dan perikanan menargetkan pada tahun 2014, produsen udang akan kembali meningkat menjadi 699.000 ton, di mana sektor udang windu menjadi sektor primer dalam peningkatan produksi tersebut.



Cara Pemeliharaan Udang Windu

Udang windu telah menjadi usaha budidaya orisinil Indonesia sebab prospeknya nan juga menjanjikan. Budidaya udang windu (Penaeus monodon) pada daerah tambak di pesisir pantai masih menjadi komoditas nan baik dan perlu ditingkatkan buat menambah devisa negara dan buat kesejahteraan masyarakat. Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga mencanangkan adanya penemuan dalam pembudidayaan udang, misal saja dengan plastik mulsa buat menanggulangi jenis penyakit dan virus pada udang. Berikut cara pemeliharaan udang windu.



1. Penyiapan lahan

Hal nan pertama kali dilakukan dalam budidaya udang ialah penyiapan lahan, yakni tambak. Tambak nan harus dipersiapkan memiliki syarat sebagai berikut.

  1. Jarak minimum dari pantai ialah 50 meter dan dari bantaran sungai juga 50 meter.
  2. Kuat dalam menahan angin bahkan ombak besar.
  3. Sirkulasi air di tambak baik, tak kurang, nan berlangsung dari pembenihan hingga proses panen.
  4. Desain tambak harus baik, mulai dari tanggul nan kuat hingga proses buat operasi tambak dalam sehari–hari.
  5. Tanah tambak bertekstur pasir dan liat.
  6. Jenis airnya ialah payau, dengan kondisi air tak terlalu panas dan tak terlalu dingin (260 – 300 celsius).
  7. Tidak ada kebocoran dan erosi pada tanggul.
  8. Saluran masuk dan keluar air harus dibedakan.
  9. Salinitas air payau antara 0 hingga 35 mil dengan kecerahan 25 cm - 30 cm.

Jika sudah memiliki tambak, maka ada perlakuan sebelum ditanami benih, yakni sebagai berikut.

  1. Pengangkatan lumpur. Setiap budidaya niscaya meninggalkan sisa lumpur di dasar tambak . Oleh sebab itu, lumpur ini harus dibersihkan sebab bersifat racun bagi udang itu sendiri.
  2. Setelah lumpur diambil, maka tanah dasar tambak harus dibalik. Ada baiknya, tambak dikeringkan terlebih dahulu. Pembalikan berfungsi menghilangkan residu sisa nan masih ada, dapat berupa zat H2S atau amonia nan berbahaya, juga mematikan bakteri dengan jalan pemaparan sinar matahari
  3. Berikan pula kapur buat menetralkan kondisi tanah. Biasanya, tanah menjadi asam setelah budidaya sebelumnya. Berikan zeolit atau dolomit 1 ton/ha.
  4. Lalu, keringkan tambak hingga benar–benar kering (tanah terlihat pecah–pecah).
  5. Setelah kering, biarkan selama 3 hari buat mematikan bibit penyakit nan masih ada, kemudian baru diisi dengan air. Pada pemasukan air nan pertama, isi sekitar 15-25 cm, lalu diamkan seminggu agar plankton–plankton tumbuh.
  6. Beri pula pupuk buat menumbuhkan kesuburan tanah dan mempercepat pertumbuhan plankton. Lalu, masukkan air hingga 80 cm.
  7. Berikan obat buat mematikan ikan nan masuk dalam tambak. Hal ini krusial sebab benih nan ditabur berukuran kecil. Jika ikan tak dimatikan, benih–benih ini akan dimakan oleh ikan. Untuk menumbuhkan plankton lebih banyak, berikan zeolit lagi buat per hektare ialah 600 kg.


2. Pembenihan (Penaburan benih)

Tabur benih setelah air sudah diisi dengan baik dan plankton tumbuh dengan baik, dilihat dari jenis kecerahan air sekitar 30-40 cm. Tabur benih secara pelan–pelan. Sebab, benih mudah mengalami stres di lingkungan nan baru. Jangan langsung memasukkan pada tambak sebab mungkin saja suhu tambak dan plastik loka benih berbeda. Rendam sebentar selama 15 menit agar suhu air di plastik loka benih dan tambak mirip. Untuk adaptasi terhadap salinitas, ambil pula sedikit air tambak dan masukkan dalam plastik agar benih beradaptasi. Baru benih dimasukkan hati ke tambak secara perlahan.



3. Pemeliharaan

Pada termin awal pembenihan, sebaiknya benih diberikan sekat berupa jaring nan berfungsi buat mempermudah pemberian pakan. Sekat bisa diubah besarnya setelah benih mulai tumbuh besar. Setelah berumur seminggu dari pembenihan, sekat bisa dibuka.

Untuk memberikan pakan pada benih, cukup berikan pupuk buat meningkatkan pertumbuhan plankton. Jika sudah besar, baru diberikan pakan udang. Sering–seringlah pula memberikan pakan organik agar udang lebih tahan terhadap penyakit.

Setelah berumur 30 hari, maka dilakukan pengambilan sampel udang buat mengetahui perkembangan budidadaya udang, biasanya per kilogram mencapai 250 – 300 udang. Sampling dilakukan dalam rentang waktu 7 hingga 10 hari buat mengetahui perkembangan udang dengan baik. Jangan lupa pengontrolan (manajemen) air. Jika air mulai keruh, mulai gantikan air dengan jalan sirkulasi air masuk dan keluar. Jika terlalu keruh, udang akan stres. Udang juga akan malas makan, diam, dan terjadi kanibalisme.



4. Panen

Pemanenan udang biasanya dilakukan setelah umur udang kurang dari 120 hari. Udang bermutu bagus memiliki kulit nan keras, licin, segar, bersinar, anggota tubuh lengkap, dan masih hayati saat dipanen. Panen kadang juga dilakukan saat keadaan darurat, misal sebab penyakit. Dengan adanya monitoring nan baik, tentu setiap keadaan bisa dipantau dengan baik.