Peninggalan Sejarah - Semangat Pantang Menyerah
Begitu banyak peninggalan sejarah nan dimiliki oleh bangsa kita menunjukkan bahwa kita ialah negara nan kaya. Peninggalan sejarah dapat dihasilkan sebagai sesuatu nan berharga di masa lalu hasil dari karya cipta nenek moyang. Peninggalan sejarah menunjukkan kecerdasan manusia di masa lampau buat dijadikan bahan pembelajaran generasi masa kini dan masa depan.
Bila kita menyebut peninggalan sejarah, maka nan ada di benak kita ialah peninggalan sejarah berupa fisik. Peninggalan sejarah ini berupa candi, masjid nan bangunannya mirip kuil, stupa, keris, dan masih banyak lagi.
Kita lupa bahwa kita memiliki satu lagi peninggalan sejarah dari nenek moyang nan tidak hanya butuh dilestarikan namun peninggalan sejarah ini juga kita aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Peninggalan sejarah tersebut diberi nama peninggalan sejarah invisible . Disebut demikian sebab memang peninggalan sejarah tersebut tak terlihat namun dapat dirasakan manfaatnya. Semakin penasaran dengan peninggalan sejarah nan satu ini?
Sebenarnya sedih menyebut "mereka" sebagai peninggalan sejarah sebab itu artinya "mereka" hanya tinggal kenangan. Namun, bagaimana lagi, memang "mereka" sepertinya hanya tinggal kenangan sebab saat ini peninggalan sejarah tersebut sporadis ditemui.
Peninggalan Sejarah - Kegotongroyongan dan Kekeluargaan
Ada nan berkata seperti ini, "Pantas saja Indonesia dijajah, lha wong orang- orangnya terlalu baik!" Ada benarnya mungkin. Indonesia memang dikenal sebagai negara nan masyarakatnya santun, ramah, dan kekeluargaan. Tak ada nan merasa asing ketika tamu dari luar Indonesia datang ke sini sebab keramahan penduduknya. Itu dulu. Sekarang?
Semangat kekeluargaan itu mungkin hanya tinggal kenangan. Memang masih ada nan mengaplikasikannya tapi sangat jarang. Uang telah membutakan mata hati sehingga rasa kekeluargaan itupun menjadi terkikis. Nyatanya, kalau kekeluargaan ialah prinsip hayati nan mendarah daging, mengapa ada pihak-pihak nan tega mencuri hak orang lain, korupsi misalnya? Padahal, nenek moyang kita tak meninggalkan budaya seperti itu tentunya.
Apakah mungkin budaya kapitalis telah merasuki jiwa kita sehingga kita tidak lagi kenal saudara? Tak lagi ingat akan ajaran-ajaran leluhur dan nenek moyang? Memakan "bagian" teman dan saudara. Tak malu-malu merebutnya bahkan.
Peninggalan Sejarah - Tepo Sliro
Dalam bahasa Jawa, tepo sliro berarti toleransi. Berangkat dari negara nan disesaki oleh banyak pulau nan itu artinya banyak perbedaan. Dulu, nenek moyang kita juga mengajarkan harus toleransi kepada orang lain nan berbeda. Tak hanya berbeda agama, namun juga suku, bahasa, serta budaya. Intinya, kita tidak boleh menjustifikasi orang nan berbeda dari kita sebagai "penjahat". Saat ini?
Benar, bahwa sikap toleransi hanyalah bagian dari peninggalan sejarah. Kenyataannya, semakin cerdas dan tinggi taraf pemikiran manusia zaman sekarang, mereka semakin intoleran. Mungkin kita salah satunya.
Pertikaian antarsuku, perpecahan umat beragama, pembunuhan hanya sebab tersinggung suku A menghina suku B, hingga eksklusivisme nan memandang sukunya lebih tinggi daripada suku nan lain. Intinya, pada masa sekarang ini kita kurang dapat membaur. Padahal, dalam sebuah surat di Al-quran disebutkan bahwa manusia dilahirkan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku ialah buat saling mengenal satu sama lain dan bukan sebaliknya.
Peninggalan Sejarah - Semangat Pantang Menyerah
Bila dulu nenek moyang kita menyerah begitu saja, mungkin kita tak akan pernah dapat menikmati kemerdekaan secara fisik. Bila nenek moyang kita berhenti dari perjuangan, mungkin kita akan dilanda was-was ketika ingin mengibarkan bendera merah putih. Namun, berkat kegigihan nenek moyang, kita dapat merdeka. Sekarang? Perang dalam bentuk lain sedang berlangsung. Dan mampukah kita bertahan?
Anak sekolah, sedikit-sedikit menulis status "galau" di facebook. Apakah ini cerminan dari bangsa nan katanya memiliki semangat pantang menyerah. Mahasiswa tak kreatif dan langsung terpuruk ketika lulus tak mendapatkan pekerjaan impian. Apa memang semangat pantang menyerah hanya akan menjadi peninggalan sejarah saja?
Di dimensi nan berbeda ada karyawan nan berongsang dan mengumpat habis-habisan atasannya di facebook hanya sebab ia berbeda pendapat dengan atasan. Apakah ini ajaran nenek moyang kita? Jawabannya tentu tidak.
Peninggalan Sejarah - Kreatif
Berkaca dari kehidupan nenek moyang kita di masa lalu, sebenarnya mereka itu sangat kreatif. Bagaimana tak kreatif, bambu dapat diubang menjadi senjata buat melawan musuh nan membawa senjata canggih kala itu. Kalau bukan kreatif namanya apa?
Saat ini? Menciptakan generasi nan pintar? Iya, sudah terbukti. Banyak profesor, doktor, master, dan sarjana. Belum lagi bila kita melihat banyak anak pintar di sekolah favorit. Namun, apakah sahih semua orang-orang pintar nan ada di negeri ini sudah kreatif? Benarkah sikap kreatif hanya akan menjadi peninggalan sejarah semata?
- Belum juga bisa kerja langsung berpikir buat bunuh diri, kenapa tidak berpikir buat menciptakan lapangan kerja?
- Tidak diberi kesempatan buat bekerja di kantor langsung berpikir bahwa diri sangat rendah, kenapa tidak berpikir buat bekerja dari rumah?
- Gagal meraih cita-cita impian langsung memusuhi diri sendiri, kenapa tidak segera menjalankan plan B sebelum waktu habis? Kenapa sibuk meratap?
- Setiap hari takut kehilangan pekerjaan, memikirkan beban hayati nan semakin menumpuk, mengapa tidak memikirkan bagaimana cara melakukan sesuatu sebaik mungkin?
Mungkin kita pernah mengalami kondisi seperti di atas? Mirisnya, memang banyak di antara kita nan lebih sering memikirkan kondisi di atas. Karena selalu merasa tak cukup akhirnya berbuat sesuatu nan memalukan seperti korupsi. Coba kalau kreatif?
Peninggalan Sejarah - Cinta Tanah Air
Seorang anak SMA ditanya, "Apakah kamu hafal pancasila?" Dan ia menggeleng. Selanjutnya ia ditanya "Kalau Suju? Kamu tahu?" Dan impulsif ia menceritakan boy band asal Korea Selatan itu dengan lancar. Tak lupa menyebutkan semua nama anggotanya. Miris bukan?
Apa nan kita lakukan ketika kita cinta terhadap sesuatu? Kita akan melakukan apa saja demi sesuatu tersebut. Begitu pula sebaliknya.
Tak heran bila saat ini sering kita jumpai kalimat-kalimat seperti ini, "Aku ingin sekolah di luar negeri dan tinggal di sana. Buat apa kembali ke Indonesia!""Aku ingin kerja di luar negeri!" dan nan sejenis. Coba kita berpikir, apa nan terjadi bila nenek moyang kita juga berpikir sama seperti kita.
"Ngapain sih repot-repot melawan penjajah. Udahlah nyantai aja. Dijajah tu enak juga kok. Yang krusial aman!"
Lagi-lagi kita harus bertanya, apakah hal tersebut hanya akan menjadi peninggalan sejarah nan dilupakan?
Peninggalan Sejarah - Rela Berkorban
"Ambil amannya aja lah !"
"Sudahlah, menjadi saksi palsu juga gak masalah nan krusial aman!"
Ada sebuah ungkapan "Hidup mulia atau wafat syahid!" Atau nenek moyang kita dulu berkata, "Lebih baik wafat kelaparan daripada tunduk pada penjajah!"
Lagi- lagi itu dulu? Sekarang? Ada namun jarang. Tengoklah kasus-kasus nan setiap hari diberitakan di televisi. Yang idealis kadang malah menjadi pesakitan, sedangkan nan bersilat lidah malah dapat menikmati udara kebebasan. Sungguh sesuatu nan aneh dan hanya akan menjadi kenangan.
Kesimpulannya, peninggalan sejarah tidak harus berupa hal- hal nan sifatnya fisik, nan non fisik juga. Kedua jenis peninggalan sejarah tersebut harus dilestarikan demi bukti diri bangsa. Apakah kita mau menjadi bangsa nan tidak memiliki identitas?