Aturan Jurnalisme Sastra
Tahukah Anda apa itu jurnalisme sastra? Jurnalisme sastra ialah reportase warta nan dikemas dalam bentuk karangan terinci nan didramatisir oleh penulis buat mengundang ikut merasakan pembaca.
Jurnalisme sastra berkembang di Amerika sekitar tahun 1962. Saat itu, Thomas Kennery Wolfe, seorang Doktor di Universitas Yale, Amerika, menemukan sebuah penulisan reportase gaya baru dalam bentuk karangan terinci karya Gay Talase nan mengisahkan tentang hayati Joe Luis sebagai seorang petinju lapuk.
Dari sanalah Wolfe merasa terkesan dengan tulisan semacam itu. Dia mulai mengembangkan penulisan jurnalistik itu tak semata-mata menghadirkan karangan eksposisi nan berupa kalimat-kalimat tunggal berupa fakta. Akan tetapi, penulisan jurnalistik akan lebih cair dan emosional ketika ditulis dengan gaya terinci deskriptif, layaknya sebuah novel, namun tetap tak mengesampingkan fakta nan sesungguhnya.
Jika biasa tulisan jurnalistik selalu dibatasi dengan unsur What, Who, Where, When, Why, dan How dengan gaya bahasa nan eksposisi nan cenderung kaku. Tidak dalam jurnalisme sastra. Pengembangan penulisan jurnalistik dibagi menjadi empat kategori.
- Adovcacy Journalism , yaitu mengembangkan tulisan jurnalistik buat mengembangkan opini publik dengan penekanan objektivitas buat mewujudkan fungsi penjaga moral.
- Alternative Journalism , yaitu memetakan upaya jurnalisme dengan mengkhususkan targetpembaca.
- Precision Journalism , yaitu menggunakan metode ilmiah oleh global akademis ke dalam teknik pencarian berita.
- Literary Journalism , yaitu membuat warta dengan homogen ciptaan sastra nan dikemas dengan gaya baru dalam penulisan nonfiksi seperti sebuah novel, hanya saja dengan gaya jurnalistik nan berdasarkan fakta.
Ada beberapa hal nan berbeda dalam penulisan jurnalisme sastra agar tulisan lebih akrab dengan pembaca.
- Mengamati seluruh suasana. Hal ini dapat dengan mendeskripsikan latar tempat, latar waktu, dan latar suasana nan terjadi dalam berita
- Meluaskan dialog. Maksudnya memberi sedikit narasi singkat dalam dialog-dialog antar-tokoh dalam warta dengan atau tak menambahkan fakta nan sebenarnya.
- Sudut pandang orang ketiga. Sudut pandang orang ketiga ini berguna buat menyapa pembaca agar pembaca merasa lebih akrab dengan tulisan sehingga terjalin interaksi emosional secara tak langsung antara pembaca dan penulis berita.
- Mencari monolog interior. Monolog interior berfungsi buat mendramatisisr keadaan dengan fakta nan sesungguhnya dengan tak melebih-lebihkannya.
Salah satu akar dari pengembangan jurnalisme sastra ialah feature yang dikembangkan Wolfe nan mengetengahkan sebuah warta dengan lebih kronologis dengan bahasa nan lebih terinci dan akrab. Biasaya tema nan diangkat dalam tulisan feature adalah human interest yang kerap menyimpan pengalaman sentimentil dari orang-orang nan menjadi sumber berita.
Dalam tulisan feature pun dilengkapi dengan para tokoh nan pakar di bidangnya nan dirangkaikan menjadi sebuah cerita nan utuh. Dari sinilah muncul bentuk tulisan nan disebut jurnalisme sastra.
Cara Menyusun Tulisan Jurnalisme Sastra
Berikut ini ialah cara menyusun tulisan jurnalisme sastra.
- Penyusunan Adegan. Penyusunan adegan harus berdasarkan fakta nan sesungguhnya dengan alur nan kronologis, nan berdasar pada interaksi kausilitas setiap peristiwa. Setiap reka adegan dibuat sedikit sentimentil agar membaca larut dan berempati pada cerita nan ada.
- Penyusunan Dialog. Penyusunan obrolan harus berdasarkan apa nan terjadi di lapangan dan tak ditambahkan-tambahkan atau dikurangi. Dengan obrolan diharapkan akan terbangun tabiat setiap tokoh dalam sebuah peristiwa sehingga pembaca bisa menyimpulkan sendiri setiap karakter nan ada di sana.
- Penyusunan Sudut Pandang. Penyusunan sudut pandang sangat krusial dalam penulisan jurnalisme sastra. Sudut pandang orang ketiga absolut diperlukan sebab si pencari warta seolah terlibat dalam semua peristiwa nan melaporkan kepada pembaca tentang apa nan terjadi. Dapat saja si pelapor itu menjadi tokoh primer dalam penulisannya agar dapat lebih akrab dengan pembaca.
- Mencatat Detail. Semua hal nan terjadi harus tercatat secara terperinci berdasarkan peristiwa nan terjadi, misalnya adat, kebiasan, latar waktu, latar tempat, latar suasana, karakter tokoh, harus tergambarkan dengan baik.
Salah satu contoh dari bentuk jurnalisme sastra nan dapat dijadikan surat keterangan bacaan Anda ialah Luka Cinta Andrea karya Suzanne O’Malley, sebuah novel nonfiksi nan ditulis dengan gaya terinci eksploratif sastra. Mengisahkan tentang seorang ibu nan membunuh kelima anaknya dengan cara ditenggelamkan ke dalam bak mandi di rumahnya. Peristiwa ini terjadi pada 2001 dan menjadi warta terheboh di Amerika.
Elemen Jurnalsime Sastra Menurut Farid Gaban
Berikut elemen-elemen jurnalisme sastra menurut Farid Gaban.
- Elemen pertama jurnalisme sastra ialah akurasi, membuat penulis kredibel.
- Elemen kedua jurnalisme sastra ialah keterlibatan, menggiring reporter buat menyajikan detail, yaitu termasuk ke dalam kunci buat menggugah emosi pembaca.
- Elemen ketiga jurnalisme sastra ialah struktur. Tulisan harus mampu menghadirkan suasana, merancang irama, serta menciptakan impact nan kuat kepada pembaca.
- Elemen kempat jurnalisme sastra ialah suara. Arti 'suara' di sini ialah posisi penulis dalam tulisan tersebut.
- Elemen kelima jurnalisme sastra ialah tanggung jawab. Penulis harus mampu menghasilkan nilai pertanggungjawaban.
- Elemen keenam jurnalisme sastra ialah simbolisme. Seluruh fakta, fakta nan kecil sekalipun ialah gagasan nan secara sengaja disusun sebab berhubungan dengan makna nan lebih mendalam.
Aturan Jurnalisme Sastra
Berikut aturan-aturan dalam jurnalisme sastra.
- Pertama, riset nan mendalam dan melibatkan diri dengan subjek. Saat melakukan reportase, jurnalisme sastra memerlukan waktu cukup lama. Oleh kerna itu, data nan dihasilkan lebih seksama dan mendalam. Jurnalisme sastra, dalam hal ini para jurnalis sastra, harus lebih lagi mendekatkan dirinya kepada sumber buat memperoleh data seakurat mungkin. Para jurnalis pun harus memiliki kepekaan tinggi berkaitan dengan konduite sumber.
- Aturan jurnalisme sastra nan kedua ialah bersikap jujur kepada pembaca dan juga sumber berita. Pembaca dapat dikatakan sebagai “hakim” nan tak boleh dibohongi oleh penulis. Oleh karena itu, para jurnalis wajib memelihara interaksi nan baik dengan pembaca maupun sumber berita. Penulis tak dibenarkan dengan sengaja mencampur atau memperbaiki setiap adegan, mengagregasi karakter, memperbaiki kutipan, dan merusak keaslian materi liputannya. Sementara itu, interaksi penulis dan sumber warta berkaitan dengan menjaga kepercayaan di antara keduanya. Penulis harus mampu mendapat informasi orisinil berdasarkan perjanjian dengan narasumber.
- Aturan jurnalisme sastra nan ketiga ialah fokus terhadap peristiwa rutin. Untuk mempermudah penulis mendapatkan bahan, para penulis jurnalsime sastra ini biasa mencari bahan di lokasi-lokasi nan bisa dikunjungi.
- Aturan jurnalisme sastra nan keempat ialah menyajikan tulisan nan akrab, informal, dan manusiawi. Penulis harus mampu menulis secara akrab, tulus ironis, keliru, penuh evaluasi dan manusiawi, tetapi tetap bebas dari opini pribadi sebab tulisan nan disajikan kepada pembaca ialah sebuah fakta.
- Aturan jurnalisme sastra nan kelima ialah gaya penulisan nan sederhana dan menarik. Tulisan sederhana dan menarik dibutuhkan buat membuat pembaca tak sekedar melihat, namun juga ikut larut merasakan peristiwa.
- Aturan jurnalisme sastra nan keenam ialah sudut pandang nan langsung menyapa pembaca. Artinya, penulis tak memosisikan diri dengan statis.
- Aturan jurnalisme sastra nan ketujuh ialah menyatukan narasi utama dan narasi simpangan. Artinya, penulis menyatukan antara kisah primer dan kisah pendukung sehingga akan melengkapi laporan.