Latar Belakang Terjadinya Perang Teluk II

Latar Belakang Terjadinya Perang Teluk II

Perang Teluk terjadi 2 kali, yaitu di awal tahun 90an dan di tahun 2000an. Perang Teluk dan nan kedua memiliki disparitas nan sangat mencolok, terutama dari segi latar belakang dan jalannya. berikut ialah sekelumit klarifikasi dari keduanya.



Latar Belakang Terjadinya Perang Teluk

Perang Teluk I atau juga sering disebut sebagai Gulf War ialah peperangan nan terjadi di Teluk Persia nan disebabkan oleh pencaplokan Irak atas Negara tetangganya, Kuwait. Setelah tentara Irak secara cepat mampu menaklukkan Kuwait nan notabene ialah tetangga dekatnya, Emir Kuwait.

Syeikh Jaber Al Ahmed Al Sabah dengan segera pergi meninggalkan Kuwait nan kemudian negara itu dijadikan sebagai provinsi ke-19 oleh Irak dengan nama Saddamiyat Al Mitla’ walaupun pada saat itu tentara Kuwait mencoba melakukan perlawanan kepada tentara Irak.

Serangan–serangan nan dilakukan oleh angkatan udara Kuwait pada Perang Teluk I hingga saat ini tak diketahui dari mana asalnya, meski sebagian pengamat konfiden berasal dari Arab Saudi, negara tetangga nan secara terang–terangan mendukung perjuangan Kuwait dalam menolak pencaplokan nan dilakukan Irak.

Keberanian Irak buat menginvasi Kuwait pada Perang Teluk I lebih disebabkan oleh kemerosotan ekonomi nan dialami oleh Irak setelah selama kurang lebih delapan tahun terlibat peperangan dengan Iran nan dikenal dengan sebutan Perang Iran-Irak. Pada saat itu, Irak di bawah rezim Saddam Hussein sangat membutuhkan petro dolar sebagai sumber primer buat mendukung perekonomiannya. Sementara pada saat nan bersamaan, harga petro dolar di pasaran begitu rendah dampak dari kelebihan produksi minyak oleh Kuwait dan Uni Emirat Arab.

Saddam Hussein menganggap hal itu sebagai perang ekonomi serta perselisihan atas Ladang Minyak Rumeyla, meski selepas peperangan dengan Iran, Kuwait secara perdeo membantu Irak dengan mengirimkan suplai minyaknya. Irak juga terjerat utang dengan negara luar, termasuk Arab Saudi dan Kuwait.

Irak berusaha buat meyakinkan keduanya buat menghapus utang tersebut, tetapi ditolak. Selain itu, dampak lain terjadinya Perang Teluk I ialah tindakan Irak nan mengangkat masalah perbatasan nan disebut–sebut sebagai warisan Inggris setelah kekaisaran Usmaniyah Turki jatuh.

Pada 2 Agustus 1990 tengah malam, Irak secara resmi memulai invasinya terhadap Kuwait nan menandai dimulainya Perang Teluk I. Di bawah komando Saddam Hussein, tentara angkatan udara Irak memborbardir Kuwait City nan merupakan ibukota Kuwait. Meskipun angkatan bersenjata Kuwait berusaha bertahan, tetapi mereka tetap saja kewalahan menghadapi serangan–serangan nan dilancarkan Irak pada gelombang–gelombang agresi pertama dalam Perang Teluk I.

Mereka sukses memperlambat konvoi tentara Irak, meski akhirnya keluarga kerajaan Kuwait beserta sebagian tentara nan masih tersisa harus melarikan diri ke Arab Saudi. Terjadinya Perang Teluk I memaksa Kuwait buat meminta donasi negara ketiga, dalam hal ini ialah Amerika Serikat. Sebelumnya, Dewan Keamanan PBB telah menjatuhkan larangan ekonomi terhadap Irak terhitung sejak 6 Agustus 1990.

Untuk membantu perjuangan rakyat Kuwait dalam Perang Teluk I, Amerika Perkumpulan mengirimkan pasukannya ke Arab Saudi. Tindakan ini kemudian diikuti oleh negara–negara lain, terutama nan berada di Jazirah Arab dan Afrika Utara, tak termasuk Suriah, Yordania, Palestina, dan Libya. Negara–Negara Eropa Barat, Jerman Barat, Prancis, dan Inggris kemudian turut pula memberikan donasi kepada Kuwait dalam Perang Teluk I nan disusul kedatangan donasi militer dari sebagian negara di Eropa Utara dan Timur.

Sementara itu, dua negara dari Asia Timur nan pertama mengirim donasi ialah Bangladesh dan Korea Selatan. Dalam Perang Teluk I ini, tentara dari Niger berkoalisi dengan pasukan Amerika Perkumpulan dan sekutu di bawah komando Jenderal Norman Schwarzkopf dan Jenderal Collin Powell. Sementara pasukan dari negara –negara Arab berada di bawah komando Letjen Khalid bin Sultan. Pada 9 Januari 1991, misi diplomatik buat menengahi Perang Teluk I antara James baker dengan menteri luar negeri Irak Tareq Aziz gagal menemui jalan damai sebab Irak menolak permintaan PBB agar menarik pasukannya dari Kuwait.

Dengan alasan tersebut, presiden Amerika Serikat, nan saat itu dijabat oleh George H. Bush diberikan izin buat menyatakan perang oleh Kongres Amerika Perkumpulan tertanggal 12 Januari 1991. Apa nan disebut sebagai Operasi Badai Gurun secara resmi dilancarkan mulai 17 Januari 1991 tepat pukul 03:00 dinihari waktu Baghdad. Operasi ini dimulai dengan serangan–serangan udara atas ibu kota Irak, Baghdad, dan beberapa wilayah lain.



Strategi Pasukan Koalisi Dalam Perang Teluk I

Target primer pasukan koalisi dalam Perang Teluk I ialah menghancurkan kekuatan Angkatan udara Irak dengan meluncurkan pertahanan udara dari Arab Saudi beserta pengerahan kapal induk di Teluk Persia dan bahari Merah. Sasaran pasukan koalisi berikutnya dalam Perang Teluk I ialah pusat komando dan komunikasi Saddam Hussein nan merupakan titik sentral komando dari pasukan Irak.

Koalisi beranggapan bahwa jika pusat komando diruntuhkan maka koordinasi dan semangat tempur pasukan Irak akan bisa dilemahkan. Untuk itu, nan menjadi sasaran ketiga dari pasukan koalisi ialah instalasi rudal jelajah (Rudal Scud) nan menjadi kunci kekuatan Irak. Operasi pencarian instalasi rudak Irak tak hanya dilakukan melalui udara, namun juga melibatkan operasi misteri di darat. Operasi ini kemudian memicu terjadinya perang darat Perang Teluk I nan dimulai pada 30 Januari 1991.

Pada Perang Teluk I ini, Irak juga melakukan agresi balasan dengan jalan memprovokasi Israel. Pasukan Irak menghujani Tel Aviv dan Haifa dengan agresi rudal Scud. Untuk menangkal Rudal nan dibuat oleh Soviet dan dirakit oleh Irak sendiri tersebut, Pasukan Koalisi memasang rudal penangkis nan diberi nama Patriot.

Tidak berhenti di situ, Irak juga membakar sumur–sumur minyak di Kuwait serta menumpahkan minyak ke Teluk Persia. Sempat terjadi perundingan dan tawar–menawar antara Uni Soviet dengan Irak nan dipimpin oleh Presiden Mikhail Gorbachev dan diplomat Yevgeny Primakov. Namun, Presiden Bush dengan tegas menolaknya. Akhirnya, Uni Sovyet tak melakukan tindakan apapun di PBB, meski negara komunis ini dikenal sebagai sekutu Irak.

Hal serupa dilakukan oleh Amerika dengan meminta Israel buat tak melakukan agresi balasan kepada Irak buat menghindari berbaliknya kekuatan militer negara–negara Arab nan akan bisa mengubah jalannya Perang Teluk I. Akhirnya, pada 27 Februari 1991, pasukan koalisi sukses membebaskan Kuwait dari Irak dan Presiden George H. Bush secara resmi menyatakan bahwa Perang Teluk I telah selesai.



Latar Belakang Terjadinya Perang Teluk II

Perang ini diesbut juga dengan Pendudukan Irak, Perang Teluk II atau Perang Teluk III. Amerika Perkumpulan sendiri sebagai aktor primer terjadinya perang ini menyebutnya sebagai Operasi Pembebasan Irak. Perang Teluk II dimulai dengan pencaplokan nan dilakukan oleh tentara Amerika Perkumpulan terhadap Irak pada tahun 2003. Tindakan nan dilakukan oleh Amerika Perkumpulan bersama sekutunya berakibat pada berlanjutnya peperangan antara para peberontak dengan pasukan koalisi.

Tentara Baru Irak kemudian dibentuk buat menggantikan tentara lama setelah dibubarkan oleh koalisi pimpinan Amerika. Tentara baru dibentuk dengan asa agar mengambil alih peran koalisi setelah meninggalkan Negara tersebut. Sebelum perang terjadi, pemerintah Amerika dan Britania Raya menuduh Irak sedang berusaha membuat dan mengembangkan senjata pemusnah massal nan bisa mengancam keamanan mereka.

Pada tahun 2002, Dewan Keamanan PBB menerbitkan Resolusi 1441 nan intinya mewajibkan Irak buat bekerja sama dengan inspektur senjata PBB guna membuktikan bahwa mereka tak memiliki atau sedangn dalam usaha buat membuat senjata nan dituduhkan. Hans Blix, pemimpin dari inspektur tersebut, setelah melakukan pemeriksaan mengatakan bahwa di Irak tak ditemukan senjata pemusnah massal.

Di tengah berkecamuknya Perang teluk II antara pemberontak, tentara baru Irak dan tentara koalisi, terjadi perang antar kelompok antara Syi’ah nan merupakan kelompok mayoritas dengan Sunni nan merupakan kelompok minoritas.

Perang saudara tersebut masih berlanjut hingga saat ini dan penyebab atau latar belakangnya masih menjadi perdebatan. Pada 15 Desember 2011, Perang teluk II atau Perang Irak dinyatakan berakhir, hal ini ditandai dengan pernyataan penutupan misi militer pasukan Amerika di Irak.