Perjuangan menjadi Rahib Masuk Islam

Perjuangan menjadi Rahib Masuk Islam

Kehadiran hidayah Allah tak dapat diduga, seperti halnya nan terjadi pada seorang rahib masuk Islam di Afrika Selatan. Dia awalnya seorang rahib nan juga seorang misionaris militan. Banyak muslim di Afrika Selatan nan dimurtadkannya. Dia juga mitra dekat dari mantan presiden Afrika Selatan, Nelson Mandela. Sebut saja namanya Sily, seorang pendakwah Nasrani.



Pendeta Masuk Islam Setelah Bermimpi

Sebelum pendeta masuk Islam menyadari kekeliruannya dalam berdakwah, dulunya dia menjadi rahib senior di Afrika Selatan. Popularitasnya di antara para rahib nan sukses memurtadkan kaum muslim, menjadikannya tangan kanan Vatikan.

Banyak uang dikirim buat Sily demi melancarkan aksi kristenisasi. Dia cukup gesit. Sasarannya ialah kaum muslimin di pedalaman nan masih dapat “disogok” keimanannya dengan harta. Dia pun memberikan uang dalam bentuk hadiah, sumbangan, beasiswa dan sebagainya.

Madrasah dan sekolah tak luput dari kunjungannya. Alhasil, banyak nan terjebak buat murtad dan Sily bergelimang harta dari Vatikan atas keberhasilannya itu. Namun, pikiran Sily dibuat kalang kabut kala dia berjumpa dengan seorang pedagang barang-barang buat hadiah di sebuah pasar.

Waktu itu, dia coba berinteraksi dengan pedagang berkopiah tersebut, nan cukup dikenalinya sebagai bukti diri seorang penganut “agama orang arab”. Sebutan ini dijulukkan oleh kaum rahib di Afrika Selatan buat mengganti nama lain dari agama Islam.

Sily menyadari bahwa muslim nan punya keyakinan kuat lebih sulit ditaklukkan akidahnya dibanding kaum muslim nan miskin di pedalaman. Tapi, Sily tak menyerah. Dia coba basa-basi dengan menawar salah satu dagangan.

Sembari tawar-menawar, melihat pakaian spesifik rahib nan dikenakan Sily, pedagang itu pun tiba-tiba melontarkan sebuah pertanyaan. “Siapa tuhanmu?” kata pedagang itu. Silly menjawab, “Al Masih.” Pedagang itu pun lantas menantang Sily buat menjawab pertanyaan, “Coba datangkan satu ayat dalam Injil nan menyebutkan bahwa Al Masih ‘alaihissalam mengatakan , ’Aku ialah Allah atau saya anak Allah. Maka sembahlah Aku’.”

Dari pertanyaan inilah iman kekristenan Sily mulai goyah nan menyebabkannya menjadi rahib masuk Islam.Terbukanya hati menjadi rahib masuk Islam. Pertanyaan pedagang di atas ternyata membuat Sily stres berat. Dia tak mempu mendapatkan jawaban lewat literatur nan menjadi pegangannya, baik itu Injil maupun kitab Kristen lainnya.

Keresahannya makin menjadi tatkala Dewan Gereja dan para anggota nan dikumpulkan Sily juga tak mampu menjawab pertanyaan nan dilontarkan pedagang tersebut pada Sily. Rahib lain hanya mengatakan pertanyaan itu hanya bermaksud buat menyesatkan hatinya dan tak perlu digubris.

Hanya saja, saat Sily bersikeras meminta jawabannya, para rahib hanya diam seribu bahasa dan memilih meninggalkannya. Tekanan batin nan dialami Sily makin memuncak ketika dirinya harus mengisi pelajaran tentang kekristenan di geraja. Hatinya berkecamuk dan lidahnya kelu buat mampu memberikan materi.

Dia pun meminta temannya buat menggantikan posisinya nan diakibatkan kontradiksi hati itu. Lalu, ditinggalkannya gereja dan pulang ke rumah. Di tengah gundahnya hati dan pikiran, dia berdoa. “Ya Tuhanku, wahai Dzat nan menciptakanku. Sungguh telah tertutup semua pintu di hadapanku kecuali pintu-Mu. Janganlah Engkau halangi saya mengetahui kebenaran. Mana nan hak dan di manakah kebenaran? Ya Tuhanku, jangan Engkau biarkan saya dalam kebimbangan. Tunjukkan kepadaku jalan nan hak dan bimbing saya ke jalan nan benar."

Setelah membaca doa ini, Sily tertidur. Sily bermimpi di tengah tidurnya. Dia berada di sebuah loka lapang nan luas sendirian. Di depannya tampak seorang pria nan bercahaya, sampai-sampai wajahnya sulit dilihat sebab terangnya.

Dia memanggil Sily dan mengajaknya berbincang.“Wahai Ibrahim,” sapa pria itu. Sily kebingungan siapa nan dipanggil pria itu. Pria itu menjelaskan, “Kami Ibrahim. Kamulah nan bernama Ibrahim. Bukankah engkau nan memohon petunjuk kepada Allah?” Sily pun menjawab, “Benar.” Lalu, pria itu memberi tahu Sily buat melihat ke sebelah kanan dan berkata, “Ikutilah mereka agar engkau mengetahui kebenaran.”

Sewaktu Sily menoleh, tampak sekelompok orang nan memanggul barang dengan memakai baju dan sorban putih. Sily terbangun setelah melihat sekelompok orang tersebut. Dia tampak gembira dengan mimpi tersebut dan bertekad mencari orang nan disebutkan. Akhirnya, perjalanan Sily merengkuh hidayah dimulai demi mendapatkan kebenaran iman.



Perjuangan menjadi Rahib Masuk Islam

Setelah mimpi tersebut, perjalanan Sily menjadi pendeta masuk Islam berlangsung cukup panjang. Diawali perjalanan itu dengan meminta perlop beraktivitas dari gerejanya. Kota demi kota di Afrika Selatan dijelajahinya, hingga akhirnya tiba di kota Johannesburg.

Awalnya, Sily datang ke Forum Muslim Afrika. Dia dikira sedang mencari sedekah. Dia hanya minta ditunjukkan masjid. Sily teperangah ketika didapatinya pria seperti nan dilihat dalam mimpinya.

Hal nan membuat Sily tercengang ialah sambutan nan diberikan dari pria berpakaian dan bersorban putih nan menghampirinya. “Selamat datang ya Ibrahim,” kata pria itu nan sama sekali belum pernah dikenal Sily. “Aku melihatmu dalam mimpi, engkau mencari kami. Engkau sedang mencari kebenaran? Kebenaran berada pada agama nan diridhoi Allah buat hamba-Nya, yaitu Islam,” lanjut pria itu.

Dengan tegas Sily pun mengatakan, “Benar. Aku sedang mencari kebenaran nan telah diperlihatkan pria bercahaya pada mimpiku …” Di akhir pembicaraan awal itu dikatakan pada Sily bahwa pria bercahaya itu ialah Nabi Muhammad nan telah membawa agama Islam buat seluruh umat.

Sily sangat gembira dengan kabar tersebut. Sily lalu diajak masuk ke dalam masjid. Dia duduk di loka paling belakang. Saat itu, waktu shalat sudah tiba. Sily ditinggalkan sementara, dan para jamaah lain mengambil air wudhu dan mendirikan shalat.

Di tengah aktivitas shalat, Sily nan hanya memandang dari belakang merasakan semakin mantap buat menjadi rahib masuk Islam. Ada nan hal nan membuatnya makin konfiden dengan kebenaran Islam saat melihat jamaah ruku dan sujud.

Dari literatur nan dibacanya, banyak nan mengungkap bahwa para nabi dan rasul meletakkan dahinya di atas tanah dalam rangka buat beribadah kepada Allah. Kesesuaian ini nan menjadikan hati Sily tambah tenang. Usai jamaah shalat, dipanggillah Sily buat bersama jamaah lain.

Di masjid itu, Sily mengikrarkan keislamannya dengan mengucapkan dua kalimat syahadat. Kejadian rahib masuk Islam itu membuat gembira para jamaah nan sedang berkumpul menyambut Sily. Sily pun menangis tak kuasa menahan haru atas hidayah itu. Kemudian Sily menyandang nama Ibrahim Sily.

Banyak ajaran Islam nan dipelajari bersama saudara seimannya setelah itu. “Hilang”-nya Sily dipertanyakan oleh pihak gereja. Mereka mencarinya. Sily pun mengunjungi kotanya beberapa bulan setelah masuk Islam. Dia pun berjumpa dengan para rahib dengan baju berciri khas muslim.

Dewan Gereja tampak geram. Dia pun lantas memanggil Sily pada sidang darurat. Di situ Sily tetap kukuh buat tetap memeluk Islam. Bahkan, saat pihak gereja menawari harta dan jabatan tinggi, tetap ditolaknya. Kabar gembiranya, kembalinya Sily ke gereja menambah jumlah rahib masuk Islam.

Ada dua rahib nan akhirnya memutuskan buat memeluk Islam. Kini, aktivitas Ibrahim Sily dipenuhi oleh dakwah Islam. Dia melancarkan dakwah ke arah manapun di Afrika Selatan. Bahkan, buat mencukupi kehidupannya, dia tak mengharapkan uluran tangan dari siapa pun dan menjaga diri dari meminta-minta.

Dia menjelma menjadi muslim agresif nan semangatnya begitu membara buat berdakwah dan berjihad di jalan Allah. Kadang pelajaran berharga buat melindungi akidah itu datang dari para mualaf.

Biasanya mualaf begitu bersemangat dalam belajar Islam sebab seperti menemukan kebenaran hakiki dari keyakinan nan dipercayainya. Kisah pendeta masuk Islam ini semoga memberikan hikmah betapa mahalnya harga sebuah keimanan.