Alex Ferguson, Instruktur Favorit bagi Para Biang Bola Pecinta MU
Biang bola memang selalu terekspose di berbagai media tapi itu tak berlaku bagi sang pelatihnya kurang diberitakan jika dibandingkan dengan profil pemain bintang, dan maraknya pemberitaan hasil pertandingan atau kerasnya persaingan menuju juara. Padahal kesuksesan dari sebuah tim, tidak terlepas dari sang perancang taktik di pinggir lapangan ini.
Namun, biang bola tidak perlu bersedih sebab tulisan ini akan membahas tentang profil para instruktur kelas dunia. Saat ini, tidak banyak instruktur sepak bola bertangan dingin nan sangat disegani sebab telah terbukti berhasil menukangi sejumlah tim. Dari sekian banyak instruktur nan ada, hanya beberapa saja nan masuk ke dalam kategori “pelatih sepak bola bertangan dingin”. Siapa sajakah instruktur tersebut?
Jose Mourinho, Instruktur Favorit Para Biang Bola
Mendengar namanya, para biang bola niscaya langsung teringat akan "mulut besarnya". Pria kelahiran Setubal, 26 Januari 1963 ini, Jose Mourinho, memang dikenal sebagai instruktur nan sering sesumbar dengan mulut besarnya. Biang bola pun mengenalnya sebagai instruktur nan over confident dan berani berkonfrontasi dengan siapa pun.
Di balik karakternya nan unik tersebut, Mou, begitu sapaannya, ialah sosok instruktur bertangan dingin nan berhasil dalam setiap kesempatan menukangi tim nan dilatihnya. Oleh sebab itu, ketika Jose Mourinho meninggalkan Perserikatan Inggris buat melatih klub Italia, Inter Milan, Alex Ferguson sangat kehilangn sebab Mou dianggap sebagai kompetitor terkuat Sir Alex.
Rekam jejak kepelatihannya dapat dijadikan bukti bahwa Mou bukanlah instruktur sembarangan. Sebenarnya, Mou bukanlah instruktur nan mengawali kariernya sebagai pemain hebat, justru Mou merupakan akedemisi nan belajar sepak bola dari kampus.
Setelah Mou lulus dari Universitas Lisboa tempatnya belajar, ia menjadi penerjemah Bobby Robson di Sporting Lisbon. Bobby Robson bukanlah nama sembarangan, ia ialah instruktur Inggris nan berpengalaman dan banyak melahirkan pemain hebat sekelas Bryan Robson dan Paul Ince. Biang bola niscaya ingat siapa mereka.
Selain menyerap ilmu dari Bryan Robson, Mou juga sempat berguru pada Louis Van Gaal, instruktur bola hebat lainnya dari Belanda saat ia menjadi asisten di Barcelona. Setelah dirasakan cukup, Mou lalu menjadi instruktur penuh di klub pertamanya, yaitu Benfica.
Di Benfica, ia tidak perlu lama sebab langsung ditarik ke klub elit Portugal lainnya, yaitu FC Porto. Di klub inilah Mou mulai menyita perhatian global dengan membawa pulang enam trofi kampiun termasuk treble winners di tahun 2003 dan nan paling fenomenal ialah membawa gelar kampiun Perserikatan Champion UEFA.
Biang bola, klub berikutnya nan merasakan tangan dingin Mou ialah Chelsea. Di klub ini, lagi-lagi Mou membuat prestasi besar, yaitu membawa Chelsea menjadi kampiun Perserikatan Utama Inggris lagi setelah 50 tahun penantian panjang di tahun pertamanya melatih. Saat melatih klub inilah Mou mendapat julukan “The Special One”.
Pada musim kompetisi 2006/2007, Mou sukses membawa Chelsea merebut gelar Piala FA dan Piala Carling, namun ia malah meninggalkan klub tersebut dan pindah ke Inter Milan. Biang bola, di Inter Milan ternyata Mou langsung menggebrak dengan merebut gelar kampiun Piala Super Italia tahun 2008. Prestasi tersebut dilanjutkan dengan menjadi kampiun Perserikatan Italia sejak musim 2008/2009 sebanyak 3 kali berturut-turut.
Pada tahun 2009/2010, Inter menjadi kampiun Piala Champion setelah 38 tahun Inter Milan tidak pernah kampiun lagi. Di final, tepatnya di Stadion Santiago Bernabeu pada tanggal 23 Mei 2010, Inter sukses mengalahkan Bayern dengan skor 2-0. lnter juga merebut kampiun Coppa Italia di tahun nan sama. Dengan demikian, Inter Milan meraih trebel winner di tahun tersebut.
Prestasi nyaris paripurna Mou itu membuat sejumlah klub kaya kepincut buat merebutnya dari Inter Milan. Akhirnya biang bola , pada musim 2010/21011, Mou berlabuh di klub kaya Spanyol, Real Madrid, menggantikan instruktur sebelumnya Manuel Pellegrini.
Di tahun pertamanya, Mou langsung membawa pulang gelar kampiun Copa del Rey setelah megalahkan seteru abadinya, Barcelona. Prestasi tersebut cukup unik sebab berarti Mou ialah instruktur satu-satunya di global nan mampu membawa gelar kampiun domestik di empat negara berbeda, yaitu Spanyol, Inggris, Italia, dan Portugal.
Alex Ferguson, Instruktur Favorit bagi Para Biang Bola Pecinta MU
Biang bola, instruktur bertangan dingin berikutnya ialah Sir Alex Ferguson. Instruktur asal Skotlandia ini telah melatih klub kaya asal Inggris Manchester United sejak 6 November 1986. Lamanya perjalanan waktu tersebut sebanding dengan prestasi nan sukses ia raih.
Bersama MU, Fergie sukses merebut sepuluh kali gelar kampiun Perserikatan Primer. Bahkan, di tahun 1999, MU meraih treble winner dengan memenangkan kampiun Perserikatan Primer, Piala FA, dan kampiun Perserikatan Champion sekaligus. Bagimanakah awal karier Fergie ? Biang bola ikutilah kisah perjalanan karir Alex Ferguson di bawah ini.
Berbeda dengan Jose Mourinho nan meniti karier kepelatihan dari latar belakang akedemisi, Sir Alex justru pernah bermain di klub amatir Queens Park saat berusia 16 tahun. Kemudian berturut-turut Fergie bermain buat klub St, Johnstne, Dunfermline, Glasgow Rangers, Nottingham Forest, dan terakhir Ayr United.
Biang bola, bila dilihat dari klub-klub nan pernah dibela Fergie, nampaknya tidak ada nan merupakan klub besar nan prestasinya mendunia. Memang karier Fergie saat menjadi pemain tak secermelang saat ia menjadi pelatih.
Seusai pensiun sebagai pemain, Fergie mulai meniti karier sebagai manajer-pelatih. Klub pertamanya ialah East Stirlingshire di tahun 1974. Beberapa bulan kemudian, ia pindah ke St. Mirren dari 1974 hingga 1978, dan Aberdeen sejak1978-1986.
Pada perhelatan Piala Global 1986 di Meksiko, Fergie ditunjuk sebagai instruktur primer timnas Skotlandia. Setelah itu, barulah ia menerima pinangan klub Inggris Manchster United. Biang bola, ternyata kondisi klub Manchester United pada saat itu sedang tak baik.
Di musim pertamanya bersama Manchester United, Fergie mendapati sejumlah pemain pilarnya seperti Paul Mc Garth dan Bryan Robson dalam keadaan kecanduan alkohol. Namun, Fergie mampu mengatasinya dengan menerapkan disiplin ketat. Tak mengherankan dalam kondisi tim seperti itu, MU hanya berada di posisi 11 klasemen akhir.
Pada musim 1989, Fergie sukses meraih gelar perdananya bersama MU setelah menjuarai Piala FA. Hal tersebut tak terlepas dari kejelian Fergie buat mendatangkan pemain baru seperti Mark Hughes, Paul Ince, dan Garry Pallister. Kelak ketiganya menjadi legenda MU.
Kejelian memilih pemain itulah salah satu kelebihan nan dimiliki Fergie hingga sekarang. Setelah perekrutan beberapa pemain seperti kiper Denmark Peter Schmeichel dan gelandang Andrei Kanchelskis, di musim-musim selanjutnya seperti nan biang bola ketahui, MU sukses bangkit dari tidur panjangnya dan menjelma menjadi klub nan paling ditakuti lawan-lawanya hingga saat ini.
Demikianlah biang bola, ulasan singkat tentang profil instruktur bertangan dingin. Nantikan ulasan berikutnya.