Politik dalam Islam
Kontribusi umat Islam dalam perpolitikan nasional tak dapat dipandang sebelah mata. Di setiap masa dalam kondisi perpolitikan bangsa ini, Islam selalu punya pengaruh nan besar. Sejak bangsa ini belum bernama Indonesia, yaitu era berdirinya kerajaan-kerajaan hingga saat ini, pengaruh perpolitikan bangsa kita tak lepas dari pengaruh umat Islam.
Salah satu penyebabnya ialah sebab umat Islam menjadi penduduk mayoritas bangsa ini. Selain itu, dalam ajaran Islam sangat dianjurkan agar penganutnya senantiasa memberikan kontribusi sebesar-besarnya bagi orang banyak, bangsa, bahkan dunia. Dominasi wilayah politik menjadi wahana krusial bagi umat Islam agar dapat memberikan kontribusi bagi bangsa ini.
Pendekatan Agama dalam Sistem Politik
Hingga kini, agama diakui memiliki fungsi ganda, yaitu dalam kaitan dengan legitimasi kekuasaan dan privilese dengan penolakan serta oposisi. Dalam fungsi pertama, agama muncul sebagai apologi dan legitimasi status quo dan budaya ketidakadilan. Sedangkan dalam fungsi kedua, ia menjadi alat protes, perubahan, dan pembebasan.
Bersamaan dengan munculnya teori-teori sekularisasi dan modernisasi nan memprediksikan runtuhnya signifikansi agama dalam kehidupan publik kontemporer, perlu dikedepankan pertanyaan mendasar, apakah kebijakan publik memerlukan agama? Agar bisa melihat secara tepat peran agama dalam kehidupan publik dan pembuatan kebijakan, kita perlu merumuskan pertanyaan secara benar. Sebab, seperti kata para ahli, separuh jawaban bergantung pada formulasi pertanyaan nan benar.
Pertanyaan itu bukan retorika belaka. Ia dimaksudkan buat memprovokasi diskusi kritis menyangkut batas interaksi nan sesungguhnya antara kebijakan publik dan agama. Kendati bukan hal baru, namun pertanyaan itu masih tetap anigmatik.
Oleh sebab itu, dapat dimengerti mengapa pertanyaan itu memunculkan pertanyaan-pertanyaan terkain nan lainnya. Bagaimana seharusnya kebijakan publik dicapai dalam alam demokrasi? Bagaimana seharusnya interaksi agama dan politik dalam masyarakat modern nan mengalami sekularisasi? Apakah agama dan politik harus sama sekali putus interaksi dan agama harus diprivatisasi? Atau agama harus sedemikian krusial sehingga mendominasi kebijakan publik?
Sejak detik-detik awal kemerdekaan dan mengalami intensitas pada masa transisi saat ini, para pemimpin dan organisasi keagamaan di Indonesia terlibat aktif berbagai perbincangan diskursif buat mendefinisikan interaksi progresif antara agama dan negara demokrasi. Sedikitnya, telah ditemukan beberapa tipologi model konstitusional nan bisa dipertimbangkan sebagai suatu pilihan.
- Teokrasi, yaitu suatu negara di mana kebijakan publik sepenuhnya ditentukan oleh denominasi agama tertentu.
- Negara sebagian agama, sebagian sekuler. Model ini menyediakan power sharing antara negara dan denominasi agama tertantu, tetapi kebijakan publik tetap didominasi tafsir-tafsir keagamaan dan pandangan moral agama tertentu.
- Negara sekuler, di mana organisasi-organisasi keagamaan ditolerir sepanjang berada dalam ruang privat, tetapi tak ada aktivitas bersama negara. Dengan kata lain, pandangan keagamaan tak mendapat perhatian dalam perumusan kebijakan publik.
- Negara sekuler dan ateistik di mana agama ditindas dan diberangus.
Tampaknya pilihan ketiga lebih mendekati cetak-biru the founding fathers negeri kita buat apa nan disebut bina bangsa dan bina negara. Di Indonesia, seluruh organisasi keagamaan bukan saja memiliki pengakuan konstitusional ruang otonominya, tetapi juga bisa berkolaborasi dengan negara dalam tugas-tugas nan menjadi perhatian bersama.
Politik dalam Islam
Kontribusi umat Islam dalam perpolitikan nasional juga dapat dilihat dari politik dalam sudut pandang Islam. Politik, realitanya niscaya berhubungan dengan masalah mengatur urusan rakyat baik oleh negara maupun rakyat. Sehingga definisi dasar menurut realita dasar ini ialah netral. Hanya saja tiap ideologi (kapitalisme, sosialisme, dan Islam) punya pandangan tersendiri tentang anggaran dan hukum mengatur sistem politik mereka. Dari sinilah muncul pengertian politik nan mengandung etos eksklusif dan tak lagi