2. Skizofrenia hebefrenik

2. Skizofrenia hebefrenik

Masih ingat lakon apik nan dimainkan oleh Russell Crowe di “A Beautiful Mind”? Film ini memang layak diacungi jempol. Berkisah tentang cerita konkret seorang pakar matematika genius bernama John Forbes Nash. Meskipun mengidap gangguan kejiwaan skizofrenia, tidak menyurutkan semangatnya dalam menjalani hidup. Hingga hadiah Nobel bidang Ekonomi tahun 1994 diraihnya.

Mengenal Gangguan Kejiwaan Skizofrenia

Skizofrenia ialah nama generik buat gangguan kejiwaan dengan sekelompok simptom (reaksi) psikotis. Cirinya, adanya pengunduran atau pengurungan diri (isolasi), gangguan pada kehidupan emosional (afeksi), timbulnya halusinasi dan delusi. Skizofrenia ialah kelainan otak kronis, parah dan membuat tingkah laku penderitanya tidak seperti orang normal. Pada taraf nan lebih parah, penderita skizofrenia seakan-akan memiliki kepribadian lain ( split personalty ).

Skizofrenia punya banyak jenis dengan berbagai ciri/ gejala. Tapi, nan paling generik ialah gejala halusinasi. Penderita tak dapat membedakan antara fenomena dengan global fantasi nan ia ciptakan. Halusinasi di sini dapat diartikan sebagai melihat, berinteraksi, dan menjalin persahabatan dengan seseorang nan sebenarnya tak konkret atau tidak dapat dilihat oleh orang lain. Hubungan ini dapat berakibat fatal sebab penderita skizofrenia dapat berbuat sesuatu nan di luar nalar sebagai hasil hubungan dengan “orang” dalam pikirannya.

Penderita skizofrenia bisa mendengar suara nan tak didengar orang lain. Percaya bahwa orang lain bisa membaca pikirannya, mengendalikan pikiran atau berencana menyakitinya. Penderita sangat konfiden bahwa apa nan ia dengar dan lihat juga didengar dan dilihat oleh lingkungan sekitarnya. Tentu saja, pengalaman-pengalaman ini amat mengerikan dan dapat menyebabkan ketakutan, kecanduan atau kemarahan nan ekstrem.

Dengan kata lain, skizofrenia ialah gangguan kejiwaan nan membuat pikiran penderitanya menjadi tersiksa. Sehingga mengakibatkan keselamatan hayati ia dan orang-orang di sekitarnya menjadi terancam. Ketika gejala skizofrenia kambuh, penderita umumnya akan merasakan kecemasan atau ketakutan berlebihan. Banyak nan akhirnya membunuh diri sendiri atau orang lain sebab merasa “disuruh” oleh seseorang nan ada dalam pikirannya.



Jenis-Jenis Gangguan Kejiwaan Skizofrenia

Menurut ilmu psikologi, ada beberapa jenis gangguan skizofrenia, yaitu:



1. Skizofrenia paranoid

Pada skizofrenia jenis ini, karakteristik primer nan muncul ialah terdapatnya waham (keyakinan seseorang mengenai isi pikirannya, tetapi isi pikiran tersebut tak sinkron dengan fenomena nan ada) sistematis dan halusinasi pendengaran dari si penderita. Seseorang dengan skizofrenia paranoid cenderung ‘parno’, kasar, penuh rasa curiga, agresif, dan argumentatif.



2. Skizofrenia hebefrenik

Penderita skizofrenia hebefrenik dikenali dari perilakunya nan kacau. Ia juga cenderung bercakap-cakap dengan rancu (tidak nyambung). Sikapnya cenderung janggal, ia suka menarik diri dari lingkungan sosial. Ia cenderung tak mementingkan penampilan dan kebersihan dirinya.

Skizofrenia jenis ini terjadi pada orang nan usianya belum menginjak 25 tahun. gangguan kejiwaan ini dapat bersifat kronis.



3. Skizofrenia katatonik

Skizofrenia katatonik dikenal dengan munculnya gangguan psikomotorik; penderita dapat menjadi sangat aktif atau justru tak bergerak sama sekali. Postur tubuhnya cenderung lentur dan tak normal, sikap dan perilakunya tak aktif dan cenderung negatif.



4. Skizofrenia residu

Penderita skizofrenia sisa tak menampakkan gejala akut di masa sekarang, melainkan di masa lampau. Gejala-gejala negatif nan ringan terjadi, misalnya kesamaan menarik diri dan mengalami gangguan fungsi peran di masyarakat.



5. Skizofrenia tidak tergolongkan

Jika seorang pasien digolongkan menderita skizofrenia tetapi tidak jelas jenis skizofrenia nan mana, ia akan digolongkan ke dalam penderita skizofrenia tidak tergolongkan. Penderita skizofrenia ini membentuk halusinasi, waham, perilaku, bahkan respons nan rancu terhadap percakapan.



Gejala Generik Gangguan Kejiwaan Skizofrenia

Sebelum mengalami skizofrenia, seseorang nan terlihat akan mengalami skizofrenia menunjukkan gejala-gejala tertentu. Gejala tersebut disebut dengan gejala pra-skizofrenia. Beberapa di antara gejala tersebut adalah:

  1. Tak dapat menunjukkan atau mengekspresikan emosi. Ini terpancar dari paras nan dingin dan sporadis tersenyum dan sikap acuh tidak acuh.

  2. Tak dapat berkomunikasi secara terarah. Jika diajak berkomunikasi, responsnya cenderung menyimpang atau berputar-putar.

  3. Tak dapat menjaga perhatiannya. Dengan kata lain, ia cenderung sulit fokus. Jika telah fokus pada 1 hal, konsentrasinya sulit dialihkan ke hal lain.

  4. Perilakunya berubah. Biasanya sifatnya menjadi tertutup, menarik diri, pemalu, pengganggu, tidak dapat merasa bahagia atau bahagia, tidak disiplin, dan suka menantang tanpa alasan.

Setelah melewati fase pra-skizofrenia, barulah seseorang dapat disebut mengalami gangguan kejiwaan skizofrenia. Secara umum, gejala gangguan jiwa ini terbagi ke dalam 2 kelas, yakni:

  1. Gejala nan positif. Gejala ini melingkupi delusi, halusinasi, dan munculnya gangguan pemikiran. Disebut positif sebab bisa diamati oleh orang lain (psikolog atau orang terdekat) sebagai manifestasi nan jelas.

  2. Gejala nan negatif. Gejala negatif ialah hilangnya karakteristik bukti diri atau kepribadian normal seseorang. Misalnya, seseorang menjadi tak ekspresif dalam menunjukkan emosinya (wajah dingin dan konduite acuh tidak acuh), tidak memiliki semangat buat beraktivitas, hilangnya kemampuan berkomunikasi verbal, dan ketidakmampuan buat merasa senang saat melakukan kegiatan kesukaannya.

Pada anak-anak dan balita, gejala skizofrenia terlihat samar. Bahkan gejalanya terlihat tumpang tindih dengan gejala gangguan kejiwaan lain, misalnya autisme, post traumatic stress disorder, atau sindrom Asperger. Karenanya, para psikolog biasanya melakukan inspeksi intensif jika menyangkut skizofrenia pada anak.

Sementara itu, pada anak usia remaja gejala pra-skizofrenia mulai terlihat jelas. Jika gejalanya tak berlebihan, barangkali remaja tersebut hanya sedang ‘galau’ dalam usaha pencarian jati dirinya. Akan tetapi jika hiperbola (apalagi apabila memiliki kesamaan ingin bunuh diri), ia harus diwaspadai akan mengidap gangguan kejiwaan skizofrenia.



Citra Negatif Gangguan Kejiwaan Skizofrenia

Kembali lagi pada Film “A Beautiful Mind”, film ini membawa pesan nan positif bagi masyarakat. Khususnya mereka nan berinteraksi dengan penderita gangguan kejiwaan seperti skizofrenia.

Pesan moral dalam film ini ialah pentingnya dukungan kepada para penderita skizofrenia. Tidak menganggap mereka sebagai “orang gila” nan dikucilkan. Tapi sebaliknya, jika mendapat perawatan nan tepat, penderita skizofrenia tetap bisa berfungsi optimal layaknya orang normal.

Memang, hingga saat ini belum ada obat atau terapi psikologis nan bisa menyembuhkan gangguan kejiwaan skizofrenia. Kalau pun ada, hanya sebatas mengurangi gejala psikotis penderita, tapi tak menghilangkannya secara total. Gejala skizofrenia tetap bersifat laten (tersembunyi). Sewaktu-waktu bisa kambuh dan menyiksa kembali penderitanya.

Penyebab skizofrenia pun belum bisa diketahui dengan pasti. Ada pakar psikologi nan mengatakan bahwa genetik (keturunan) sebagai penyebab. Ada juga pakar lain nan menyebutkan skizofrenia dapat muncul dampak tekanan tinggi (stres) di sekelilingnya.

Selain itu, ketidakseimbangan nan terjadi pada dopamine (salah satu sel kimia dalam otak/ neurotransmitter) dituding menimbulkan gejala skizofrenia. Faktor genetis juga disebut-sebut sebagai faktor pemicu munculnya gejala skizofrenia pada diri seseorang.

Hanya saja, sebagai “penyakit otak” nan sanggup merusak dan menghancurkan emosi seseorang, label jelek kepada para penderita harus dihapus. Karena hanya semakin memperparah kondisi kejiwaan penderita.

Sudah saatnya buat menghilangkan persepsi nan salah tersebut. Termasuk subordinat dalam memperlakukan mereka, serta ketidakpedulian terhadap tindakan pencegahan terjadinya gangguan kejiwaan skizofrenia.