Sepak Bola dan Wanita
Petandingan sepak bola Indonesia selalu menghadirkan tontonan sekaligus ironi. Dua hal itu seolah tidak mau dilepaskan satu dengan lainnya. Pertandingan nan menghibur terutama bagi para fans setia tiap-tiap klub. Dan ironi, bagi sebuah pertandingan nan selalu diwarnai dengan kericuhan baik antar pemain mau pun antar penonton.
Entah lah, mungkin memang betul, bahwa kericuhan bukan hanya terjadi di global sepak bola Indonesia, di luar negeri pun sama. Tetapi, hal tersebut sama sekali bukan buat ditiru atau dibenarkan. Kesamaan buat bertikai selama pertandingan atau sebelum dan sesudah pertandingan digelar merupakan "hal" nan sangat identik dengan kehidupan sepak bola Indonesia kita.
Dalam setiap momen pertandingan sepak bola Indonesia selalu dijumpai trik dan intrik nan diperagakan para pemain buat memenangkan permainan sekaligus menghibur petonton nan hadir dan nan menonton melalui siaran udara. Trik dan intrik tersebut juga tidak sporadis menjadi penyebab kericuhan, baik di dalam lapangan mau pun di luar lapangan. Pokoknya, semua hal mudah sekali menjadi penyebab kericuhan antara mereka.
Antusiasme penonton selalu terlihat ketika tim-tim kesayangan berlaga di lapangan. Tercatat, ada sejumlah tim-tim besar seperti Persib Bandung, Persija Jakarta, Arema Malang, Persebaaya Surabaya, dan PSM Makassar nan mempunyai fans fanatik terhadap klubnya masing-masing.
Kenapa Ricuh?
Pertanyaan ini kerap sekali diajukan. Terutama oleh mereka nan berposisi hanya sebagai penonton, maksdunya penonton "fenomena" ini. Tanpa mereka ketahui, menjagokan salah satu tim atau pemain dalam sepak bola ialah sesuatu hal nan sangat emosional. Apalagi jika idolanya tengah bermain dan nan dihadapi ialah versus abadi. Pertandingan selama 90 menit akan berubah menjadi pertaruhan gengsi.
Nah! Gengsi itu berubah menjadi kefanatikan. Ketika seseorang sudah fanatik terhadap sesuatu, hal buruk atau sesuatu nan mengganjal sedikit saja niscaya akan menimbulkan sebuah perasaan tak nyaman. Ketidaknyamanan itu dilampiaskan dalam bentuk emosi, hingga terjadi lah kericuhan.
Fanatik ini semakin parah ketika diiringi dengan perasaan benci terhadap pemain atau klub tertentu. Hal nan baik-baik saja niscaya akan disikapi dengan panas, apalagi hal-hal nan sifatnya menyulut? Barah niscaya akan mudah terbakar.
Hal seperti ini bukan hanya terjadi di Indonesia. Rivalitas antara Real Madrid dan Barcelona, serta Manchester United dan Liverpool ialah citra dari rivalitas nan terjadi di luar negeri. Ketika dua tim tersebut bersaing, pertandingan akan lebih panas dari biasanya. Belum lagi apa bila, di masing-masing klub ada pemain nan memang selalu diberitakan bersaing. Perhatian takayal akan langsung tertuju pada pemain tersebut.
Jadi, pertanyaan dari kenapa ricuh, jawabannya ialah sebab rasa memiliki suporter terhadap klub atau pemain idolanya. Ketika sesuatu nan dirasa miliknya itu, dijelek-jelekkan atau kalah, mereka tak terima.
Lalu, solusinya? Agak susah memang ketika sesuatu sudah berkaitan dengan kegemaran, karena, hal tersebut memang tak dapat dikendalikan. Yang paling ampuh biasanya adalah, meminta pemain atau klub buat menenangkan.
Realitas nan Irasional
Memang sulit disangkal sepak bola sebagai ajang pemersatu berbagai pluritas tidak terbatas. Dimulai dari suku, bahasa, agama, rona kulit, etnis, dsb seolah membaur sebab satu kepentingan: membela klub kesayangan. Di berbagai belahan global mana pun, sepak bola mampu menembus sekat-sekat itu sehingga nan pada awalnya bangsa Afrika begitu sengsara sebab rasisme nan kerapkali dikumandangkan bangsa kulit putih Eropa, dapat pupus, nan salah satunya disebabkan oleh sepak bola.
Jika sudah berbicara sepak bola, hal nan irasonal dapat dengan mudah dilakukan tanpa kalkulasi nan memerlukan nilai-nilai penggunaan rasio. Dapat Anda bayangkan, Bondo Nekat (Bonek), sebutan buat suporter fanatik dari kesebelasan Persebaya Surabaya dapat nekat ke Jakarta atau Bandung dengan hanya bermodalkan rokok sebungkus dan uang tidak lebih dari Rp. 20 ribu. Dengan berbuat anarkis, mereka biasa menumpang kereta dari Surabaya ke kota tujuan timnya bertanding.
Perilaku-perilaku irasional juga dapat terlihat ketika seorang penonton memasuki lapangan pertandingan hanya sebab kecewa kepada timnya nan kalah. Atau melempari pemain versus dengan botol air minum mineral sebagai akibat dari kekesalannya sebab timnya kalah. Biasanya jika sudah demikian, wasit lah nan sangat mudah dikambinghitamkan.
Di titik itulah bentuk irasional terjadi, sesuatu nan secara kebiasaan "haram" buat dilakukan, namun sebab dorongan luapan kekesalan dan marah sebagai dampak dari rasa cinta nan tidak terbalaskan, sebab timnya kalah atau main di luar harapan, dsb misalnya, maka apa pun akan dilakukannya.
Tindakan nan irasional itu tergambar jelas pada suporter mana pun, termasuk suporter dalam pertandingan sepak bola Indonesia.
Sepak Bola dan Wanita
Jangan dikira, sepak bola hanya diasosiasikan dengan kaum pria saja. Ternyata banyak wanita di negeri ini nan juga menyukai sepak bola. Contohnya misal, dulu ketika masih di kampung sudah menjadi agenda rutin setiap tahun di bulan Agustus selalu diadakan pertandingan sepak bola taraf Rukun Warga (RW).
Mayoritas penduduk kampung tumplek ke lapangan, tidak terkecuali wanita. Malah mungkin jumlah penonton laki-laki dan wanita dapat dibilang hampir sama jumlahnya. Begitu juga dengan pertandingan-pertandingan Perserikatan Super nan selalu saja terlihat banyak wanita juga nan menonton langsung di lapangan buat menyemarakkan pertandingan.
Para penonton wanita ini seakan tidak mau ketinggalan dengan prianya. Mereka berjingkrak, menari dan bernyanyi dengan yel-yel nan dikoordinasikan buat mendukung penuh tim kesayangannya. Bahkan, lebih dari itu, ternyata ada juga beberapa orang wanita nan mempunyai kedudukan dalam sebuah tim sepak bola, misalnya menjabat sebagai manajer tim atau asisten pelatih.
Bentuk apresiasi penggemar wanita terhadap bola juga berbeda. Jangan kira, beberapa wanita juga fans fanatik terhadap suatu bola. Sebagian dari para wanita tersebut mengikuti pertandingan sejak awal, mengetahui berbagai peraturan sepak bola, mengetahui sejarah mendalam tentang klub nan dikaguminya. Sebagian lagi ialah wanita nan suka bola sebab paras atau sosok pemain bola itu sendiri.
Namun, pada akhirnya, tipe wanita penggemar bola nan kedua ini "melahirkan dua golongan baru." Mereka nan mengikuti hingga menjadi hafal tentang seluk-beluk sepak bola, dan mereka nan mengagumi hanya sebatas itu. Pertandingan sepak bola Indonesia nan belakangan melahirkan banyak bakat baru, juga membuat para wanita penggemar bola mulai melirik pemain dalam negeri.
Perlu Pembenahan
Melihat kondisi Perserikatan Super Indonesia kini, perlu dilakukan beberapa pemugaran supaya iklim perserikatan nan dihaharapkan dapat berimbas pada kualitas tim nasional dapat menjadi lebih baik dan kompetitif. Yakni:
- Badan perserikatan sebagai otoritas paling berwenang dalam menangani kompetisi secara nasional harus menindak tegas sebuah tim nan pendukungnya selalu berbuat rusuh. Yang selama ini terjadi kerap keputusan komisi disiplin PSSI bersifat lunak dan kurang memberikan imbas jera.
- Lakukan pembinaan pemain usia dini sejak sekarang buat regenerasi pemain. Mereka nan berbakat dapat saja dibuatkan satu tim sebagai anggota "khusus" di Perserikatan Super.
- Batasi pemain asing hanya maksimal tiga orang supaya dapat memberikan kesempatan nan lebih luas kepada pemain-pemian lokal buat berkembang secara maksimal.
- Berikan reward dan punishment kepada pemain, pelatih, ofisial, dan penonton sinkron dengan prestasi atau pelanggaran nan pernah diperbuatnya.
- Tempatkan orang-orang nan reformis dan visioner di internal PSSI buat menyokong perombakan total di tubuh persepakbolaan nasional.
- Jauhkan PSSI dari berbagai kepentingan politik.
Pembenahan ini bukan semata hanya buat mengurangi kericuhan nan terjadi di dalam hingga luar lapangan, tetapi juga membenahi pretasi nan dimiliki oleh global sepak bola Indonesia. Semoga pertandingan sepak bola Indonesia dapat lebih aman dan melahirkan sebuah tayangan menarik buat para penggemar bola di tanah air.