Senyum Antara Politik dan Kepemimpinan
Senyum itu sedekah, bukan hanya itu saja, senyum itu membuka banyak gerbang nan terkunci rapat. Gerbang itu ialah hati manusia, di dalamnya ada will, jika Anda ingin menggerakkan will seseorang, maka terlebih dahulu tentu buka gerbangnya.
Jika Anda ngotot pasang paras sember, paras nan berkutat dengan urat, atau paras nan melengos bak kejantanan nan keropos, bersiaplah buat menerima kekecewaan double dalam hayati Anda. Maka dari itulah, senyum boleh fake, boleh palsu, jika itu dapat membuat orang lain tak feel aggrieved , tak lantas manyun, sebab paras Anda memang menyebalkan.
Dalam bidang psikologi, ada teori nan kurang lebih dapat dikaitkan dengan pentingnya senyum, berjudul "hipotesis umpan balik wajah". Hipotesis ini menyatakan bahwa "gerakan paras tidak sadar memberikan informasi perifer (sampingan) nan cukup buat menggerakkan pengalaman emosional" (Bernstein, et al., 2000).
Davis dan Palladino menjelaskan bahwa "umpan balik dari aktualisasi diri paras mempengaruhi aktualisasi diri emosional dan perilaku" (2000). Secara sederhana, dari teori nan super njlimet itu maksudnya Anda sebenarnya mungkin bisa meningkatkan mood Anda hanya dengan tersenyum!
Berkaitan dengan mood, mengikuti senyum terkembang selalu menghadirkan sebuah pengalaman fun nan melintas di kepala. Karena tak nature nya Anda tiba-tiba senyum begitu saja, tanpa kecenderungan suasana hati, sebab pada saat tersenyum otot tertarik ke atas, membuat lekuk pipi Anda hampir menutupi mata dan itu kegiatan nan bikin lama-lama pegal.
Pengalaman fun itu melintas cepat, terkadang juga menghadirkan diaroma eksesif, seperti kenangan nan getir justru membuat Anda tertawa senyum sebab sedang berefleksi diri terhadapnya, berikut semacam sudut pertanyaan bernilai muhasabah . " Kemarin tindakan gw bener ngga ya?" "Kok gw gitu sih dulu?" "ngga nyangka dapat begitu ?" Dan seterusnya.
Tentu saja pengalaman getir dapat jadi fun, ketika Anda mengalami suatu kejadian pada suatu hari dalam kapasitas entah melarikan diri, atau entah sedang tak sengaja merusak keadaan. Anda tersenyum dan tertawa, sebab merasa mentertawakan diri sendiri. Dan itu sehat buat batin Anda, mengangkat lantas mood Anda buat mereka ulang apa nan harus dilakukan buat tak selalu tenggelam dalam kepayahan masa lalu.
Penelitian Tentang Kebaikan Senyum
Sejumlah proyek penelitian mendukung hipotesis ini. Satu studi, nan dilakukan oleh Levenson dan Friesen, menemukan bahwa perubahan biologis nan terjadi pada saat seseorang memaksa diri buat tersenyum. Mirip dengan apa nan disebabkan oleh emosi nan dialami oleh peserta nan diperintahkan dalam siklus ekspremien buat membuat warna paras tertentu.
Artinya, seseorang diminta buat membuat paras marah mengalami peningkatan genre darah ke tangan dan kaki, nan juga terlihat pada mereka nan mengalami kemarahan. Peserta dari studi homogen nan melibatkan aktualisasi diri paras mana nan cenderung menguntungkan orang lain, ialah ketika mereka diminta buat tersenyum.
Penelitian juga menemukan bahwa ketika Anda meniru paras orang lain, mungkin menyebabkan Anda merasa ikut merasakan buat orang lain (Berstein, et al., 2000). Di lain penelitian, peserta baik dicegah atau didorong buat tersenyum oleh sebab diajar cara memegang pensil dalam mulut mereka.
Mereka nan diminta memegang pensil di gigi akan mampu tersenyum kartunik dan sangat lucu. Daripada mereka nan memegang pensil di bibir mereka sehingga tak tebiasa buat tersenyum (Davis & Palladino, 2000).
Jadi apa artinya semua ini? Senyum ialah suatu tindakan nan sederhana nan bisa meningkatkan semangat Anda. So, "Smile, Smile! Smile !"
Mengalami kesulitan buat sekadar memaksa senyuman? Berikut ialah beberapa saran nan bisa membantu Anda memaksakan senyum!
- Melompat di loka tidur
- Membuat paras buruk di cermin
- Memasak
- Menari berdua
- Memotret bayi Anda
- Memeluk seseorang nan anda cintai, apalagi dari belakang
- Berjalan-jalan di tengah hujan
- Menonton kartun favorit Anda ketika masih kanak
- Mengunjungi toko hewan peliharaan
- Membaca majalah politik atau mengenai kepemimpinan di Indonesia
Khusus mengenai cara terakhir buat membuat senyum itu muncul dari semangat parodis. Karena manusia nan menghuni suatu loka dengan kohesivitas sosial nan terjalin, misalnya di suatu negara, akan cenderung memberikan respon emosi pada pemimpinnya.
Ketika pemimpinnya berbuat suatu kekonyolan, dari satu kekonyolan menuju kekonyolan nan lain, siapa pula nan tak mau senyum menyikapinya. Bahkan, si pemimpin itu sendiri dapat tampil di TV dan ikut tersenyum, tapi pada saat dia tersenyum, kita sudah tahu intensinya, kita sudah paham makna senyumnya, sebab senyumnya ialah apa nan tersisa dari pemerintahannya.
Senyum Antara Politik dan Kepemimpinan
Senyum rekayasa ialah alat politis negosiasi, siapapun boleh kok memiliki senyum palsu termasuk sang pemimpin. Namun berkaitan dengan senyum murni, hanya sebagian kecil orang nan dapat kehilangan kemampuan semacam itu.
Dalam episode Mr. Brain, drama Jepang nan beken, pada episode puncaknya dijelaskan bahwa, jika Anda membunuh orang lain dengan sengaja. Maka Anda dengan sengaja pula menghilangkan senyum dari dalam diri Anda. Senyum Anda nan merekah nan natural, nan alami hilang selamanya. Karena tekanan batin, dan perasaan dosa, nan selalu menghantui.
Anda telah menghilangkan satu potensi jiwa buat tersenyum apakah Anda pantas buat tersenyum? Begitu kiranya pertanyaannya. Karena itulah, berupayalah buat menjaga senyum Anda suatu saat agar masih "berbentuk" senyum nan murni.
Di Indonesia konon dikenal istilah The Smiling Jenderal pada sosok seorang presiden, padahal kita sama-sama tahu, senyum pak presiden itu senyum nan hendak membuat Anda terhibur. Senyum murni pak presiden sudah lenyap ditelan waktu entah di masa lalu.
Senyumnya diliputi kecemasan mendalam tentang lagak dan konduite nan pantas dari seorang pemimpin bangsa besar nan bertahan di puncak kepemimpinan puluhan tahun. Namun hal itu membuat kita lebih menghargainya. Karena sisi humanisme pemimpin nan dia korbankan, dan lantas menghasilkan senyum hambar.
Lebih kita hargai dibanding pemimpin nan tersenyum swalayan, sebab merasa lepas dari tanggung jawab sebagai pemimpin. Tidak terbiasa memimpin, dan hanya senyum kepada orang-orang dekatnya.
Ada pula presiden atau pemimpin nan tingkah lakunya menjadi bahan ketawaan, membuat masyarakatnya tersenyum, tapi tak dapat dijadikan contoh, kecuali oleh para pelawak parodi. Walau presiden itu terkesan ingin jaim dan menjaga harkatnya, namun rakyat lebih tertawa pada proses nan terjadi, sebab rakyat tak peduli akan suatu proses tersebut entah nan sahih berdasarkan juklak dan juknis, sebab dibandingkan hasil nan seharusnya, dan sialnya dibandingkan pula dengan pencapaian presiden terdahulu.
Terlalu tekun dengan proses "dari kesempatan dan anggaran nan berlaku" akan menjadikan rakyat senyum sinis pada kebanggaannya menjaga proses a’la PNS demi harkat pribadi. "Main aman." Kata seorang mitra tersenyum kecut. "Kurang ide" kata mitra lainnya sambil tertawa. "Murni Blah Bloh." Ujar seorang mitra lain. Sang presiden tersenyum, sang rakyat tersenyum pula. Namun belum tentu kebahagiaan nan muncul dari kedua senyuman dua pihak itu.
Senyum itu sedekah. Senyum itu juga petuah. Dengan senyum gerbang kesempatan akan kebaikan sudah terbuka. Oleh sebab itulah, bukalah kafiyeh nan menutupi paras Anda, bukalah selubung muram dan garang nan menghiasi paras Anda, lepaskan pentungan Anda, tinggalkan bom dan dinamit nan telah Anda rakit. Pergilah keluar rumah sesekali, bersosialisasi, dan jangan lupa tersenyum. Nikmati hayati Anda, sebagaimana para nabi dan rasul menikmatinya.