Sejarah Awal Perusahaan Hino

Sejarah Awal Perusahaan Hino

Apa nan ada dalam benak Anda ketika mendengar kata Hino ? Mungkin sebagian dari Anda belum terlalu mengenal nama tersebut. Namun, sebagian dari Anda niscaya sudah akrab dengan Hino. Hino memang merupakan salah satu produsen kendaraan besar, seperti truk diesel, bus dan jenis kendaraan besar lainnya. Kendaraan produksi Hino saat ini sering digunakan sebagai kendaraan nan diperuntukkan bagi mereka nan ingin berkendaraan dengan kondusif dan efisien.

Tahukah Anda bahwa perjalanan Hino penuh liku-liku sampai akhirnya sukses seperti saat ini? Agar tahu lebih dalam, ada baiknya Anda ikuti perjalanan Hino berikut ini.



Mengenal Si Hino

Hino Motors, Ltd. umumnya dikenal hanya dengan Hino saja, ialah sebuah produsen truk diesel, bus dan jenis kendaraan lainnya nan bermarkas di Hino, Tokyo, Jepang. Sejak 1973, perusahaan ini telah menjadi produsen pemimpin dari truk diesel menengah dan berat di Jepang.

Misi besarnya ialah “untuk membuat global menjadi sebuah loka nan lebih baik buat hayati dengan membantu orang dan barang ke manapun mereka ingin pergi dengan kondusif dan hemat sembari memfokuskan pada pembangunan berkelanjutan.” Untuk mewujudkan misinya tersebut, Hino bergerak dalam berbagai aktivitas bisnis.

Hino berkomitmen penuh pada terciptanya masa depan nan lebih baik bagi masyarakat, dan bagi orang-orang nan hayati di dalamnya. Dengan mengantisipasi kebutuhan pasar, Hino menciptakan produk-produk unggulan nan memberikan nilai tambah pada kehidupan setiap orang.



Sejarah Awal Perusahaan Hino

Hino Motors, Ltd. merupakan produsen dan eksportir truk terbesar di Jepang selain Mitsubishi, Isuzu, dan Nissan Diesel. Selain itu, dalam skala dunia Hino Motors, Ltd. menempati urutan ketiga dalam volume produksi mengikuti Daimler Benz AG dan Navistar International Corp.

Perusahaan ini ialah inovator dalam bidang kendaraan ramah lingkungan. Hino juga berkaitan erat dengan Toyota Motor Corporation buat merakit truk-truk ringan dan beberapa kendaraan rekreasi dalam skala besar. Toyota memegang 16,4 persen saham pada Hino.

Hino Motors didirikan pada 1910 sebagai bagian dari perusahaan industri gas Tokyo dan dibentuk sebagai sebuah divisi nan takbernama buat membangun truk-truk bagi perkembangan industri ekonomi Jepang. Setelah beralih hanya pada sejumlah kendaraan protesis tangan, Tokyo Gas memulai produksi masal pada 1918 dengan truk TGE “A-Tipe”.

“A-Tipe” (produk Hino) sangat terkenal dan menjadi model tetap perusahaan selama beberapa tahun. Ketika pabrik otomotif lainnya didirikan di Jepang, Tokyo Gas tetap beroperasi sederhana mengurusi ceruk pasar lokal. Sebagai langkah industrialisasi nan terus meningkat selama 1930-an, banyak perusahaan otomobil Jepang mengonsolidasikan operasinya melalui merger komplek.

Merger ini dilakukan sebab meningkatkan kebutuhan buat merasionalisasi produk Hino dengan memaksimalkan skala ekonomi. Beberapa merger juga mengurangi pesaing. Sebuah konsolidasi serupa juga terjadi di Tokyo Gas pada 1937, ketika penggabungan divisi otomotif dengan dua perusahaan lainnya yaitu Automobile Industry Company, Ltd. dan Kyodo Kokusan K.K.

Perusahaan gabungan tersebut kemudian berganti nama menjadi Tokyo Automobile Industry Company . Pada 1941 pendudukan Jepang terhadap Cina telah menciptakan pangsa pasar baru nan luas buat produk-produk industry. Hal tersebut juga memicu terjadinya larangan perdagangan nan ketat dari Amerika Serikat. Larangan ini mewarnai cerita perjalanan Hino.

Daripada mundur menghadapi tekanan larangan Amerika, pemerintah Jepang melanjutkan program persenjataan besar nan diuntungkan oleh banyak perusahaan-perusahaan industri, termasuk Tokyo Automobile. Pada tahun itu, merupakan cerminan lebih lanjut pada spesialisasi dan konsolidasi dalam bidang industri sehingga perusahaan mengubah namanya menjadi Diesel Motor Industry Company , Ltd. Hal ini juga menjadi bagian dari sejarah Hino.

Pada 1942, dengan berlangsungnya Jepang perang dengan Amerika Perkumpulan dan Inggris, Diesel Motor kemudian terpecah ke dalam dua perusahaan. Bagian nan terbesar tetap mempertahankan nama orisinil perusahaan (dan kemudian menjadi Isuzu Motors), dan perusahaan nan lebih kecil bernama Hino Heavy Industry Company , Ltd.

Fasilitas-fasilitas Hino di pinggrian Tokyo selamat dari akibat perang sampai minggu akhir. Pada 1 Agustus 1945, dalam agresi besar-besaran bom Amerika, bom tunggal mengenai pabrik Hino. Para pegawai nan berada di pabrik bahu-membahu memadamkannya dengan air sebelum membakar seluruh bangunan. Usaha ini buat mencegah barah agar tak menyebar ke fasilitas produksi utama.

Pada September, seiring dengan berakhirnya perang, pabrik Hino telah diubah menjadi barak militer buat pasukan pendudukan. Direktur pabrik Shoji Okubo kemudian mempelajari bahwa dengan rel kereta barah di reruntuhan, penguasa pendudukan menyetujui pembangunan 1500 truk per bulan. Dia mengumpulkan beberapa karyawan tetap dan dengan berani membeberkan rencananya buat memproduksi sebuah truk berat baru nan ia rasa akan diperlukan buat rekonstruksi Jepang.

Terkejut akan planning besar Okubo buat pembangunan di tengah-tengah kehancuran Tokyo, sebanyak 300 pegawai-pegawai Hino dari daerah pedesaan buat menghindari pengeboman. Dengan kemampuannya nan hanya bisa mengumpulkan 16 desainer dan kekurangan pada bagian pemasok dan subkontraktor, Okubo telah lama mengembangkan sebuah konsep buat truk baru.

Dengan berat 6,5 ton dan pajang tujuh meter, Hino T10 – 20 telah melampaui semua peraturan ukuran Jepang. Namun, Okubo diprotes bahwa truk-truk tentara pendudukan ukurannya dua kali lebih lipat ukuran di seluruh Jepang, dan dia mampu memengaruhi perubahan dalam hukum.

Sebelum produksi dimulai, perusahaan harus mengamankan keuangan. Akuntan Hino Ryoichi Takada secara pribadi mengajak pejabat bank buat mengunjungi pabrik. Terkesan oleh ukuran pabrik dan minimnya kerusakan, dan kehangatan pribadi Takada, akhirnya pihak bank menyetujui buat memberikan pinjaman besar buat Hino.

Perusahaan kemudian mendirikan jaringan penjualan nasional dan mempekerjakan subkontraktor termasuk di dalamnya Sawafuji Electric, Takebe Tekkosho, dan Goto Gokin. Hanya dalam waktu setahun setelah perang berakhir, prototype pertama diluncurkan dan menjelajah Jepang sebagai tur penjualan. Karena prototype tersebut dibekali dengan mesin diesel berefisiensi tinggi, T10-20 cepat terkenal. Dengan kapasitas produksi hanya 20 truk per bulan, Hino tak mampu mengimbangi besarnya permintaan.

Berpijak pada kekuatan T102-20 (Hino), Okubo merencanakan buat mengembangkan sebuah bus trailer besar. Sebuah prototype dari 96 penumpang T11B-25 sukses dibangun pada Juli 1947. Didukung oleh kampanye interaksi publik nan sangat efektif, pesanan akan bus melebihi proyeksi penjualan dan memberikan tekanan buat meluaskan pabrik.

Menariknya, Hino pada awalnya ditolak masuk ke dalam pasar obligasi oleh bank pemerintah Jepang, dengan argumentasi bahwa industri otomotif merupakan jenis industri spekulatif dan tak memiliki masa depan di Jepang. Selama usaha nan terus menerus buat mengumpulkan dana, Takada jatuh sakit radang usus buntu selama beberapa bulan, dan Masashi Arakawa membawa kasus perusahaa kepada pemerintah, dan dia berhasil.

Perjalanan Hino nan sangat menukik memang patut diacungi jempol. Ketelatenan dan daya juang nan gigih mampu menjadikannya perusahaan nan sukses nan patut diacungi jempol. Produknya kini banyak digunakan di Indonesia sebagai produsen salah satu jenis kendaraan nan tidak kalah bersaingnya dengan nan sudah ada di Indonesia. Mungkin salah satu produknya ialah kendaraan milik Anda.