Siapa Tahu Menjadi Loka Belajar Teroris

Siapa Tahu Menjadi Loka Belajar Teroris

Film SAW kini telah memasuki produksi nan ke-7. Artinya telah ada Saw VII. Film nan pertama kali diliris pada tanggal 29 Oktober 2004, telah meraih perhatian banyak orang. Walaupun film produksi Lions Gate Films dengan motto "every piece has a puzzle" dapat dikategorikan sebagai film super sadis, masih tetap saja banyak nan dapat menikmati kekejaman demi kekejaman di film ini.



Kesadisan Itu Mengganggu Jiwa

Jangan katakan bahwa setelah menonton film satu ini, maka para penonton akan merasa biasa saja sesaat setelah menontonnya. Kalau merasa biasa saja, niscaya ada nan salah. Paling tak niscaya ada perasaan nan kurang nyaman. Manusia itu tercipta dalam kedamaian . Ketika tak ada kedamaian, otak akan memberontak. Inilah nan membuat orang merasa tak sanggup menonton film nan mempertontonkan kesadisan diluar batas ini.

Teknik membunuh dari nan sangat biasa hingga membunuh secara perlahan seolah merupakan pertunjukan kematian nan sangat menyakitkan. Seakan tak pernah kehabisan akal buat melukai dan membuat orang merasakan bahwa wafat itu memang sangat sakit.

Berbagai bahan dipergunakan buat melihat darah nan mengalir, tubuh-tubuh nan terpotong-potong hingga cairan tubuh nan mengalir dari lubang nan sengaja dibuat menganga. Bahkan citra penyiksaan dengan kotoran babi nan busuk pun dipertontonkan dengan sangat detail. Para penonton seolah diberi pelajaran bagaimana berlaku kejam dan bahan apa saja nan dapat membuat orang wafat dengan sangat mengenaskan.

Film ini seakan ingin mengikis rasa humanisme dan rasa iba. Film ini mengajakan ilmu kesadisan nan tiada taranya. Mereka mungkin berpikir bahwa siksa neraka itu mungkin seperti itu. Walaupun sesungguhnya niscaya akan lebih menyakitkan lagi siksaan nan ada di neraka itu.



Bukan Tontonan nan Baik

Kekejaman di global ini telah begitu biadab dan manusia tak perlu lagi diajari bagaimana membunuh dengan cara nan paling kejam sekali pun. Film ini harusnya dilarang beredar. Apalagi buat anak-anak. Anak-anak nan belum mempunyai pengetahuan nan luas dan pengalaman nan banyak, akan terganggu pikirannya setelah menonton film sesadis Saw.

Bagaimana seorang perampok dengan kejamnya memperkosa seorang pembantu rumah tangga nan masih berusia 13 tahun, ialah bentuk kekejaman nan luar biasa. Apalagi sebelum diperkosa, gadis itu dibuat kelenger dengan cara kepalanya dibentukan ke dinding. Belum lagi kisah Klewang si laknatullah nan dengan bangganya menjadi ketua geng motor dengan berbagai kejahatan termasuk perkosaan dan perampokan secara kejam.

Kekejaman dan kebiadaban itu telah menjadi makanan sehari-hari. Film nan mempertontonkan kebiadaban ini tidak perlu ada. Di Suriah, di Palestina, di Myammar, dan di lokasi lain termasuk di Irak dan di Iran, kebiadaban itu seperti oksigen nan berada di mana-mana. Bagaimana orang dapat dengan kejamnya membunuh orang-orang nan tak berdosa. Bagaimana mereka merasa senang ketika melihat orang lain meringis, berteriak menahan rasa sakit.

Bagaimana dengan para penyiksa tahanan nan sangat bahagia melihat orang meregang nyawa. Mengapa kesadisan ini menjadi komoditi nan tak berguna. Mengapa pula semakin banyak orang nan ingin menontonnya hingga menjadikan film ini terus diproduksi.

Bagaimana dengan orang-orang nan mampu melakukan penyiksaan seperti nan terjadi di Tangerang. Para buruh pabrik kuali disekap, baju tak boleh berganti, diberi makan seadanya, dipukul, diancam. Apakah masih kurang contoh kekejaman di dunia.

Anak-anak dapat saja meniru semua adegan nan tak baik itu. Mereka dapat saja lantas bereksperimen dan melakukan adegan-adegan nan tak masuk akal itu. Siapa nan bertanggung jawab? Bagaimana dengan korban nan akan berjatuhan. Ketika ada nan mengatakan bahwa ada baiknya melihat film seperti itu. Mereka menjadi tahu bahwa berbagai perlengkapan dan alat serta bahan kimia eksklusif dapat sangat berbahaya di tubu manusia. Misalnya, cairan asam, air es nan sangat dingin nan dapat menghentikan detak jantung, dan lain-lain.

Titik pukulan nan membuat irang wafat atau kelenger serta paku-paku nan berkarat dan air keras lainnya. Semuanya menjadi pengetahuan nan patut diketahui. Tetapi sebenarnya pengetahuan seperti itu tak perlu didapatkan dari film nan sangat sadis seperti Saw. Mereka dapat mempelajari Kimia.



Siapa Tahu Menjadi Loka Belajar Teroris

Maraknya perkembangan terorisme di tanah air, siapa tahu juga dampak dari banyaknya film dan video tentang kekerasan. Anak muda jadi berpikir bahwa kekerasan itu harus dibalas dengan kekerasan. Akhirnya mereka berpikir bahwa tak menjadi masalah melakukan perampokan demi tujuan nan baik. Meraka juga berpikir bahwa bukan masalah membunuh orang nan sebangsa dengan pembunuh.

Mereka mungkin mengira bahwa kalau telah membunuh itu, maka tak ada lagi kekejaman. Mereka salah dan mungkin lupa kalau kekejaman hanya akan melahirkan kekejaman nan lebih kejam lagi. Yang paling lucu ialah teroris itu mengira kalau mereka wafat dalam perjuangan nan dibaut-buat ini, mereka akan masuk surga .

Bila prediksi ini benar, itu artinya, contohnya film Saw ini harus dilarang masuk ke Indonesia. Tidak perlu menunggu ada orang gila seperti ‘si Joker’ nan menembaki para penonton film Batman. Mahasiswa nan katanya cukup cerdas itu dengan santainya menembaki orang-orang nan tak berdosa. Ia mengira bahwa ialah suatu kebahagiaan melakukan sesuatu nan sangat keren sama dengan adegan dalam film.

Bukannya tak mungkin hal ini terjadi di tanah air. Buktinya Ryan seorang gay nan membunuh begitu banyak orang termasuk anak kecil terlihat biasa saja setelah melakukan perbuatannya. Artinya telah ada gejala orang nan mengidap psikopat di negara ini. Jadi, tak perlu ditambah lagi contoh kekejaman itu.

Apalagi warta tentang pemotongan itu pun semakin hari semakin sadis saja. Seorang penjual soto nan telah membunuh wanita nan menjadi teman hidupnya dengan cara memasukan air panas ke vagina sang wanita hingga si wanita itu mati. Ketika korban terlihat siuman, si pembunuh dengan kejamnya memasukan air panas lagi ke kemaluan si korban.

Yang mengherankan ialah ada wanita lain nan merasa tidak berdaya dan malah membantu si pembunuh sebab takut diperlakukan dengan cara nan sama. Di mana hati nurani. Di mana perasaan ingin membantu orang nan sedang dalam kesulitan. Hati nurani wafat dan kekejaman itu pun datang silih berganti.



Film Super Sadis, Saw, Tidak Boleh ditonton!

Harus ada gerakan buat melarang film ini ada di tanah air. Pihak pemerintah melalui kementerian informasi harus memblokir semua siaraan tentang film tersadis ini. Bila perlu kalau ada film nan meniru kekejaman dalam Saw, harus dilarang juga. Badan sensor film harus berani memotong rantai kesadisan dalam film.

Bila nan berwenang diam saja, masyarakat hanya mampu berteriak tetapi tak mampu bertindak. Menjaga generasi muda itu tak gampang. Semua pihak harus saling membantu agar kondisi kejiwaan anak-anak terjaga dengan baik.