Kerja Bukan buat Uang
Karyawan ialah aset. Tanpa karyawan, maka tidak ada perusahaan. Mempunyai perusahaan artinya mempunyai kewajiban memberikan kompensasi karyawan nan layak sebagai salah satu bentuk memanusiakan karyawan.
Karyawan dan Kebutuhan Hidup
Adanya peraturan daerah nan berkaitan dengan upah minimum walaupun besarannya berbeda buat setiap daerahnya, sebenarnya sudah merupakan usaha dari pemerintah buat ikut memanusiakan para buruh atau karyawan pabrik dan global industri pada umumnya.
Tapi, peraturan tinggal peraturan bila pihak pengusaha tak mau berkompromi. Karyawan bukannya tidak mampu memberontak, tapi ketiadaan keterampilan dan minimnya peluang kerja, membuat mereka pasrah, tapi tidak rela dengan keadaan tersebut.
Mayoritas pengusaha atau pemilik perusahaan akan berpikir bahwa karyawan hanyalah bawahan nan bebas diperlakukan dan disuruh melakukan hal-hal nan diarahkan telunjuknya. Karyawan dituntut harus selalu patuh dan tunduk terhadap anggaran main perusahaan. Beberapa pengusaha hanya memperlakukan karyawan seenaknya.
Kadang, beberapa pengusaha tak menganggap karyawan sebagai rekan kerja maupun aset perusahaan nan sangat berharga. Banyak pula pengusaha nan tak sedikit pun memberikan peluang bagi karyawan buat lebih maju, baik dalam hal pengetahuan, jaringan, maupun finansial atau pengasilan berupa uang.
Beberapa pengusaha kadang tak pernah memikirkan hak-hak nan semestinya diperoleh para karyawan. Baginya, nan terpenting ialah soal laba perusahaan buat memperkaya diri sendiri sekaya-kayanya. Hak-hak karyawan dikesampingkan. Bahkan, diinjak-injak oleh seseorang nan menyebut dirinya sebagai pemimpin.
Fenomena seperti itu bukanlah hal nan patut ditutup-tutupi. Kini, banyak sekali perusahaan nan sama sekali tak memikirkan kepentingan karyawannya. Padahal, karyawanlah nan membuat perusahaan berhasil. Tanpa kinerja para karyawan, tak mungkin perusahaan akan memperoleh untung. Tanpa karyawan pula, tak mungkin sang pengusaha disebut bos.
Di dalam psikologi, ada teori Skinner. Teori Skinner disebut juga teori tingkah laku radikal ( radical behaviorism) . Teori ini mengenai stimulus-respon, nan mempercayai bahwa setiap tingkah laku itu bisa diamati, dan didasari oleh respon positif atau negatif nan diterima.
Respon positif berarti akan mendapatkan hadiah, sebaliknya, respon negatif menandakan akan mendapatkan hukuman. Skinner konfiden bahwa manusia akan berusaha buat mendapatkan respon positif atau hadiah dari apa nan dilakukannya.
Baik Skinner maupun Watson mempunyai pandangan nan sama, bahwa setiap tingkah laku manusia bisa diamati dengan menggunakan metode ilmiah. Tapi Watson tak setuju kalau inner feeling (perasaan) bisa diamati. Watson konfiden bahwa perasaan bisa dipelajari sebagai mana mempelajari ketrampilan-ketrampilan lainnya.
Teori behaviorism atau tingkah laku ini sangat berpengaruh. Sehingga banyak pakar lain, seperti Edward C. Tolman, dan Clark L. Hull turut memformulasikan teori-teori mereka sendiri nan didapat dari hasil pengamatan di laboratorium, bukan melalui observasi introspeksi. Teori ini juga melahirkan banyak teori belajar nan menyangkut metode pembelajaran pada manusia dan hewan.
Taylor mengungkapkan bahwa sebuah pekerjaan bisa didesain, sehingga bisa menghasilkan produktivitas nan diinginkan. Taylor juga mengungkapkan bahwa dengan melakukan pembagian kerja atau peran nan ada dalam pekerjaan, produktivitas suatu pekerjaan akan semakin baik. Oleh sebab itu, seorang perancang atau manajer perlu mendesain suatu pekerjaan agar hasil maksimal nan diharapkan bisa tercapai.
Buah karya nan dihasilkan oleh Taylor menjadikan seorang pekerja seperti robot. Pekerja diminta buat bisa produktif melalui desain pekerjaan nan telah dirancang sebelumnya. Pekerja akan diklasifikasikan berdasarkan jenis pekerjaan tertentu.
Misalnya, seorang pekerja dapat saja seumur hayati pekerjaannya hanyalah menjadi seorang pengebor. Ia diberikan sasaran nan harus dicapai bagaimana pun caranya. Hal inilah nan terkadang membuat seorang pekerja tak diperlakukan layaknya seorang manusia biasa.
Pada 1927-1932 dilakukan penelitian di sebuah perusahaan elektronik, Western Electric Company, Hawthorne Plant, di Cicero, Illinois. Penelitian tersebut dilakukan oleh tim nan dipimpin langsung Prof. Elton Mayo dan rekannya F.J. Roethlisberger dan William J. Dickson dari Harvard Business School.
Dalam penelitian tersebut terkuak bahwa sesungguhnya pekerja membutuhkan hubungan sosial dan mempunyai kebutuhan akan motivasi ketika sedang bekerja. Mayo dan timnya mengungkapkan sisi lain dari sebuah pekerjaan.
Aspek-aspek seperti terbentuk kebiasaan atau anggaran dalam sebuah kelompok kerja, adanya motivasi, kebutuhan pekerja buat bersosialisasi atau berinteraksi sesama pekerja terungkap dalam penelitian ini. Konklusi generik nan dapat diambil dari penelitian ini ialah sebagai berikut.
1. Talenta atau potensi kecerdasan seorang pekerja bukan merupakan estimasi nan baik dari performansi seorang pekerja.
Bakat atau potensi memengaruhi mobilitas mental atau fisik nan dimiliki oleh seorang pekerja. Namun demikian, kedua hal tersebut tak memengaruhi secara signifikan terhadap performansi kerja jika memang faktor-faktor pada sistem sosial nan ada tak mendukung adanya performansi nan baik.
2. Organisasi nan bersifat nonformal nan terjalin di dalam kelompok pekerja memengaruhi produktivitas kerja.
Hubungan antarpekerja ternyata bisa mempengaruhi produktivitas. Oleh sebab itu, seorang manajer harus mendisain pekerjaan sedemikian sehingga hubungan sosial tak dibatasi. Seorang supervisor nan bisa membina interaksi baik dengan bawahannya bisa secara langsung memengaruhi produktivitas.
3. kebiasaan atau anggaran nan ada dalam kelompok kerja memengaruhi produktivitas.
Kelompok kerja secara alamiah akan membuat anggaran krusial nan terjalin dalam kelompok internal mereka. Oleh sebab itu, manajemen perlu mengenali anggaran atau kebiasaan nan terjalin dalam kelompok tersebut.
4. Loka kerja merupakan sebuah sosiosistem atau sistem sosial.
Kelompok kerja tersebut membentuk sebuah sistem sosial. Sebagai sebuah sistem, kelompok kerja mempunyai bagian-bagian nan saling berkegantungan.
Karena sifatnya nan nisbi baru pada zaman itu, penelitian ini memberikan pemahaman baru mengenai sisi lain dari sebuah pekerjaan. Penelitian ini selanjutnya disebut juga dengan Hawthorne Effect .
Kemampuan intelektual memang merupakan aset krusial buat mencapai sebuah misi atau tujuan tertentu, dalam hal ini perusahaan. Namun, kemampuan intelektual saja tak cukup sebab setiap manusia memerlukan hubungan dengan lingkungan baru nan ditempatinya. Dengan kata lain, learning by doing akan lebih efektif dari sekadar berteori.
Dengan melakukan serangkaian termin pelatihan, seorang karyawan akan memiliki taraf pemahaman nan lebih nyata. Dengan pemahaman tersebut, ia kan mampu bekerja optimal. Ia akan mampu menciptakan sistem kerja strategis, bisa bekerja sama secara solid, memiliki semangat kerja tinggi, dan bisa memberikan hasil maksimal terhadap perusahaan.
Apa sajakah kebutuhan karyawan? Kebutuhan dasar makan, minum, dan papan (rumah). Hiburan juga harus dimasukkan, termasuk rekreasi. Mungkin hal ini masih sulit dilakukan. Tapi, bagi perusahaan nan sangat memperhatikan karyawannya kompensasi karyawan tak hanya berupa gaji pokok, tapi juga berbagai fringe benefit (fasilitas lainnya).
Jenis Kompensasi Karyawan
Gaji pokok bagi karyawan tetap ialah hal nan wajib diberikan oleh pihak perusahaan. Sedangkan fringe benefit lain nan dapat diberikan ialah sebagai berikut.
- Dana kesehatan nan diberikan tak hanya bagi karyawan sendiri, tapi juga keluarganya hingga anak kedua.
- Asuransi kesehatan dan kecelakaan nan tak hanya dari Jamsostek. Hal ini buat memberikan pelayanan lebih kepada para karyawan nan juga telah melayani perusahaan.
- Baju seragam bagi setiap karyawan nan dibagikan setiap akhir tahun. Dengan adanya baju seragam ini, selain akan membuat karyawan merasa menjadi bagian dari perusahaan, juga dapat menjadi bukti diri dan image perusahaan di tengah masyarakat.
- Uang makan dan uang lembur terutama bagi para satpam.
- Sisa perlop nan diganti dengan uang. Hal ini lumayan dapat menambah income karyawan.
- Peluang buat meminjam uang di koperasi karyawan dengan agunan perusahaan. Tentunya dengan prosedur tersendiri.
- Uang transport nan besarannya menyesuaikan.
- Uang penggantian kacamata setiap dua tahun sekali.
- General check up setiap tahun atau setiap dua tahun sekali.
- Mileage (uang jalan) nan disesuaikan dengan jauh dekatnya kota nan dikunjungi.
- Dana pensiun
- Peninjauan gaji per tahun dan kenaikan gaji spesifik bagi karyawan berprestasi.
- Tunjangan kesejahteraan nan besarannya bervariasi berdasarkan golongan dan masa kerja karyawan.
- Fasilitas rumah atau dana buat sewa rumah nan layak (Rp5 juta - Rp10 juta atau lebih).
- Beasiswa penuh atau tak penuh.
- Tunjangan fungsional atau jabatan.
- Tunjangan keluarga.
- Pemberian hadiah bagi karyawan berprestasi juga merupakan bentuk kompensasi.
Kerja Bukan buat Uang
Namun demikian, apapun kompensasi nan diberikan oleh perusahaan, karyawan hendaknya bekerja tak hanya buat uang. Bila bekerja hanya buat uang berarti sama dengan kuli. Tapi, berpikirlah bekerja buat mendapatkan hasil.
Hasil ini dapat berupa uang, pertemanan dengan tali silaturrahmi nan erat, ilmu, pengetahuan, keterampilan, dan lain-lain. Berpikir bekerja buat mendapatkan hasil nan lebih dari uang akan membuat semangat kerja tetap menyala. Semoga informasi mengenai kompensasi karyawan tersebut bermanfaat.