Belajar dari Takdir Kecelakaan Pesawat
Kecelakaan pesawat baru-baru ini menimpa Sukhoi Superjet 100 di sekitar lereng Gunung Salak, Bogor, Jawa Barat. Apa mungkin takdir kecelakaan pesawat dapat dilawan? Bukankah takdir nan sudah ditentukan Tuhan tidak mungkin dapat diubah?
Beragam pertanyaan diprediksi muncul saat Anda membaca judul di atas. Warta kecelakaan pesawat, boleh dikatakan, hampir setiap tahunnya kita dengar. Dengan penyebab nan bermacam-macam.
Melawan takdir tentu saja tak bisa. Namun, dengan usaha-usaha nan dilakukan, mengantisipasi agar tak mengalami kecelakaan pesawat selalu dilakukan. Nah, bukankah ini ialah bukti bahwa manusia selalu berusaha melawan takdir kecelakaan pesawat? Anda masih bingung dengan maksud tulisan ini?
Baik, sebelum Anda makin bingung, kita kupas terlebih dahulu mengenai takdir dan formula terjadinya takdir. Semoga dengan memahaminya, Anda dapat menangkap pesan dari artikel ini dengan baik.
Memahami Arti Takdir
Takdir ialah ketetapan Allah terhadap manusia tentang rezeki, jodoh, dan kematian nan sudah ditentukan-Nya di Lauh Mahfudz. Kesannya, takdir ialah hal nan tidak dapat diubah-ubah lagi.
Selain itu, kesannya bahwa manusia hanya makhluk nan menjalani kehidupannya seperti hal nan sudah diatur Allah. Tak dapat banyak berbuat. Hanya itu skenario dan maunya Allah.
Jika memahami takdir seperti ini, maka manusia dapat menjadi orang nan fatalis. Karena harus menyerah begitu saja sebelum berbuat. Inilah nan menyebabkan banyak orang nan berbicara, "Sudah takdirnya", atau "Biarlah, bagaimana nantinya saja."
Padahal, Islam mengajarkan bahwa takdir tidaklah seperti itu. Jika manusia harus menjalankan kehidupannya hanya mengikuti skenario nan ada. Apa guna surga dan neraka diciptakan Allah. Sejatinya, nan ditetapkan Allah di Lauh Mahfudz ialah gambar generik tentang rezeki, jodoh dan kematian.
Jika melakukan perbuatan dengan baik, maka rezekinya baik. Jika melakukan korupsi, maka rezekinya akan buruk. Masalah prosedur ada di tangan manusia. Ada usaha manusia buat memilih dan menentukan semua itu.
Artinya, adanya kehendak dan kekuasan absolut Allah, namun Allah memberikan usaha atau daya kepada manusia buat menentukan pilihannya. Bukan berarti kehendak dan kekuasaan absolut Allah benar-benar absolut.
Manusia hanya menjalaninya saja, tak ada haknya buat memilih dan menciptakan perbuatannya. Jika pemahaman seperti ini, maka akan bertentangan dengan firman Allah, "Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan, (yaitu jalan kebaikan dan jalan keburukan)" (QS. Al-Balad: 10).
Pemahaman takdir dengan menyatakan bahwa bukanlah kehendak dan kekuasaan absolut Allah benar-benar absolut, manusia memiliki hak memilih dan menciptakan perbuatannya. Pemahaman takdir ini didengungkan oleh al-Maturidy dan Ibnu Rusyd.
Dengan pemahamannya ini, mereka berdua pun dikenal sebagai ulama tauhid rasional-motiveren. Untuk mendekatkan pemahaman ini, penulis menghubungkannya dengan pemahaman takdir nan pernah dicetuskan oleh Agus Mustofa.
Ia mengatakan, bahwa takdir terjadi ibarat kalkulator. Di dalam kalkulator, sudah dipastikan dengan sahih hasilnya, baik dalam bentuk tambah, kurang, bagi dan kali. Jika seluruh komponen kalkulator ini berfungsi dengan baik, maka hasil pencetan tombol apa pun akan memberikan hasil nan benar.
Jika terjadi kesalahan dalam penghitungan, penyebab utamanya ialah komponen nan rusak atau tak berfungsi. Atau, dapat jadi baterainya sudah habis. Artinya, takdir terjadi tidak lepas dari adanya sebab-akibat.
Pada sebab-akibat terdapat kesesuaian antara kehendak Allah dengan kehendak manusia. Itulah kesuksesan nan didapat manusia. Jika terjadi kegagalan, adanya ketidaksesuaian antara kehendak Allah dengan kehendak manusia, sebab adanya komponen nan kurang dimiliki manusia buat meraih apa nan diinginkannya.
Takdir Kecelakaan Pesawat
Berdasarkan pemahaman takdir di atas, semakin jelas bahwa takdir kecelakaan pesawat terjadi lantaran adanya sebab-akibat. Dan nyatanya, memang demikian. Contohnya kecelakaan pesawat Sukhoi. Terjadi lantaran menurunkan pesawat dengan ketinggian 6000 kaki.
Padahal lokasi pesawat sedang terbang berada dekat dengan Bukit Salak. Inilah nan menjadi karena utamanya. Ketika pilot meminta izin buat menurunkan pesawatnya sedang berada di 10.000 kaki.
Namun tampaknya belum bisa izin, pilot sudah mencoba menurunkan pesawatnya, hingga akhirnya terjadi kecelakaan pesawat nan mengakibatkan ledakan. Buktinya, jenazah-jenazah penumpang pesawat Sukhoi hancur terpotong-potong anggota tubuhnya.
Dari kronologi kecelakaan pesawat Sukhoi, bisa dipahami bahwa kecelakaan terjadi ada sebabnya, yaitu keberanian pilot menurunkan pesawat sebelum bisa izin. Hingga akhirnya menimbulkan dampak terjadinya kecelakaan.
Jika dihubungkan dengan takdir, adanya kehendak manusia nan salah sehingga akhirnya menyebabkan mendapatkan takdir nan tidak diinginkan.
Belajar dari Takdir Kecelakaan Pesawat
Hampir dipastikan tidak ada seorang pun ingin mati. Semuanya berusaha dengan semaksimal mungkin menolak kecelakaan pesawat tersebut. Namun, keinginan manusia tersebut tidak selamanya berhasil.
Insting pilot sebenarnya ingin tetap selamat dengan ketinggian 6000 kaki memberikan informasi, namun hasilnya takdir kematian nan menghampiri. Pasalnya, sebelum mendapat jawaban sang pilot sudah menurunkan pesawat.
Karena itu, bila ingin terjadi takdir baik dalam kehidupan kita. Maka pilihlah hal nan baik-baik dan sinkron dengan koridor nan sudah ada. Meski ini terkesan fatalis, namun hakikatnya tidak. Karena nan dilakukan ialah pemilihan perbuatan nan baik.
Jika ingin selamat dari kecelakaan pesawat, hendaknya ada keinginan bersama antara penumpang, pilot, dan pemilik maskapai penerbangan. Jika penumpang dan maskapai penerbabngan ingin selamat, lalu pilot ingin menunjukkan kebolehan pesawat nan dikemudikannya, maka nan terjadi ialah kebalikannya.
Demikianlah kehidupan manusia di global ini. Kesilapan itu nan menjadi karena kenapa harus terjadinya kecelakaan. Namun demikian, Allah Swt mengajarkan buat tak pernah lupa mendekatkan diri kepada-Nya. Jangan jemawa dan sombong. Pasalnya, tidak ada kelebihan nan dimiliki manusia bakal dimiliki selamanya.
Mungkin satu dua kali kita dapat selamat dari kecelakaan saat menunjukkan kebolehan, namun semua itu punya batas waktu.Tak ada nan lepas dari kematian. Naluri manusia memang selalu berusaha buat melawan takdir kematian.
Namun segala kehidupan di global ini punya limit (waktu). Artinya, apa nan dimiliki memiliki batas waktu. Kesiapan buat itu mesti dilakukan. Allah Swt memang sudah menentukannya di Lauh Mahfudz, namun hendaknya kita siap buat menerimanya.
Mungkin kita berusaha wafat dalam kondisi baik-baik, tapi penyebab lain dapat saja datang menyebabkan kematian kita tak dalam kondisi baik. Meski kita dapat memilih, namun kesiapan menerima sesuatu nan tidak diinginkan saat kematian menghampiri juga termasuk pilihan.
Makanya, mau tak mau, saat ingin melakukan sesuatu lakukan pemilihan nan bijaksana. Pemilihan nan bijaksana menentukan segalanya. Jika tak percaya, silakan perhatikan kehidupan nan dijalani selama ini.
Kenapa takdir baik dapat terjadi pada diri kita dan kenapa takdir jelek dapat menemui kita. Semua itu krusial jadi renungan sebelum kematian menghampiri.
Tak ada kuasa manusia buat memilih nan terbaik terjadi pada dirinya. Tak hanya manusia, bumi juga bakal mengalami kematian dengan hadirnya hari kiamat. Karena itu, jangan pernah menghindar dari kematian, tapi hadapi kematian dengan melakukan ibadah-ibadah nan baik, plus pilihlah segala hal nan baik dalam kehidupan kita agar kebaikan itu dirasakan oleh kita dan orang lain juga.
Inilah nan bisa dipahami dari naluri ingin melawan takdir. Contohnya terdekatnya ialah melawan takdir kecelakaan pesawat Sukhoi. Namun sayang, ada kesalahan nan dilakukan sang pilot, sehingga takdir kematian pun akhirnya menghampiri.