Fenomena Bohong di Tanah Air
Mampukah Anda mengingat sudah berapa banyak kebohongan nan kamu ucap hingga detik ini? Mampukah Anda menghitung sudah berapa kali kejujuran nan kamu tegakkan hingga detik ini? Lebih banyak nan mana, bohong atau jujur?
Jawablah dengan jujur dari hati kecil tanpa harus mengikuti kelicikan pikiran buat kembali melancarkan jurus dusta nan kesekian juta kalinya. Anda dapat menipu orang lain dengan kebohongan demi kebohongan nan dapat dirancang dengan apik buat menutupi kebohongan nan telah lalu agar terlepas dari tuduhan dan kesalahan, tapi Allah Swt. tak akan pernah dapat kamu tipu dengan berpura-pura tobat lewat kata-kata dusta nan penuh kelicikan.
Ya, kamu dapat menipu orang lain sebab manusia memang tak dapat mengetahui apa nan tersimpan di hati, tapi Allah Maha Mengetahui atas segala isi hati nan tak akan pernah dapat ditipu oleh kepura-puraan manusia munafik.
Bohong dan Si Tukang Bohong
Kalau memang dusta itu dosa lalu kenapa dusta masih terus dipelihara? Bohong atau bohong atau lie dalam bahasa Inggris atau kizb dalam bahasa Arab ialah sesuatu nan tak sinkron dan bertolak belakang dengan hal nan sebenarnya.
Di dalam Islam orang nan berbohong itu disebut kazib dan apabila orang tersebut sering melakukan kebohongan lalu di tengah masyarakat mendapat predikat menjadi si tukang bohong, maka pelakunya disebut kazzab .
Sudah menjadi santapan sehari-hari bahwa kebohongan dan kepalsuan nan menjalar telah menjadi borok di segala lapisan masyarakat. Mulai dalam kalangan orang tua, anak muda, bahkan sampai ke anak-anak nan masih bocah innocent yang belum berdosa pun sudah teracuni otak mereka dengan sifat jelek nan satu ini. Itu tak lain sebab contoh jelek tersebut telah merajalela di sekeliling mereka, mungkin dari orangtua atau dari lingkungan sekolah dan lingkungan bermain.
Pernah sebuah survei di Amerika memberitakan bahwa 91% warganya terbiasa berbohong di dalam keseharian mereka. Persentase nan sangat luar biasa. Bohong benar-benar menjadi makanan sehari-hari. Bahkan sudah bukan misteri lagi bahwa sebagian umat Islam pun telah banyak nan terjangkit oleh sifat tercela ini.
Dari Ibnu Mas'ud Radhiallahu 'Anhu, ia berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda:
"Sesungguhnya jujur itu menunjukkan kepada kebaikan, sedangkan kebaikan menuntun menuju Surga. Sungguh seseorang nan membiasakan jujur pasti dicatat di sisi Allah sebagai orang jujur. Dan sesungguhnya bohong itu menunjukkan kepada kemungkaran, sedangkan kemungkaran menjerumuskan ke Neraka. Sungguh orang nan selalu berdusta akan dicatat sebagai pendusta." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Berdasarkan sabda Rasulullah tersebut jelaslah bahwa dusta itu ialah bentuk sifat jelek nan harus dijauhi sebab sangat banyak tertuang di dalam Al-Qur'an nan mencela sifat ini. Lalu bagaimana cara kita sebagai seorang muslim nan beriman dalam menanggapi banyaknya pertanyaan berupa, kalau berbohong buat kebaikan bagaimana hukumnya dan apakah berdosa bagi pelakunya?
Bolehkah berbohong buat kebaikan? Bagaimana hukumnya menurut Islam? Mari kita jajak sedikit mengenai hukum dalam pespektif fikih Islam nan terbagi ke dalam lima jenis, yaitu haram, makruh, mubah, sunat dan wajib. Haram artinya tak boleh, jika dikerjakan berarti dosa bagi pelakunya. Nah, menyangkut hal tercela "bohong", masuk bagian hukum nan mana di dalam kacamata Islam?
Berbohong atau berkata bohong atau berperilaku tak jujur haram hukumnya di dalam Islam. Al-Qur'an dan Al Hadits secara tegas mencela mereka nan suka berbohong dan menyebut bahwa dusta merupakan konduite orang nan tak beriman.
Firman Allah di dalam Al-Qur'an nan artinya:
"Sesungguhnya nan mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang nan tak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah pembohong." (QS An-Nahl 16:105)
Kemudian Rasulullah menegaskan dalam sabdanya bahwa berbohong itu haram dan menjadi salah satu tanda orang munafik
"Tanda orang munafik ada tiga: berkata bohong, ingkar janji, mengkhianati amanah." (HR Bukhari & Muslim).
Namun, bagaimana halnya kalau berbohong tersebut buat kebaikan? Apakah semua kebohongan hukumnya haram? Apakah tak ada kebohongan nan sunnah, makruh, mubah, bahkan nan wajib dilakukan?
Bukankah Islam itu agama nan mengajarkan umat kepada kebaikan dan memberikan banyak kemudahan dalam beribadah lalu kenapa tak ada keringanan buat berbohong demi menolong orang lain nan akan membawanya kepada kebaikan?
Benar, Islam itu indah. Islam itu menuntun umat kepada keselamatan hayati di global menuju akhirat dan Allah tak pernah memberatkan hamba-hamba-Nya dalam beribadah dan berbuat kebaikan. Memang telah ditegaskan bahwa bohong itu haram hukumnya di dalam islam, tapi ternyata ada saat dan kondisi eksklusif di mana berbohong itu dibolehkan, yaitu di saat terpaksa dan dalam situasi darurat.
Allah berfirman di dalam surat An-Nahl nan berbunyi:
"Barangsiapa kafir kepada Allah setelah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang nan dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tak berdosa), tetapi orang nan melapangkan dadanya buat kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan mereka akan mendapat azab nan besar ." (QS An-Nahl 16:106)
Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa Rasulullah bersabda,
"Setiap keboh ongan itu terlarang bagi anan cucu Adam kecuali dalam peperangan sebab peperangan ialah tipu daya, menjadi juru damai di antara dua orang nan sedang bertikai, dan suami berbohong buat menyenangkan istri."
Imam Ghazali mengutip sebuah hadits Nabi nan membolehkan seseorang berdusta dalam 3 perkara:
"Rasulullah tak menolerir suatu kebohongan kecuali dalam tiga perkara: buat kebaikan, dalam keadaan perang, dan suami membohongi istri dan istri membohongi suami (demi menyenangkan pasangannya)."
Jadi terjawab sudah pertanyaan kita mengenai "bohong demi kebaikan", bolehkah? Boleh, tetapi hanya di dalam tiga perkara seperti nan disebutkan di atas. Berbohong di dalam peperangan, berbohong demi mendamaikan dua orang nan sedang berselisih buat kebaikan kedua orang tersebut, dan berbohongnya suami atau istri demi menyenangkan pasangan mereka.
Fenomena Bohong di Tanah Air
Kebohongan demi kebohongan nan terjadi di Bumi Pertiwi ini sudah menjalar ke seluruh persendian bidang kehidupan mulai dari pendidikan, perekonomian, kesehatan, politik bahkan sampai kepada keyakinan beragama, dan hal ini sungguh kondisi nan sangat mengkhawatirkan. Mari kita renungkan fenomena nan terjadi di negeri ini.
Di dalam bidang pendidikan kita bisa melihat betapa banyak sekolah, yayasan, bahkan perguruan tinggi nan menjanjikan mutu dan kualitas pendidikan nan terbaik, akan tetapi pada kenyataannya materi menjadi faktor pendukung primer nan tak dapat dipungkiri. Istilah kasarnya "nyogok" atau lebih halusnya "fulus mulus Anda lulus".
Memang tak semua forum pendidikan nan seperti itu, tapi kenyataannya ada banyak nan menggunakan sistem main belakang buat memesan satu kursi di kelas di sebuah sekolah atau perguruan tinggi ternama.
Fenomena ini sudah menjadi misteri generik di negeri ini, seleksi berdasarkan kemampuan otak dari anak Indonesia nan justru banyak anak-anak genius nan tersembunyi di pelosok negeri malah tersisihkan sebab ketidaksanggupan para orangtua dalam membiayai pendidikan anak-anak mereka. Sangat ironis sekali, tapi itulah fenomena nan terjadi di Tanah Air ini.
Di dalam bidang politik, "pembohongan" para penguasa tak lagi merupakan "tindakan haram nan tercela" akan tetapi telah berubah arah menjadi sebuah kecanduan, mengumbar janji demi janji lewat teori, mengedapankan alasan demi kepentingan umat padahal kenyataannya demi kepentingan partai.
Bahkan lebih menyedihkannya lagi, keyakinan sendiri dijual demi politik. Jadi tak salah kalau masyarakat awam dan umat memandang politik nan kotor di negeri ini sebagai "najis" sebab dipenuhi oleh kebohongan nan tidak berujung. Padahal di dalam kacamata Islam, politik berfungsi sebagai harasatuddin wa siasatuddunya (menjaga agama dan mengatur dunia), tetapi nan terjadi di negeri ini justru sebaliknya, politik telah menyengsarakan rakyat sebab kebohongan para penguasa nan tak ada habisnya.
Di dalam bidang hukum telah banyak terlihat ketidakjujuran nan mewarnai sistem peradilan terhadap para koruptor di negeri ini. Keadilan sudah tak ada lagi, para penegak hukum sudah kehilangan jati diri dampak mafia penegak hukum. Contoh nan masih terekam jelas diingatan kita semua, yaitu terkait kasus Gayus Tambunan nan menggegerkan Bumi Pertiwi, tentunya tak akan pernah dilupakan oleh anak bangsa ini sampai kapan pun.
Bagaimana mungkin seorang napi bisa bebas keluar masuk penjara menghirup udara luar dalam status tahanan? Para penegak hukum menutup mata dengan kejadian ini. Global hukum kita tak ubahnya seperti "dunia binatang" di tengah hutan belantara, saling terkam demi kelangsungan hayati dan saling membunuh demi bertahan hidup. Ironis, tapi itulah bentuk contoh nan fatal dari sebuah kebohongan. Bohong sungguh luar biasa nan bisa menzalimi banyak orang.
Sementara di dalam bidang agama juga bisa kita lihat bentuk kebohongan nan dipersembahkan di depan mata oleh partai-partai politik nan berbasis agama. Partai Islam memosisikan diri sebagai partai oposisi sehingga bisa melaksanakan fungsi amar ma'ruf nahi mungkar terhadap pemerintah, akan tetapi pada akhirnya mereka berubah haluan sebab terlena oleh kekuasaan dan jabatan sehingga syariat agama terlupakan demi mengejar kekuasaan. Naudzubillah minzalik!
Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah nan berbunyi:
"Di antara manusia ada nan mengatakan: 'Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian,' pada hal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang nan beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang nan beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa nan pedih, disebabkan mereka berdusta." (QS Al-Baqarah ayat 8 sampai 10)
Kejujuran mendapat loka nan mulia di sisi Allah. Akhlak mulia berupa kejujuran dalam berkata dan beramal akan mendatangkan ketenteraman kepada seorang muslim, dan menghantarkannya kepada kehidupan senang nan berakhir di jannah/surga.
Namun, jika jujur terlah terkalahkan oleh bohong, apakah mungkin kita bisa meraih ketentraman di dalam hayati ini? Sekalinya seseorang telah berbohong dan menjadikan bohong sebagai kebiasaan, maka ke depannya kebohongan demi kebohongan lain akan silih berganti memerangkap si tukang dusta tersebut.