Dampak dari Modern Football

Dampak dari Modern Football

Tanpa kita sadari, sepak bola modern seakan-akan menghancurkan ekosistem nan sudah dibangun sejak lama. Mari kita tengok Perserikatan Inggris sebagai prototipe dari korban sepak bola modern ini. Klub-klub besar seperti Liverpool, Manchester United, Chelsea, dan Arsenal sekarang berada di bawah Manchester City nan bahkan baru dapat membeli pemain seharga 30 juta pound pada 3 tahun nan lalu.

Modern football m erupakan berita olahraga terkini dalam global sepak bola nan membuat resah banyak orang, terutama para pendukung fanatik tim. Bayangkan, kini betapa tak anehnya sebuah klub Inggris hanya memiliki 2-3 pemain Inggris di dalam timnya. Bahkan, di dalam tim intinya, tidak satu pun pemain Inggris nan terpilih, seperti nan pernah dialami oleh Arsenal.



Berita Olahraga Mutakhir - Modern Football

Sebenarnya, terminologi modern football muncul pada akhir 90-an. Saat itu, beberapa klub di global mulai membelanjakan uangnya secara gila-gilaan buat membeli pemain.

Real Madrid ialah contohnya. Para petinggi Real Madrid paham, sebab mereka ialah klub terbesar, dengan trofi pretisius terbanyak, mereka harus terus menjaga gengsi. Karena itulah, direktur olahraga Madrid banyak mendatangkan pemain bintang ke dalam klubnya.

Sebut saja Michael Owen, David Beckham, Zinadine Zidane, Ronaldo, Roberto Carlos, Kaka, dan Cristiano Ronaldo. Mereka semua merupakan pemain bintang nan direkrut Madrid buat melanggengkan kekuasaan mereka di global sepak bola internasional. Sejak saat itulah, klub ini mendapat julukan Los Galacticos dan terus inheren hingga saat ini.

Adanya modern football membuat media lebih banyak menggembar-gemborkan warta olahraga mutakhir seputar transfer, kemegahan stadion, fasilitas klub, dan hal-hal lain nan sifatnya menggiurkan kita sebagai penonton. Itulah tujuan dari modern football , yakni membuat sepak bola menjadi bisnis hiburan nan menggelontorkan banyak uang. Hal ini membuat setiap klub tak hanya berpikir prestasi, tapi juga popularitas.

Aspek-aspek, seperti penjualan merchandise , royalti TV, dan kunjungan ke stadion, pun menjadi bagian-bagian kecil nan mendatangkan uang. Logikanya sederhana, semakin banyak fans nan sebuah klub miliki, semakin berbondong-bondong pula sponsor datang.



Dampak dari Modern Football

Modern football memiliki akibat nan cukup besar terhadap global sepak bola. Mari tengok berita olahraga mutakhir tentang sepakbola. Niscaya saja ada sisipan tentang keglamoran dan limpahan uang. Ini berdampak sangat baik terhadap kesejahteraan pemain dan sisi keuangan klub. Namun, modern football juga menimbulkan beberapa akibat nan dapat dibilang jelek bagi kemeriahan sepak bola itu sendiri.



1. Money is everything

Terdengar naif? Tidak juga. Dalam sepak bola modern, uang ialah segalanya. Jika Anda pernah dengar kata "loyalitas", kali ini mungkin diubah dengan kata "profesionalitas". Meskipun Torres beralasan pindah ke Chelsea bukan hanya sebab uang, setidaknya uang juga menjadi sebuah pertimbangan.

Dan terkadang uang nan terlalu banyak ini merusak pasaran dan ekosistem sepak bola itu sendiri. Coba bayangkan Anda ialah pemilik sebuah klub besar. Anda kemudian membeli seorang pemain dengan harga besar dan memberinya gaji tinggi buat mendapatkan prestasi instan. Jika pemain tersebut tak memberikan kontribusi sinkron dengan nan Anda harapkan, tentu akan susah buat menjualnya. Kenapa? Karena klub-klub lain akan kesulitan buat membayar gaji dan jumlah uang kontrak nan senilai.

Carlos Tevez ialah contohnya. Saat ia menolak bermain melawan Bayern Munich, Roberto Mancini berniat buat menjualnya. Namun tidak ada klub nan mampu membelinya sebab nilai kontrak dan gaji Carlos Tevez nan mahal.



2. Merusak ekosistem dan tatanan klub

Barcelona ialah contoh kongkret dari klub nan mengandalkan pemain binaan daripada pemain pembelian. Dan, buat membentuk tim nan superior seperti sekarang, Barcelona tak melakukannya selama 1-2 tahun, tapi lebih dari sepuluh tahun.

Mereka membiasakan pemain buat bermain bersama sejak usianya muda. Mereka diajarkan kekompakan, saling mengerti style masing-masing, dan belajar teknik bersama-sama. Inilah salah satu alasan kenapa Barcelona banyak memakai orang Catalan di timnya.

Tapi sebab modern footbal l, semuanya dapat jadi serba-instan. Tengok saja warta olahraga mutakhir nan memuat bagaimana Manchester City menjadi kampiun Perserikatan Inggris. Manchester City hanya perlu menunggu selama 3 tahun buat menjadi kampiun dan jadi tim nan ditakuti, tanpa perlu memakai pemain binaan, tanpa perlu susah payah menyatukan visi pemain. Caranya? Dengan gelimang uang.

Selain itu, masalah uang ini juga berdampak pada stabilitas klub. Artinya, klub nan memiliki pembinaan pemain muda nan baik hanya akan menjadi suplier pemain bagi klub nan berfinansial tinggi.

West Ham United ialah contoh kongkretnya. Pada awal 2000-an, West Ham memiliki banyak talenta pemain sepak bola. Nama-nama seperti Joe Cole, Frank Lampard, Rio Ferdinand, Scott Parker, dan Darent Bent ialah bakat orisinil West Ham. Namun, sebab tergiur kontrak dan kans buat mendapatkan trofi nan lebih besar, mereka bersedia dibeli oleh beberapa klub besar Inggris dan akhirnya berhasil di sana.



3. Harga tiket nan semakin mahal

Di negara maju, beberapa tahun ke belakang, sepak bola tak hanya menjadi milik laki-laki saja. Ibu rumah tangga, anak kecil, dan remaja perempuan juga ikut masuk ke stadion. Ini artinya, kenyamanan dan keamanan menonton di stadion makin meningkat.

Tapi hal ini membuat harga tiket jadi sangat mahal. Bayangkan saja, tiket di Arsenal dapat mencapai 100 Poundsterling. Jika dirupiahkan, buat satu pertandingan, kita harus merogoh kocek lebih dari satu juta rupiah. Itu pun buat pertandingan biasa. Jika pertandingannya lebih bergengsi dan lebih seru ( big match) , harga tiket akan dipatok lebih mahal daripada biasanya.



4. Sponsor terlalu banyak memakan loka

Sponsor memang bisa membuat klub sepakbola semakin makmur. Tapi sponsor juga dapat menggerogoti kebebasan klub sepak bola jika tak dibatasi. Contohnya nama stadion seperti nan dialami Arsenal. Klub ini mempunyai nama stadion nan sama dengan nama sponsor mereka. Ini cukup aneh sebab sponsor itu sebenarnya tak mempunyai sejarah nan kental dengan klub, hanya sebatas bisnis.

Bahkan di Austria, sebuah klub bernama SV Austria Salzburg, harus kehilangan rona orisinil klubnya (violet dan putih) sebab campur tangan sponsor. Ini menandakan bahwa bukti diri klub menjadi sangat mudah dihilangkan sebab ulah sponsor.

Jika hal ini terus terjadi, tak dapat dibayangkan apa nan terjadi nanti. Bayangkan, dapat saja nanti nama sponsor menjadi tambahan atau embel-embel dalam tim. Mungkin saja

Berita olahraga mutakhir di media mainstream memang belum banyak menyentuh ke ranah ini. Semoga saja ini dapat menjadi surat keterangan bagi kita semua nan suka dan peduli pada global sepak bola. Dan akhirnya, kita jadi bersama-sama paham bahwa sepakbola modern mempunyai sisi lain nan mungkin tak dapat dibilang buruk, tapi berpotensi menghancurkan gairah dari olahraga ini.