Banjir Besar di Jakarta
Tahun-tahun belakangan ini, banjir besar semakin sering menghampiri Indonesia. Terjadinya pun tidak pilih-pilih loka lagi. Mulai dari desa-desa kecil di pelosok Sulawesi atau Papua nan sebelumnya tidak dikenal banyak orang, hingga kota-kota besar seperti Jakarta.
Terjadinya Banjir Besar
Tidak seperti gempa bumi atau gunung meletus, banjir umumnya terjadi bukan semata-mata sebab bala alam. Banjir lebih sering terjadi sebagai dampak dari perbuatan manusia. Banyak tindakan nan telah dilakukan oleh manusia nan membuat terjadinya bala banjir ini.
Berikut ialah beberapa penyebab sampai terjadinya bala banjir ini. terutama ialah hal jelek nan dilakukan oleh manusia di alam sekitarnya:
1. Penggundulan hutan
Tindakan manusia nan sangat tak betanggung jawan inilah nan sangat memberikan pengaruh terhadap terjadinya bala bajir. Hutan ialah loka nan sangat memberikan banyak kegunaan bagi manusia.
Misalnya ialah buat menjaga resapan air nan ada. Air hujan nan turun akan bisa dengan mudah diserap oleh banyaknya pohon besar nan ada di dalam hutan. Sehingga tidak sampai terjadi banjir nan datang ke wilayah pemukiman warga atau penduduk.
Terlebih lagi, dengan adanya kemampuan dari pohon besar nan ada di dalam hutan akan memberikan cadangan akan air nan ada di permukaan bumi. Karena air ini akan menjadi air buat cadangan air bagi kehidupan manusia.
Jika hutan tidak ada lagi atau pohon besar nan ada di dalam hutan tidak ada, maka hal ini akan memberikan kemudahan bagi air hujan nan ada buat begitu saja mengalir ke daerah pemukiman penduduk. Dan inilah nan akan menjadi penyebab dari banjir itu.
2. Pendangkalan sungai
Fenomena inilah nan banya terjadi di kebanyakan kota besar nan ada. Dengan sulitnya buat mendapatkan loka buat wilayah pemukiman maka menjadikan kalangan masyarakat eksklusif memakai wilayah sungai atau bantaran sungai sebagai loka tinggal.
Kita tidak akan begitu sulit buat menemukan wilayah bantaran sungai nan penuh sesak dengan rumah warga. Terlebih hal ini akan memberikan beban tersendiri bagi sungai itu sendiri sebab seakan sungai dijadikan sebagai pusat dari aktivitas nan ada.
Misalnya ialah buat mandi, cuci atatu bahkan buang air besar dan kecil semuanya dilakukan di sungai. Tentu saja hal ini akan mengurangi kualits dari sungai itu sendiri. Sungai akan menjadi lebih kotor dan airnya pun akan menjadi air nan tidak menyehatkan buat dipakai.
Dengan demikian, akan banyak residu hasil tindakan manusia nan akan dibuang ke sungai. Inilah nan kemudian dinamakan dengan limbah atau sampah. Sampah akan banyak sekali dibuang di sungai dan akan menjadikan sungai dangkal. Sungai nan dangkal akan lebih sedikit memuat debit air. Sehingga akan membuka banyak peluang buat air menjadi meluber ke mana mana ketiak terjadi hujan.
3. Perubahan peruntukan bantaran sungai
Seperti nan telah disebutan, hal ini seakan menjadi budaya nan begitu mudah buat ditemukan di kebanyakan kota besar nan ada di negara kita. Bantaran sungai nan seharusnya dikosongkan buat memudahkan kesempatan terjadinya ekspansi sungai atau pengerukan sungai buat membuat sungai bisa memuat debit air nan cukup. Dengan adanya pemukiman warga nan ada di bantaran sungai maka hal ini akan begitu sulit buat dilakukan.
4. Tak berfungsinya saluran pembuangan air
Hal ini ialah hal nan begitu krusial di dalam kehidupan masyarakat. Karena dengan adanya saluran pembuangan air nan maksimal maka air akan begitu mudah ntuk dialirkan ke daerah nan menjadi tujuan akhir dari air tersebut.
Namun jika tidak terdapat sistem pembuangan air nan memiliki kualitas nan baik maka akan membuat air begitu mudah buat tersumbat dan tidak bisa mengalir dengan mudah. Tersumbatnya air inilah nan kemudian bisa membuat potensi terjadinya banjir akan lebih mudah buat terjadi.
5. Hilangnya huma terbuka
Lahan terbuka ialah digunakan buat menyerap aiar nan datang dari hujan. Di dalam kota besar akan lebih sulit lagi buat menemukan huma terbuk aini. Karena kebanyakan huma terbuka telah disulap keberadaan menjadi area pemukiman warga.
Tak hanya itu, huma terbuka ini juga telah banyak disulap buat menjadi are apetokoan, loka rekreasi dan juga apartemen mewah. Dan semua ini sudah tidak lagi memberikan perhatian nan cukup tinggi kepada lingkungan hidup. Yang diperhatikan ialah bagaimana mendapatkan laba nan besar dari berbagai bangunan nan ada ini.
Sehingga sekali lagi, air tidak akan menemukan loka buat meresap ke dalam tanah. Air hujan dengan debit nan tinggi akan begitu saja mengalir ke pemukiman warga. Dengan semakin tinggi debit air maka akan semakin memberikan kemungkinan buat memberikan banjir nan ada.
Banjir Besar di Jakarta
Jakarta, kota metropolitan nan menjadi tumpuan hayati jutaan rakyat Indonesia ternyata sama sekali tidak steril dari bala banjir. Sebaliknya, hampir setiap tahun Jakarta didatangi banjir.
Ketika bala banjir melanda Jakarta awal tahun 2002 silam, ramailah klarifikasi mengenai siklus banjir lima tahunan di Jakarta. Artinya, dalam kurun waktu lima tahun sekali bala banjir akan mendatangi Jakarta. Ketika banjir sedang merendam sebagian besar wilayah Jakarta, di beberapa wilayah bahkan mencapai ketinggian 2 meter, wacana tentang penanggulangan banjir pun bergaung kencang.
Teori tentang adanya siklus banjir lima tahunan ini berarti datangnya bala banjir itu sudah dapat diprediksi jauh-jauh hari. Dengan demikian seharusnya tindakan preventif pun dapat dilakukan jauh-jauh hari.
Namun nyatanya, setelah bala banjir nan menelan kerugian milyaran rupiah itu surut, wacana tentang penanggulangan banjir itu pun ikut surut. Pemerintah dan masyarakat ibu kota kembali tenggelam dalam rutinitas sehari-hari, termasuk meneruskan konduite nan bisa mengundang banjir.
Nyatanya kemudian, tidak perlu lima tahun sekali bagi bala banjir buat merendam ibu kota negara Republik Indonesia. Setiap tahun, Jakarta terendam banjir. Ironisnya bahkan dapat lebih dari satu kali dalam setahun. Tak hanya terjadi pada awal tahun seperti pada peristiwa bala banjir tahun 2002 silam, namun dapat terjadi setiap kali hujan deras mengguyur.
Bencana banjir di Jakarta tak disebabkan oleh faktor tunggal, namun merupakan gabungan dari beberapa faktor sekaligus. Faktor-faktor penyebab itu antara lain:
Sungai
Sungai-sungai nan membelah Jakarta sudah tidak lagi berfungsi maksimal dalam menampung air. Selain sebab pendangkalan dan rumah-rumah penduduk nan menyemut di sepanjang pinggirannya, juga sebab sungai-sungai ini penuh dengan sampah. Berbagai jenis sampah bisa ditemukan di badan sungai. Di beberapa tempat, tumpukan sampah itu begitu banyaknya hingga menjadi sebuah daratan nan bisa diinjak manusia.
Saluran air
Seperti halnya sungai, saluran air pun tidak berfungsi maksimal. Di mana-mana tersumbat oleh sampah. Gaya hayati nan ada di kota Jakarta ini juga tidak banyak memberikan perhatian nan menyeluruh terhadap saluran pembuangan air ini. sehingga air akan banyak sekali tersumbat.
Belum selesainya pembangunan banjir kanal
Banjir Kanal Barat dan Banjir Kanal Timur ini disebut-sebut dapat menampung dan mengendalikan banjir nan mendatangi Jakarta.
Banjir kiriman
Banjir kiriman dari Bogor hampir selalu menjadi kambing hitam terjadinya bala banjir di Jakarta. Keadaan makin parah jika curah hujan nan turun di Jakarta tidak kalah derasnya dengan nan turun di Bogor.
Tindakan Antisipasi
Mencegah dan menanggulangi banjir tidak bisa dilakukan oleh pemerintah saja atau orang perorang saja. Dibutuhkan komitmen dan kerjasama berbagai pihak buat menghindarkan Jakarta dari bala banjir.
Tindakan-tindakan nan bisa dilakukan itu antara lain:
- Menyelesaikan pembangunan Banjir Kanal Timur dan Banjir Kanal Barat
- Membuang lubang-lubang serapan air.
- Memperbanyak ruang terbuka hijau
- Mengubah konduite masyarakat agar tak lagi menjadikan sungai sebagai sebuah loka sampah raksasa.
Meninggikan bangunan rumah memang dapat menyelamatkan mal ketika banjir terjadi, namun tak bisa mencegah terjadinya banjir banjir.
Manusia nan mengakibatkan banjir, manusia pula nan harus bersama-sama menyelamatkan kota. Menyelamatkan Jakarta dari bala banjir bukan hanya berarti menyelamatkan mal pribadi, namun juga menyelamatkan paras bangsa ini di mata dunia.
Bencana banjir atau banjir besar ini tidak hanya terjadi di kota Jakarta saja. Namun juga di kebanyakan kota besar nan ada di Indonesia. Walaupun memang di kota Jakarta taraf banjir terjadi dengan lebih besar. Maka dari itu sine qua non penyelesaian nan menyeluruh akan hal itu.