Mengembalikan Rekonstruksi Aceh
Gempa tsunami Aceh 2004 nan menewaskan lebih dari 100 ribu nyawa sangat mengagetkan semua orang. Bahkan mungkin tak terpikir bahwa tsunawi sedahsyat itu akan terjadi di daerah Samudera Hindia.
Biarlah hal itu terjadi dan berlalu, tetapi nan kini menjadi tugas ialah bagaimana merekonstruksi kembali Aceh pasca tsunami menjadi seperti dahulu kala dan bahkan menjadi lebih baik.
Hikmah nan bisa diambil dari tsunami di Aceh, yaitu bahwa masyarakat menjadi tahu bahwa bumi ini terdiri dari lempeng tektonik nan saling berhubungan dan hubungan tersebut bisa menimbulkan gempa dan mengakibatkan tsunami.
Tsunami Aceh
Tsunami ialah serangkaian gelombang nan disebabkan oleh tanah longsor atau gempa bumi besar baik di daratan maupun di dasar laut. Tsunami juga dapat disebabkan oleh meletusnya gunung barah nan berada di laut.
Kata tsunami itu berasal dari bahasa Jepang, yaitu tsu, nan berarti pelabuhan, dan nami , nan berarti gelombang. Jadi, tsunami ialah gelombang pelabuhan. Pertama kali, istilah tsunami ini muncul di negara Jepang di kalangan para nelayan.
Pada waktu itu, terjadi gelombang tsunami nan sangat besar dan para nelayan tak merasakan hal tersebut sebab sedang berada di tengah laut. Ketika mereka kembali ke daratan, ternyata mereka melihat sekitar pelabuhan rusak parah. Dengan kejadian tersebut, para nelayan mengambil konklusi bahwa gelombang tsunami hanya akan timbul di sekitar pelabuhan dan tak di tengah lautan nan dalam.
Tsunami datang sebagai rangkaian gelombang nan bisa terjadi dalam waktu lima menit sampai satu jam, ataupun jarak dalam waktu tersebut. Gelombang pertama belum tentu nan paling berbahaya. Ukuran gelombang bisa berbeda di lokasi nan berbeda. Gelombang tsunami nan sampai di daratan akan menyapu dan menghancurkan semuanya.
Tsunami di Aceh ini, seperti nan sudah di sebutkan sebelumnya, terjadi pada tahun 2004. Tsunami di Aceh ini, disebabkan sebab gempa nan berkekuatan 9,1 hingga 9,3 skala richer. Akibatnya, gelombang besar pun menghantam beberapa wilayah di Aceh, India, Sri Langka, Thailand, Maladewa, dan wilayah Afrika Timur. Adapun penyebab dan tanda-tanda terjadinya tsunami antara lain sebagai berikut.
1. Gempa Bumi
Sebuah gempa lokal seringkali merupakan peringatan pertama tsunami. Jika kita merasakan gempa di daerah rawan tsunami, dan mendengarkan peringatan dari radio atau TV, kita bersiap buat pergi ke loka nan lebih tinggi.
2. Surut Samudera
Tanda lain dari tsunami ialah kenaikan tidak terduga atau surutnya air bahari dari ketinggian biasanya. Air bahari surut dengan cepat, terlihatnya dasar laut, terumbu karang dan ikan merupakan pertanda bahwa gelombang besar dalam perjalanan. Bila ini terjadi, kita harus segera pergi menuju tanah tinggi atau minimal 4 mil dari pantai.
3. Suara Gemuruh
Sebuah tsunami nan sedang mendekati menciptakan suara keras seperti sebuah kereta atau pesawat jet. Suaranya begitu bergemuruh. Jika Anda mendengar suara ini tanpa alasan apapun, kemungkinan besar itu ialah tsunami nan sedang mendekati daratan.
Cepat siaga dan segera pergi ke dataran nan lebih tinggi atau daerah nan jauh dari pantai. Jika melihat tanda-tanda seperti ini, kita harus mencari loka tinggi buat berlindung, di antaranya dengan naik ke atas bukit atau dengan menaiki gedung nan tinggi.
Sistem Peringatan Tsunami harus dipasang di tempat-tempat rawan tsunami buat mencegah adanya korban jiwa jika tsunami tersebut terjadi. Sistem ini mencatat perubahan tekanan dari dasar bahari dan mengirimkan informasi ke sensor pada pelampung dan kemudian ke stasiun peringatan melalui satelit. Jika perlu, pusat-pusat peringatan mengeluarkan peringatan tsunami melalui stasiun radio dan TV buat daerah nan bersangkutan.
Indonesia sebagai negara kepulauan sekaligus rawan bala tsunami harus mempunyai sistem ini. Mungkin sudah ada beberapa nan dipasang, tapi sejauh ini, belum berfungsi optimal.
Terbukti, tsunami di Kepulauan Mentawai belum dapat dideteksi buat diumumkan kepada masyarakat setempat. Akibatnya, datangnya tsunami tak disadari dan akhirnya memakan korban nan tidak sedikit. Lebih dari 100 orang meninggal dan 500 lebih orang dinyatakan hilang. Jadi, Indonesia harus lebih melengkapi atau memasang tanda peringatan tsunami nan lebih canggih.
Sistem peringatan dini buat tsunami dipasang buat memberikan peringatan kepada warga akan datangnya tsunami. Di Indonesia sendiri, sistem peringatan dini tsunami dikembangkan oleh BMKG (Badan Metereologi, Klimatologi, dan Geofisika) bersama dengan instansi pemerintah pusat, pemerintah daerah, instansi non pemerintah, dan negara-negara donor.
Dengan sistem peringatan dini buat tsunami ini, diharapkan pemberitahuan tentang adanya bahaya tsunami bias, diberikan maksimal 5 menit setelah gempa bumi terjadi.
Sistem peringatan dini tsunami ini bekerja dengan cara merekam terjadinya gempa dengan menggunakan seismograf , yaitu alat pencatat gempa, nan kemudian hasil catatan gempa ini akan dikirimkan ke BMKG pusat nan ada di Jakarta menggunakan satelit.
Data ini kemudian diolah oleh BMKG menggunakan peralatan canggih dan apabila data nan dihasilkan memberitahukan akan datangnya tsunami, BMKG akan memberikan hasil pengolahan data ini kepada masyarakat melalui pemerintah daerah dan media.
Selain itu, peringatan tentang adanya bahaya tsunami juga dikirimkan melalui SMS, Faximilie, telepon, Ranet (radio internet), FM RDS (Radio Data System), dan juga melalui website resmi BMG, yaitu www.bmg.go.id .
Indonesia sebagai negara kepulauan sekaligus rawan bala tsunami harus mempunyai sistem ini. Mungkin sudah ada beberapa nan dipasang, tapi sejauh ini, belum berfungsi optimal.
Terbukti, tsunami di Kepulauan Mentawai belum dapat dideteksi buat diumumkan kepada masyarakat setempat. Akibatnya, datangnya tsunami tak disadari dan akhirnya memakan korban nan tidak sedikit. Lebih dari 100 orang meninggal dan 500 lebih orang dinyatakan hilang. Jadi, Indonesia harus lebih melengkapi atau memasang tanda peringatan tsunami nan lebih canggih.
Dari pengalaman di lapangan, media nan paling efektif buat memberitahukan peringatan dini tsunami ini ialah radio. Karena itu, masyarakat di sekitar pantai nan berpeluang sangat besar terkena tsunami ini disarankan memiliki radio FM nan dapat digunakan buat mengetahui adanya bahaya tsunami.
Mengembalikan Rekonstruksi Aceh
Rekonstruksi Aceh nan dimaksud ialah pengembalian jati diri Aceh dengan perbedaan makna Islaminya dalam bentuk fisik dan mental. Solidaritas masyrakat atau LSM dan luar negeri terhadap bala tsunami perlu diacungi “ jempol ”, namun nan patut disayangkan ialah bahwa pemerintah lambat dalam merespon masalah tsunami Aceh .
Seharusnya pemerintah membuat Keppres spesifik buat penanganan tsunami di Aceh dalam jangka panjang dan pendek. Hendaknya pembuatan Keppres tetap mengacu pada jangka panjang nan meliputi misi, tujuan, perubahan, dan pengembangan Aceh.
Sedang penanganan jangka pendek meliputi tindakan dan penilaian hasil. Pemerintah tak serta merta mengambil kebijakan, akan tetapi perlu melakukan pendataan kebutuhan nan diperlukan masyarakat Aceh pada saat tsunami di Aceh.
Rencana jangka panjang pemerintah dalam rekonstruksi tsunami di Aceh ini hendaknya mengembalikan misi dan visi Aceh seperti sedia kala nan khas dengan perbedaan makna Islam. Jangan sampai ada kontaminasi budaya atau apapun nan justru menjadikan bumerang bagi Aceh pada khususnya dan NKRI pada umumnya.
Sementara jangka pendeknya dalam merekonstruksi Aceh nan terpenting kali pertama ialah dibentuknya independent committee nan spesifik menangani bala alam.
Tugasnya secara prosedural ialah menganalisa kebijakan dan pemantauan dalam menangani kejadian sebelum bala ( ex ante ) dan setelah bala terjadi ( ex post ). Hal ini dimaksudkan paling tak dalam pendistribusian sumbangan ke daerah bala bisa tercapai.
Rekonstruksi tsunami Aceh menjadi bagian krusial sebab termasuk dari bagian NKRI nan menggunakan syariat dalam mu’amalahnya. Pembangunan infrastruktur pendidikan dan layanan-layanan sosial hendaknya didahulukan.
Dalam rekonstruksi nanti diperlukan mapping wilayah dan membagi menjadi beberapa zona. Zona-zona ini dapat terbagi menjadi beberapa tingkatan, mulai dari zona konservasi sampai pada zona pemukiman.
Zona pertama, yaitu zona perlindungan. Zona ini mencakup daerah pinggir pantai nan secara langsung berbatasan dengan laut. Dilakukan pembangunan tanggul atau semacamnya dan paling krusial tanpa mengurangi nilai lingkungannya, yaitu pohon-pohon nan kokoh nan paling tak dapat mengurangi resiko tsunami.
Zona kedua, zono pertanian dan perkebunan, dan zona nan terakhir ialah zona pemukiman nan jauh dari pantai. Pemukiman ini terletak di daerah-daerah perbukitan atau daerah dengan ketinggian minimal 400 dpl, sehingga jumlah korban bisa diminimalkan. Semoga rekonstruksi tsunami Aceh ini cepat terlaksana.