Dipo Alam - Ingin Membela Timnas

Dipo Alam - Ingin Membela Timnas

Jika mendengar nama Dipo Alam, mungkin sebagian besar dari Anda akan terbayang paras seorang pejabat nan kini menjadi Sekretaris Kabinet nan banyak memberikan komentar dan statement kontrovesial. Kali ini, aku bukan ingin mengetengahkan soal Dipo Alam nan pejabat tinggi itu. Saya ingin menulis soal Claudius Dipo Alam. Dia ialah seorang pemain sepakbola Indonesia nan masih muda, dan punya teknik tinggi. Siapa sesungguhnya dia?



Dipo Alam - Mengembara di Amerika

Indonesia punya segudang bibit pemain berbakat dari ujung Sabang sampai Marauke sana. Di Papua saja, bibit-bibit unggul dapat diperhatikan dengan mata telanjang. Kita mengenal Boaz Salossa, nan punya kecepatan dan teknik mumpuni. Masih ingat gocekan dia saat Indonesia melakukan laga uji coba melawan Uruguay pada 8 Oktober 2010 lalu? Saat itu, Indonesia memang kalah telak 1-7, namun gol satu-satunya Indonesia diciptakan Boaz nan mengelabui kiper nomor dua Uruguay, Castillo.

Itu baru contoh di dalam negeri. Di luar negeri sana, anak-anak muda Indonesia berjibaku di liga-liga domestik negara-negara nan punya "bakat" sepakbola. Syamsir Alam dan M. Zaenal Haq berkarir bersama klub Penarol, Uruguay. Belum lagi nama-nama macam Yericho Christiantoko, Alfin Ismail Tuasalamony, dan Yandi Sofyan Munawar bersama CS Vise di Perserikatan Belgia.

Lalu, kita pun gencar menjadikan pemain-pemain asing, hasil naturalisasi. Ada Christian Gonzales (Uruguay bermain di Persisam Samarinda), Greg Nwokolo (Nigeria bermain di Pelita Jaya), dan Victor Iqbonefo (Nigeria bermain di Pelita Jaya). Belum lagi pemain blasteran nan kemudian dibaiat menjadi warga negara Indonesia sepenuhnya, macam Diego Michaels (keturunan Belanda bermain di Persija LPI), Kim Jeffrey Kurniawan (keturunan Jerman bermain di Persema Malang), Stefano Lilipaly (keturunan Belanda bermain di FC Utrecht), Ruben Wuarbanaran (keturunan Belanda bermain di CS Vise), Johny van Bukeuring (keturunan Belanda bermain di Pelita Jaya), dan Tonny Cussel (keturunan Belanda).

Sebagian nama tersebut "menghilang ditelan bumi". Entah ke mana, tidak pernah ada dalam catatan anggota tim nasional hingga sekarang. Lalu, ada pemain blasteran Australia bernama Amadius Suropati nan sebelumnya bermain buat salah satu klub di Australia dan kemudian bergabung dengan Arema Indonesia IPL pada 2012.

Kemudian, ada "anak hilang" dari Belanda bernama Irfan Bachdim nan akhirnya pulang dan memperkuat Persema Malang. Belum lagi, ada Sergio van Dijk dan Joey Suk nan proses naturalisasinya sampai sekarang masih sumir. Nasib mereka seperti masih menggantung.

Nah, satu anak muda lagi nan kini menimba ilmu dan berlaga di Amerika Serikat, dan mungkin patut menjadi pertimbangan pihak PSSI, entah PSSI nan mana ialah Claudius Dipo Alam. Memang nama ini kurang populer dibandingkan Irfan Bachdim atau Gonzales. Akan tetapi, mencermati sepak-terjangnya, mungkin nama ini dapat menempati jajaran punggawa timnas di masa mendatang.

Claudius Dipo Alam lahir di Jakarta pada 15 Februari 1989. Karir sepakbola dia diawali dari sekolah sepakbola Merdeka Boys Football Asosiation (MBFA) pada 2002 sampai 2004. Pada 2004 hingga 2006, Dipo Alam memperkuat AS-IOP.

Lalu, pada 2006 dia bergabung dengan Persijatim Jakarta Timur dalam kompetisi Perserikatan Bogasari DKI Jakarta. Kemudian, pemain nan mengidolakan Dannis Bergkamp dan klub Arsenal ini membela U-18 Persijatim Jakarta Timur dalam Perserikatan Suratin. Selain jago di lapangan hijau, Dipo Alam juga mahir freestyle .

Pada 2005 dan 2006, dia sempat kampiun freestyle Djarum Super di Pekan Raya Jakarta. Lalu, di 2006 juga dia kampiun adu gocek nasional Djarum Super Street Soccer. Pada 2005, Dipo Alam ikut seleksi Indonesian Football Academy (IFA). Dia termasuk satu dari lima pemain asal Jakarta nan lolos seleksi hasi evaluasi almarhum Ronny Pattinasarany, pemain sepakbola legendaris Indonesia.

Awalnya salah seorang dari 18 pemain nan terpilih IFA ini akan dikirim ke akademi Ajax Amsterdam, Belanda, buat berlatih. Namun, pemain berpostur 180 cm itu kecewa, sebab tidak kunjung ada kontak, tanpa alasan jelas. Setelah itu, pemain nan dapat berposisi sebagai gelandang serang dan penyerang ini, hengkang ke Amerika Serikat, selepas lulus SMA.

Sebelum memperkuat salah satu klub di negeri paman sam, Dipo Alam sempat berlatih selama 3 minggu di klub Heemstede, Belanda. Dia ke Amerika Perkumpulan dengan status international student dan meneruskan karir sepakbolanya. Di sana, dia sempat ikut trial di klub Chivas U-17 dan masuk tim akademinya. Lalu, berlanjut ke Chivas U-19. Setelah itu, dia melangkah ke Legends FC di Premier Development League (PDL) dan lalu trial di Sueno Major League Soccer (MLS). Pada 2008, dia juga ikut trial di LA Galaxy, salah satu raksasa klub di Amerika Perkumpulan sana.

Di negeri Paman Sam itu, Dipo tercatat sebagai mahasiswa di Pasadena City College Jurusan Business Management. Sekarang, dia memperkuat klub Turbo FC di kompetisi amatir Amerika Serikat. Namun, di sini dia menorehkan hasil nan baik, yakni sebagai pencetak gol terbanyak termasuk dua gol di partai final.



Dipo Alam - Ingin Membela Timnas

Mengapa pemain nan diminati Persija dan Persebaya ini memilih berkarir di Amerika Serikat, bukan Inggris, Italia, atau Belanda? Alasan Dipo Alam sederhana, namun bermakna. Dirinya datang ke Amerika sebab melihat potensi sepakbola di sana berkembang, setelah suksesnya David Backham bersama LA Galaxy.

Di Turbo FC, Dipo tentu punya planning masa depan mengembangkan karirnya. Tahun depan, dia berencana ikut seleksi program tahunan one shot one goal yang bakal mengirimkan 23 pemain muda berlatih di Meksiko. Selain itu, dia juga ingin mengajukan permohonan buat direkrut kembali oleh Legends FC (PDL). Dia juga berencana trial di Swedia dan Cina. Konon, Dipo Alam sempat ditawari oleh agen pemain asal Cina buat bermain di Chinese Super League (CSL) memperkuat klub Guangzhou Pharmaceutical FC.

Dipo pun tidak menutup kemungkinan buat berkiprah di perserikatan domestik Indonesia, sebab alasan ingin dekat dengan keluarganya. Soal kisruh PSSI, Dipo berpendapat kalau sebenarnya di Indonesia dukungan buat sepakbola sangat luar biasa. Tapi, dampak kondisi lapangan dan keegoisan buat menguasai sistem sepakbola sebagai wahana membuat uang korupsi dan sebagainya, selalu membuat Indonesia mundur. Kondisi ini berbanding terbalik dengan Amerika Serikat. Pemerintahnya mendukung penuh dengan fasilitas dan wahana nan baik.

Sebagai putera bangsa, Dipo Alam pun niscaya ingin bermain buat timnas garuda. Ini hasratnya. Melalui wawancara pada sebuah media, Dipo mengatakan bahwa bermain di Indonesia merupakan suatu kebanggaan buat dirinya. Dia selalu bermimpi buat bermain di tim nasional. Dan, dia akan melakukan nan terbaik buat dapat mendapatkan kesempatan itu.

Dipo Alam mungkin satu dari sekian banyak pemain muda Indonesia nan kurang puas pada semrawutnya perserikatan domestik negeri ini, dan akhirnya hijrah merasakan ketatnya perserikatan luar negeri. Di Indonesia ini banyak pemain potensial. Sayang sekali kalau mereka tak dibina dan mendapatkan sedikit saja tempat.

Sepertinya, publik sedikit lupa nama Fahri Agri nan kini bermain di FC Al Khor, Qatar dan Arthur Irawan nan syahdan akan direkrut klub Espanyol, Spanyol. Dan ada naturalisasi nan terlewat telat buat Radja Nainggolan nan berhasil bersama Cagliari di Serie A Italia. Jangan sampai mereka lagi-lagi malah "diculik" timnas negara lain, dampak PSSI kurang perhatian.