Pentingnya Berpikir Kritis

Pentingnya Berpikir Kritis

Pengertian berpikir kritis ialah sebuah upaya pendalaman pencerahan membandingkan dari beberapa masalah nan sedang dan akan terjadi sehingga menghasilkan sebuah konklusi dan gagasan nan bisa memecahkan masalah tersebut.

Setiap manusia memiliki pemikiran nan berbeda. Namun jika setiap orang memiliki kemampuan berpikir kritis, maka ia akan bisa memecahkan masalah dengan cara sederhana. Walaupun masalah itu sangat pelik, tentunya ia akan bisa memecahkan permasalahannya sendiri.

Kemampuan berpikir kritis merupakan suatu bagian nan krusial di dalam persoalan dalam kehidupan. Berpikir kritis juga merupakan sebuah proses belajar dan hal ini bukanlah persoalan keturunan dari orang tua. Hal ini merupakan sebuah proses dalam menghadapi sebuah persoalan dalam kehidupan. Sebaiknya, sudah diajarkan sejak dini kepada seorang anak.



Arti Berpikir Kritis Menurut Beberapa Ahli

Secara teori, arti berpikir kritis telah dikemukakan oleh beberapa ahli. Di antaranya ialah menurut Halpen, Scriven, Ennis, dan Angelo.



1. Berpikir Kritis Menurut Halpen

Menurut Halpen (1996), berpikir kritis ialah pemberdayaan kognitif dalam menentukan tujuan.



2. Berpikir Kritis Menurut Scriven

Menurut Scriven (2001), arti dari berpikir kritis ialah proses intelektual nan aktif dan penuh dengan ketrampilan dalam membuat pengertian atau konsep, mengaplikasikan, menganalisis, membuat sintesis, dan mengevaluasi.



3. Berpikir Kritis Menurut Ennis

Adapun Ennis (1985) berpendapat bahwa berpikir kritis ialah cara berpikir reflektif nan masuk akal atau berdasarkan nalar nan difokuskan buat menentukan apa nan harus diyakini dan dilakukan.



4. Berpikir Kritis Menurut Angelo

Sedangkan menurut Angelo (1995), berpikir kritis ialah mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir nan tinggi, nan meliputi kegiatan menganalisis, mensintesis, mengenal permasalahan dan pemecahannya, menyimpulkan, serta mengevaluasi.



Ciri-ciri Orang nan Berpikir Kritis

Berdasarkan arti berpikir kritis dari beberapa pakar tersebut, bisa ditarik konklusi mengenai ciri-ciri orang nan berpikir kritis ialah sebagai berikut.



1. Pribadi nan matang
  1. Orang nan berpikir kritis biasanya mampu merumuskan suatu pertanyaan dengan matang sebelum pertanyaan tersebut diajukan.
  2. Ia pun mampu membatasi masalah sehingga permasalahan tak melebar.
  3. Sebelum menggunakannya, ia senantiasa menguji data nan akan digunakan sampai data tersebut valid.
  4. Ia bisa menganalisis pendapat-pendapat nan beragam.
  5. Ia senantiasa menghindari pertimbangan emosional.
  6. Ia pun menghindari penyederhanaan masalah nan berlebihan.
  7. Ia senantiasa mempertimbangkan berbagai interpretasi.
  8. Ia pun cukup toleransi terhadap hal-hal nan ambigu.


2. Terbuka

Seseorang nan berpikir kritis memiliki sikap nan terbuka. Dengan keterbukaannya itu, ia bisa menerima berbagai disparitas nan ada.



3. Teliti

Ia begitu teliti dalam menghadapai segala hal. Ia pun mempunyai baku eksklusif nan menjadi acuan dalam menilai sesuatu.



4. Menggunakan data-data akurat

Ia senantiasa berargumen dengan data nan akurat. Ia pun bisa menarik konklusi nan tepat dari berbagai macam pernyataan ataupun pendapat nan ada.



5. Sudut pandang berbeda

Orang nan berpikir kritis biasanya memandang permasalahan tak hanya dari satu sudut pandang saja. Akan tetapi, ia memandang dari berbagai macam sudut pandang berbeda.



Pentingnya Berpikir Kritis

Mengapa cara berpikir kritis perlu diajarkan kepada siswa? Bisa dipaparkan di sini. Misalnya, ada seorang guru nan mengajarkan muridnya sebuah definisi nan hanya bisa dihafalkan oleh si murid. Akan tetapi, apakah itu bisa memberikan bekal nan baik buat masa depannya?

Oleh sebab itu, perlulah diajarkan tentang arti dan manfaat dari pelajaran nan diberikan. Agar ketika dia keluar dari lingkup pendidikan, ada sesuatu nan didapat. Ada tujuan dalam hayati si murid nan perlu dicapai. Bukan sekadar hanya hafalan dan mendapat nilai kemudian lulus, tetapi ada sebuah hasil nan mengubah hayati si murid tersebut.

Dalam setiap proses belajar mengajar selalu ada hambatan dalam pedagogi berpikir kritis. Tidak perlu mencari pembahasan nan mendalam mengenai hambatan ini. Cukup melihat global pendidikan di negeri kita sendiri.

Hingga hari ini, seorang murid dikatakan telah sukses jika mencapai kelulusan dengan nilai nan tinggi. Padahal, belum tentu nilai nan tinggi tersebut bisa membuat seorang murid sukses pada masa depannya. Global pendidikan harus mulai mengubah cara pendidikan nan diajarkan. Dengan mengajarkan berpikir kritis, bisa dilihat apa disparitas pintar dalam segi nilai dengan pintar dalam diri seseorang nan sesungguhnya.



Bagaimana Cara Mengajarkan Berpikir Kritis?

Untuk mengajarkan seseorang dalam berpikir kritis, diawali dengan membebaskan seorang tersebut buat berkarya secara bebas, mengeksplorasi dirinya. Misalnya dengan menggunakan metode: membebaskan siswa bereksperimen, diskusi, dan memberi tugas karya wisata.

Metodenya tak harus kaku dengan melihat dari 3 metode tersebut., Dapat juga menggunakan metode lain nan memang dibutuhkan pada peserta nan diajarkan. Intinya ialah pedagogi ini akan memberikan pelajaran nan bisa diambil oleh para peserta. Agar berguna buat masa depannya dan terutama dalam kehidupan sosial dan pribadinya masing-masing.

Selain itu, pembelajaran ini memiliki komponen nan harus ada, yaitu

  1. Komponen prosedural: peserta diberikan keterampilan spesifik meliputi praktikum, diskusi, dan aplikasi proyek.
  2. Instruksi dan pemodelan langsung: pengajar memberikan instruksi dan pemodelan secara langsung pada contoh, peserta dituntut buat menguasai hal ini.
  3. Latihan terbimbing: peserta dipersilakan mengerjakan keterampilan nan disesuaikan dengan kemampuan dirinya. Namun, tetap dibimbing oleh pengajar. Syaratnya, harus dilakukan secara berulang dan terus menerus.
  4. Latihan bebas: peserta diberikan proyek dari pengajar, dan peserta harus mengerjakan proyek itu sendiri buat melihat kemandirian dan kebebasan dalam berkreativitas.


Mengukur Taraf Berpikir Kritis

Prosedural berpikir kritis sudah dilakukan, saatnya mengukur taraf berpikir kritis peserta. Mengukur bukan hanya melihat pada hasilnya, tetapi pada proses nan dilakukan. Untuk menilainya, kemampuan berpikir kritis didasarkan pada keterampilan nan dilakukan dan ilmu pengetahuan nan dikuasai. Oleh sebab itu, perlu dibuat instrumen mengenai dua hal nan terfokus tersebut.

Berdasarkan kedua hal tersebut, buat menyusun instrumen nan terfokus ialah dengan dua cara, yaitu sebagai berikut.



1. Taksonomi Bloom

Cara pertama ialah dengan taksonomi bloom. Artinya ialah lebih terfokus pada:

  1. Ingatan
  2. Pemahaman
  3. Penerapan
  4. Analisis
  5. Peniaian buatan
  6. Evaluasi nan tepat

Yang keseluruhannya itu bertujuan buat menyatukan seluruh perkembangan kemampuan siswa dalam berpikir dan menguasai ilmu pengetahuan.



2. Pendekatan Pemecahan Masalah

Cara kedua ialah pendekatan pemecahan masalah. Artinya, cara ini lebih terfokus pada:

  1. Tujuan
  2. Sikap dalam menghadapi masalah
  3. Kata kunci permasalahan
  4. Informasi
  5. Sudut pandang
  6. Konsep
  7. Asumsi
  8. Alternatif pemecahan masalah
  9. Interpretasi
  10. Implikasi

Ingatan setiap orang tentunya berbeda-beda. Namun, ingatan di sini bukan difokuskan pada hapalan, tetapi dengan mengerti pembahasan nan ada. Tidak harus persis sama dengan apa nan ditulis, tetapi mengerti apa nan dibahas tersebut. Sehingga peserta dengan bahasa sendiri mampu memaparkan sinkron ingatannya dari apa nan diuraikan dalam pembahasannya.

Pemahaman ada juga kaitannya dengan ingatan. Ketika kita sudah memahami secara teori, dengan mudah kita akan mengingat apa nan perlu kita pecahkan dalam sebuah permasalahan. Saling sambung-menyambung, ingatan dan pemahaman sudah dilalui, saatnya menerapkan apa nan kita pahami dan kita ingat.

Dari setiap masalah perlu adanya analisis dari pemahaman tersebut. Bila kita bisa memahami sebuah teori, tentu kita akan memberikan pertanyaan-pertanyaan dalam teori tersebut. Dan di situlah kita bisa pula menjawab.

Hal terakhir ialah mensintesis dan mengevaluasi dari pernyataan dan kemampuan berpikir kita. Penilaian kita terhadap kemampuan sendiri nan akan dikombinasikan dengan ilmu pengetahuan nan kita miliki, bisa diambil konklusi sejauh mana kemampuan berpikir kita bisa diberikan penilaian.

Fokus kedua ialah membahas masalah awal, yaitu permasalahan. Kita harus melihat apa permasalahan nan dipaparkan. Akan lebih baik kita menjabarkan satu-persatu, mana nan masuk ke dalam permasalahan mana nan tidak. Pemilihan dalam permasalahan sudah bisa menilai analisis kita dalam berpikir.

Setelah didapat permasalahannya, selanjutnya ialah bagaimana kita menyikapi masalah. Apa nan harus dilakukan terhadap masalah itu. Apa penyebab dari masalah itu. Dalam memecahkan masalah, kita harus belajar dari sudut pandang kita sendiri. Kita melihatnya sebagai apa, perlu adanya informasi nan dicari dalam masalah tersebut.

Setelah kita mendapatkan tahap-tahap itu, kita perlu menyusun konsep nan perlu disisipkan anggapan nan bisa membantu pemecahan masalah. Dan perlu dicari tahu apakah anggapan itu sahih adanya. Perlu adanya alternatif dalam pemecahan masalah agar pikiran kita terbuka tak hanya bertahan pada pemecahan masalah dengan satu pikiran saja.

Setelah kita mendapat pemecahan, perlu adanya interpretasi hasil dari pemecahan masalah nan kita lakukan. Dan jangan mengesampingkan akibat dari pemecahan tersebut. Setiap keputusan nan diambil tentunya bisa menghasilkan risiko walaupun kita dalam termin pemecahan masalah. Tidak hanya berpatokan pada suatu uraian saja, tetapi kita juga harus menyiapkan beberapa uraian lain nan bisa mendukung pemecahan masalah kita tersebut.

Kesimpulan dari pembahasan berpikir kritis ini ialah hasil keterampilan dari seseorang nan dikombinasikan dengan ilmu pengetahuan nan dimiliki seseorang. Kedua hal tersebut sine qua non dan tak dapat salah satunya hilang. Karena jika kita telah menguasai sebuah ilmu pengetahuan, bagaimana kita menghadapi ilmu pengetahuan nan kita miliki. Dari sana akan terlihat bagaimana diri kita menggali ilmu nan dimiliki sehingga berguna bagi kehidupan di masa nan akan datang.