Macam-macam Bala Alam dan Kaitannya dengan Konduite Manusia
Macam-macam bala alam sedang melanda tidak hanya dibeberapa daerah di wilayah Indonesia namun juga terjadi di beberapa negara-negara di dunia. Jika mendengar kata bala alam, atau ketika mendengar warta terjadinya bala alam di suatu tempat, hati kita niscaya langsung berdesir. Tidak tahu sebab khawatir, takut, sedih, marah, atau mungkin bahkan penasaran.
Berbagai macam kejadian nan tak menyenangkan atau bahkan mengerikan langsung terbayang di benak kita. Petir menyambar, gunung meletus, banjir, badai topan, gempa bumi, atau mungkin kecelakaan-kecelakaan.
Alam nampak begitu besarnya, begitu kuatnya, hingga kita tidak mungkin berdaya, tidak mungkin dapat lolos ketika mengalaminya sendiri. Dan kita tak akan mungkin mau mengalaminya sendiri. Bala atau bisa dikatakan bahasa lainnya musibah, berarti merupakan "suatu hal nan tak menyenangkan nan terjadi pada diri atau lingkungan kita.
Karenanya kita tak akan pernah mau mengalaminya atau bahkan tak berani membayangkan akan pernah terjadi pada kita. Banyak jenis atau macam-macam bala alam, ringan atau berat, tetap kita tak akan mau menyentuhnya sama sekali. Kita tak pernah berharap satu kali pun, hal itu akan menimpa kita.
Mengapa kita begitu takut dengan bala alam? Mengapa macam-macam bala alam itu begitu menakutkan? Benarkah demikian adanya, ataukah ada realita lain di balik hal tersebut? Kita manusia, ketika diingatkan dengan bala alam, akan merasa begitu kecil, begitu lemah terhadap alam, nan bahkan mungkin selama ini selalu kita anggap sebagai "benda mati".
Lalu bagaimana mungkin sebuah benda wafat bisa mendatangkan bala pada kita? Benarkah terma atau istilah "bencana alam" sekiranya tepat? Sebelum kita membahas macam-macam bala alam, ada baiknya kita menelaah lebih dahulu pemahaman mengenai bala alam ini.
Pengertian Bala Alam
Di satu sisi, jika menuruti atau mengambil sudut pandangan para positivis, memang alam nan merupakan "benda mati" ini cukup kuat buat melemahkan kita, semenjak kita merupakan objeknya.
Kita hanya sebuah entitas nan hayati di dalam alam, dan segala sesuatu nan terjadi pada kita ialah hasil dari atau merupakan imbas dari aktifitas alam tersebut. Kita hanya dapat mengamati, kemudian kita dapat mengatasi, dan pada akhirnya mungkin kita akan dapat menguasai alam ini.
Bencana atau musibah, atau "suatu hal nan tak menyenangkan nan terjadi pada diri atau lingkungan kita," dalam konteks ini berarti aktifitas alam nan tak menyenangkan kita dan tak sukses kita tangkal atau kuasai. Ini pandangan nan mengenai "bencana alam" pada umumnya.
Fenomena bala alam terjadi sebab sudah selayaknya terjadi. Gunung meletus sebab sudah biasanya seperti demikian. Banjir terjadi sebab memang sudah seharusnya terjadi seperti itu. Kecelakaan-kecelakaan terjadi sebab memang ada aktifitas alam nan mengakibatkannya, seperti gelombang laut, topan atau arus angin kuat, sunami, dan sebagainya.
Berbagai teknik dan teknologi nan digunakan manusia buat mencegah ataupun mengantisipasi aktifitas ini tak memadai, sehingga terjadilah kerugian nan diderita manusia, inilah bala alam. Inilah satu pandangan mengenai makna bala alam. Namun di sisi lain, ada sudut pandang nan mengatakan bahwa alam memang merupakan "benda mati" nan memang wafat dan tetap demikian adanya.
Kesemua nan terjadi pada manusia berkaitan dengan alam justru merupakan hasil atau dampak aktifitas manusia sendiri terhadap alam tersebut. Pandangan ini lebih berfokus kepada manusianya, kepada manusia sebagai subjek atau pelaku terhadap alam.
Pandangan nan lebih interpretif atau humanis.Karena alam merupakan benda mati, dia tak beraksi aktif, melainkan bereaksi balik atas perbuatan manusia nan dilakukan kepadanya, sadar maupun tak sadar.
Seperti ketika banjir terjadi, hal itu bukanlah suatu aktifitas alami alam, melainkan dampak perbuatan manusia nan membuang sampah di tempat-tempat nan seharusnya bukan loka sampah, seperti selokan, sungai, atau laut.
Tanah longsor terjadi sebab manusia nan mungkin mendirikan bangunan tanpa syarat pembangunan nan memperhatikan keadaan tanahnya, atau sebab tanah sudah banyak kehilangan zat haranya dampak kurangnya pohon nan ditanam atau banyaknya sampah nan ditimbun disana. Hal ini diartikan sebagai bala alam.
Jika memakai sudut pandang nan lebih dalam, nan mengaitkan bahwa bala alam nan terjadi ini dalam rangka ketidakharmonisan interaksi manusia dengan penciptanya, Tuhan Yang Maha Esa. Seperti ketika manusia mulai tak bersyukur dan melakukan perbuatan merusak terhadap alamNya, Tuhan marah dan menghukum manusia dengan mengguncangkan alam.
Ini juga merupakan pengertian bala alam menurut pandangan reflektif ini.Jadi menurut pandangan kedua ini, bala alam bukanlah bala nan "dibuat" atau "diakibatkan" alam kepada manusia, tetapi sebaliknya. Macam-macam bala alam ialah macam-macam perbuatan tak menyenangkan nan dilakukan manusia pada diri mereka sendiri, namun secara tak langsung mereka timpakan kepada alam.
Macam-macam Bala Alam dan Kaitannya dengan Konduite Manusia
Dari pengertian bala alam nan sukses kita konsepkan di atas-dengan menilik dari dua sudut pandang manusia dan konduite manusia itu sendiri-berarti kita bisa menyimpulkan macam-macam bala alam, secara garis besar yaitu:
1. Bala alam nan terjadi dampak aktifitas alam (terjadi secara alami)
Sekalipun alam dikatakan "benda mati," namun ia tak benar-benar mati. Alam berproses, melakukan aktifitas, alam berkembang. Alam memang melakukan semua itu sebab memang semua proses tersebut sudah seharusnya terjadi. Seperti ketika terjadi gempa bumi.
Bumi tak semata-mata atau iseng saja melakukan gerakan atau gempa. Ketika gempa bumi, saat itu bumi sedang merekah, lempeng-lempengnya bertabrakan, hingga akhirnya mengakibatkan guncangan. Bumi melakukan hal tersebut sebab memang seharusnya ia lakukan, ia tengah melakukan penyesuaian dengan keadaan di sekitarnya.
Bila tidak, mungkin hal lain nan lebih berbahaya nan bisa terjadi.Tetapi sebab proses atau aktifitas alam nan hak ini akibatnya tak begitu menyenangkan dirasakan oleh manusia, maka manusia mengartikannya sebagai bencana. Tersebutlah istilah bala alam dengan beberapa nama nan bisa kita kenal, seperti gempa bumi, gunung meletus, badai, angin, petir, dan lain-lain.
2. Bala alam nan terjadi dampak ulah manusia.
Selain bala alam alami, ada pula bala dampak ulah manusia. Seperti nan telah dijelaskan di atas, manusia kadang berperilaku tak menyenangkan kepada alam, seperti perilaku-perilaku berikut ini:
- Membuang sampah sembarangan,
- mengeruki pasir di lautan,
- menebangi pepohonan secara masif dan menggunduli hutan,
- meracuni tanah-tanah dan sungai-sungai dengan zat-zat nan tak bisa mereka cerna,
- mengeksploitasi hasil-hasil alam secara hiperbola atau serakah,
- menutupi "saluran-saluran napas" mereka dengan aspal-aspal dan semen-semen,
- tidak merawat dan meregenerasi mereka, dan masih banyak lagi.
Macam-macam bala alam ini ialah hasil perbuatan atau konduite manusia sendiri, nan jelas merugikan diri sendiri. Namun sebab nampaknya hal tersebut berlaku atau terjadi pada alam mereka, manusia menyebutnya bala alam.
Di samping itu ketika manusia tak sadar bahwa konduite atau perbuatannya ini salah, ini merupakan satu dampak atau bala tersendiri. Ketika manusia berbuat kerusakan atau dosa atau pelanggaran terhadap aturan-aturan Tuhan, manusia berarti bisa digambarkan bagaikan "bunuh diri."
Bagaimana tidak, Tuhan telah menetapkan batasan-batasan baik buat alam maupun manusia itu sendiri. Ketika batasan itu dilanggar, tentu saja Tuhan berhak marah. Manusia bagaikan melupakan Tuhan sebagai pencipta alam ini, dan kemudian menjadi seenaknya berbuat pada atau di bumi Tuhan.
Ini sama saja bunuh diri seperti contohnya, ketika manusia melanggar batasan alam-misalkan mengeksploitasinya secara berlebihan-alam tentu saja akan runtuh sebab kehilangan batasan. Alam tak dapat lagi bereproduksi sebab semua nan dibutuhkannya telah diambil habis oleh manusia.
Manusia tak menghormati batasan alam ini atau ketika manusia melanggar batasan nan Tuhan dirikan untuknya-contoh, terlalu bangga dengan hasil usahanya berupa kendaraan kapal pesiar, seperti peristiwa Titanic, dan meremehkan hasil karya Tuhan berupa lautan dengan mengatakan bahwa kapal tersebut tak mungkin tenggelam-maka terjadilah bala tenggelam tersebut.
Dalam kasus ini manusia melupakan batasannya sebagai manusia nan merupakan kreasi Tuhan nan tak lebih kuasa daripada-Nya. Manusia melanggar batasan Tuhan terhadap dirinya sendiri, maka Tuhan mengingatkan melalui apa nan manusia sebut sebagai bala alam. Dengan demikian inilah macam bala alam nan kedua, nan diakibatkan oleh perbuatan atau konduite manusia sendiri.